Monday, February 15, 2021

PAPUA 2021 1-14 FEBRUARI (In Bahasa)

PAPUA  2021

1-14 FEBRUARI

Oleh: Theo van den Broek

[1] Sekitar keamanan dan operasi TNI/Polri

Seperti tahun lalu wilayah Intan Jaya masih merupakan salah satu wilayah medan operasi TNI/Polri maupun TPNPB; kesannya: operasi malahan diintensifkan dan pasukan baru terus didatangkan (2-4/2)[1]. Ternyata salah satu pimpinan TPNPB mengajak TNI/Polri untuk mengadakan suatu perang terbuka. Pihak Polda Papua menanggapinya: tidak takut menghadapinya. Namun demikian menurut Wakapolda “tak ingin korban sipil jatuh jika TNI/Polri melakukan perang terbuka dengan KKB”[2]. Bentrokan senjata berjalan terus. [INFO laterbelakang selama Des 2020-Jan 2021: [a] operasi militer berjalan terus dan diintensifkan; pasukan segar sebanyak 450 prajurit diterbangkan bertugas di Intan Jaya; [b] insiden kekerasan serta peningkatan penderitaan masyakat sipil di sana tetap bertambah : penembakan pesawat[3]; penembakan seorang prajurit[4]; penembakan seorang ‘mata-mata’[5]; cerita pemerkosaan seorang ibu; sweeping sewenang-wenang saja oleh TNI/Polri tanpa menghargai orang kampong atau hartanya serta akibatnya orang mengungsi; [c] dunia internasional makin mendukung delegasi PPB ke Papua untuk meninjau keadaan HAM;[6] [d] peranan Lembaga keagamaan dalam upaya menghentikan kekerasan di Papua dinilai sangat kurang dan tidak efektif;[7]]

Sementara waktu masyarakat setempat makin merasa ditinggalkan ditengah segala ancaman dan operasi militer, karena beberapa pemimpinnya (Pdt Jeremias, Katekis Rufinus) dibunuh sedangkan aparat pemerintahan sipil tidak ada di tempat. Ketidakhadiran aparat pemerintah sipil sudah berulang kali dikeluhi, namun tidak ada perobahan. Polres mengeluh karena tidak ada koordinasi dan dukungan pemerintah setempat dalam pembinaan terhadap masyarakat[8]. Bupati menyatakan bahwa memang mereka tidak di tempat karena sejumlah alasan: [a] tidak ada fasilitas fisik yang memadai, [b] tidak ada listrik, [c] tidak ada jaringan internet, [d] tidak aman, dan [e] sering dituntut oleh TPNPB minta bantuan uang dll; terancam kalau bantuan itu tidak diberikan.

Kabarnya 4/2/2021 seorang anggota TPNPB ditembak mati[9]. Selanjutnya sekali lagi seorang warga ditembak (8/2), seorang pelayan kios di kampong dekat Bidogai, hingga sekarang masih dirawat[10]. Dugaan penembakan ini dilakukan oleh pihak TPNPB. Sekarang kampongnya diawasi oleh pasukan TNI/Polri.  Di kabupaten tetangga dari Intan Jaya, yakni kabupaten Puncak seorang pengerja ojek dibunuh (9/2). Pembunuhan diakui dijalankan oleh TPNPB karena mereka menilai sejumlah pekerja ojek adalah mata-mata TNI[11]. Dan lagi ada penembakan di Intan Jaya, kampung Mamba, distrik Sugapa, seorang prajurit ditembak (12/2) dan sekarang dirawat di rumah sakit[12].

Karena bentrokan bersenjata ini, masyarakat kampong menjadi takut. Dampaknya: masyarakat mulai mengungsi; sekitar 650 orang sekarang berada di halaman sekitar pastoran dan susteran katolik di Bidogai dan sebagian mengungsi ke Nabire (9/2). Mereka mencari tempat aman dan perlindungan. Mereka diberikan makan dan penginapan; pelbagai instansi membantu, namun masih ada kekurangan bahan makanan[13]. Keuskupan Timika akan membantu bahan makanan bagi para pengungsi, dan ternyata juga merasa tidak berdaya mengatasi keadaan yang begitu ngerikan di wilayah pastoralnya. Nyatalah: warga biasa dalam jumlah besar makin menjadi korban bentrokan antar pihak-pihak yang bersenjata. 

[2] Sekitar pengungsi-pengungsi di Papua

Sejak akhir 2018 ada banyak pengungsi di Papua. Kebanyakan berasal dari Regency Nduga, dan akhir-akhir ini ditambah cukup banyak yang berasal dari Intan Jaya. Berita yang sangat memprihatinkan datang dari Jayawijaya diamana menurut seorang relawan, Raga Kogeya, sejak 24 Des 2020 sampai 20 Januari 2021, 18 pengungsi (berasal dari Nduga) meninggal dunia karena tidak diberikan pelayanan kesehatan[14]. Dia hanya bicara mengenai tempat pengunsgi diamana dia membantu; tidak tahu mengenai lokasi lainnya. Beberapa sudah sakit selama beberapa minggu sebelum meninggal. Sejak akhir 2018 sekitar 400 pengungsi sudah meninggal di pelbagai lokasi pengungsian. Pada ahkir 2019 masih ada sekitar 8.000 pengungsi di Jayawijaya yang berasal dari Nduga. Menurut Raga, semua relawan tidak mempunyai uang untuk membayar tagihan kesehatan sedangkan rumah sakit menolak untuk melayaninya secara gratis karena mereka tidak memiliki dokumen identitasnya. Menjawab laporan ini Kepala Dinas Kesehatan Jayawijaya, dr Willy E. Mambieuw, menyarankan supaya Pemerintah Nduga membuat suatu Kesepakatan (MoU) dengan Jayawijaya sehingga mereka bisa diberikan pelayanan kesehatan secara gratis. Karena pelayanan gratis tidak dapat diberikan tanpa dasar hukum yang sah. Sebenarnya bulan Agustus 2019 sudah ada laporan kesehatan sejenis tadi (oleh Koalisi Solidaritas Masyarakat Sipil), namun tidak pernah ditindaklanjuti para pejabat di Regency Nduga. Kesannya seperti di Intan Jaya: pengungsi Nduga ditinggalkan pemerintahnya sendiri[15].

 

[3] Sekitar Front Pembela Islam serta pembunuhan 6 anggotanya

Awal Februari sejumlah tokoh (130 orang), dimotori Amin Rais membentuk Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) yang menuntut Presiden Jokowi untuk menuntaskan persoalan pembunuhan 6  anggota Front Pembela Islam (FPI). Petisi itu menuntut Presiden Jokowi ikut bertanggungjawab atas tindakan sewenang-wenang aparat negara[16]. Proses penindaklanjutan dari pihak penegak hukum (de facto Polisi sendiri) sampai saat ini masih kurang, maka dicari jalan untuk mendorongnya. Baru ini Kapolri membentuk tim khusus untuk menindaklanjuti laporan Komnas HAM; tim khusus ini sekarang minta Komnas HAM menyerahkan bahan buktinya[17]. [INFO laterbelakang selama Des 2020-Jan 2021[a] sewaktu demo massal 7 Dec 2020 FPI mengalami banyak anggota ditahan dan dibawa ke pengadilan, termasuk pimpinannya, Rizieg Shibab [b] ternyata 6 anggota dibunuh diluar ranah keadilan oleh aparat negara, [c] kesimpulan dari laporan Komnas Ham: pembunuhan terhadap 6 anggota dikategorikan ‘pelanggaran ham’, namun bukan ‘pelanggaran ham berat’, [d] direkomendasi diselesaikan di pengadilan pidana, [e] FPI mau menbawa kasus ini ke International Criminal Court (ICC) di Den Haag[18]. [f] sementara FPI dinyatakan resmi sebagai menjadi orgnisasi terlarang.]

[4] Sekitar lingkungan, deforestasi dan ancaman terhadap aktivis pembela HAM/lingkungan serta peranan korporasi/investor

Yayasan Pusaka Bentala Rakyat menerbitkan suatu laporan tahunan mengenai penggundulan hutan yang terjadi di Papua dan Kalimantan Tengah (3/2)[19]. Perhatian utama dalam laporan ini adalah kisah kesusahan puluhan pejuang lingkungan karena menjadi korban pelanggaran HAM yang diduga dilakukan oknum aparatur negara dan pihak korporasi. Terkait deforestasi dan kejahatan lingkungan, pada Maret-Mei 2020 melalui citra satelit ditemukan deforestasi lahan seluas 1.488 ha pada areal kelapa sawit. Yang terbesar di wilayah Manokwari (372 ha), di wilayah Merauke (372), di Boven Digoel (222 ha) dan di Bintuni (110 ha)[20]. Menurut suatu laporan lain lagi oleh Indonesian Monitoring Coalition (koalisi ini terdiri dari 11 NGOs) deforatesi di Papua sangat meningkat selama administrasi Presiden Jokowi. Selama 20 tahun terakhir areal hutan alami dikurangi dengan 663,433 ha; 71% dari deforestasi ini terjadi selama kurun waktu 2011-2019. Maka rata-rata deforestasi di Papua sekitar 34,000 ha per tahun; puncaknya tahun 2015: 89,000 ha.  Selama kurun waktu 2015-2019 (kabinet Jokowi I) Papua kehilangan 298,600 ha. Deforestasi yang paling besar adalah di wilayah Merauke (123,000 ha), Boven Digul (51,600 ha), Nabire (32,900 ha), Teluk Bintuni (33,400 ha), Sorong (33,400 ha) dan Fakfak (31,700 ha)[21].

Bahan ini sangat aktual dan relevan mengingat bahwa persoalan-persoalan sekitar investasi, peranan korporasi, perusakan lingkungan dan ekonomi masyarakat asli, ramai dibahas dan diprotes baik didalam negeri maupun di luar negeri. Sementara waktu pejabat-pejabat Indonesia mengadakan kampanye mengenai ‘berkatnya kelapa sawit buat ekonomi’ dalam upaya untuk membentuk opini publik[22]. [INFO laterbelakang selama Des 2020-Jan 2021: [a] Korindo memulai proses hukum di Hamburg untuk menghentikan kegiatan sejumlah LSM yang menyemara namanya sebagai produsen, a.l. minyak kelapa sawit di Papua; [b] 90 LSM siap lawan Korindo di Hamburg[23]; [c] di Swiss suatu referendum diadakan menyangkut penolakan minyak kelapa sawit dari Indonesia[24]; [d] Keuskupan Agung Merauke mendukung investasi di Merauke dan menandatangi MoU (5/1) dengan perusahaan kelapa sawit (salah satu anak perusahaan Korindo) guna menerima bantuan sekitar 1 M setahun selama 3 tahun[25]; [f] aktivis serta umat katolik menolak MoU itu, minta dicabut kembali[26];]

[5] Sekitar kasus pelanggaran HAM 2020 di Tanah Papua

Dalam laporan tahunan yang berjudul “Tak Surut Meski Pandemi”[27]Yayasan Pusaka Bentala Rakyat memberikan gambaran mengenai pelanggaran HAM di Tanah Papua selama tahun 2020. Sepanjang 2020 terdapat 42 kasus yang menyangkut: hak atas hidup, hak atas kebebasan ekspresi dan berkumpul, hak atas rasa aman, hak atas hidup yang lebih sejahtera dan hak atas pekerjaan yang layak. Kebanyakan kasus adalah dalam kategori ‘hak atas hidup’. 16 Kasus (kekerasan, penganiayaan dan pembunuhan) dengan pelaku utama TNI/Polri, non-militer dan korporasi; 14 warga sipil korban meninggal dunia, tiga diantaranya pelayan agama, pembunuhan diluar proses hukum (termasuk yang dialami Luther Zanambani dan Apinus Zanambani tgl 21 April 2020). 6 Kasus menyangkut ancaman terhadap pembela HAM lingkungan dengan pelaku negara (TNI/Polri, pemda, Satpol PP, kepala kampong, kepala distrik) dan perusahaan atau pendukung perusahaan.

[6] Sekitar OTSUS

Sudah tentu bahwa awal tahun ini soal Otsus tetap menuntut perhatian besar. Dalam pernyataan resminya (2/2) Pemerintah Provinsi Papua mengangkat 5 aspek inti yang perlu diberikan perhatian penuh dalam revisi UU Otsus ini waktu mau di bahas di DPR di Jakarta[28]. Lima aspek itu adalah: [1] Otsus, intinya tentang pengakuan dan penyerahan kewenangan; kewenangan Pusat, Provinsi, Kabupatan, dan Kota; [2] keuangan, struktural yang saling terkordinir supaya kabupaten, kota punyai hubungan yang terikat dengan provinsi; [3] satu sumber dana yakni Otsus, di dalamnya ada pengaturannya, tidak seperti sekarang ada dan DAK, DAU dan Sumber lainnya; [4] perangkat kebijakan agar jangan ada kebijakan pusat, kota, kabupaten dan provinsi yang tumpah tindih lagi; dan [5] meminta pemerintah pusat menekankan aspek hukum dan HAM. [INFO laterbelakang selama Des 2020-Jan 2021: [a] tetap penolakan Otsus Jilid II secara massal; 600.000 orang menandatangani ‘petisi penolakan otsus’[29]; [b] pemerintah Pusat tetap akan melanjutkan Otsus menjadi Otsus Jilid II, dengan segala koordinasi dipusatkan di Jakarta, [c] draf Otsus Jilid II sudah ditetapkan sebagai bahan pembahasan DPR RI, [d] pasal-pasal yang akan diubah adalah pasal 34 (keuangan) dan 76 (pemekaran), [e] revisi ini dikawatirkan MRP karena menurutnya a.l. akan menuju meniadakan wewenang MRP/Gubernur dalam penetapan rencana pemekaran di Papua; [f] perwakilan dari MRP sudah menyatakan bahwa akan tolak perobahan itu[30].]

Sekarang UU Otsus sudah mulai dibahas dalam DPR RI. Menarik untuk mendengar dua interupsi yang diadakan oleh wakil rakyat pilihan Papua. Bp Willem Wandik menekankan bahwa persoalan Otsus perlu dibahas dalam perspektif mencari solusi yang komprehensif. Jangan-jangan membahas sepotong-potong saja. Dalam 3 tahun mendatang perlu dicari suatu solusi dan hanya dalam kerangka konsep yang menyeluruh solusi itu UU Otsus dapat direvisi dengan baik. Sedangkan Bp. John Siffy Mirin menarik perhatian pada keinginan rakyat Papua. Penolakan massal oleh organisasi-organisasi di Papua menyangkut baik Otsus dan pemekeran.  Selanjutnya ia mengingatkan teman-teman di DPR RI bahwa menurut artikel 77 UU Otsus menyatakan bahwa usulan perubahan atas UU dapat diajukan oleh rakyat Provinsi Papua. Draf UU yang sekarang sedang dibahas di DPR RI “dibuat sepihak dan mengabaikan Otsus Papua artikel 77” [31].

[7] Sekitar Pemekaran di Papua

Soal yang sangat berkaitan dengan revisi Otsus Jilid II adalah isyu rencana pemekaran besar-besaran di Papua. Ternyata di pusat pemerintahan sudah ada rencana yang cukup konkrit dan tidak sabar lagi untuk melaksanakannya. Dalam UU Otsus sampai saat ini sebenarnya setiap rencana pemekaran perlu berasal dari masyarakat di Papua dan didukung dengan data penelitian saksama mengenai potensinya untuk bisa berhasil, artinya: untuk menunjang kemajuan/kesejahteraan bagi masyarakat lokal. Apa yang ditetapkan oleh pemerintah pusat sekarang ini sebenarnya hasil sepihak sekelompok pengusasa di Jakarta, dan tidak mengikuti prosedur yang ditetapkan dalam Otsus. Dasar penetapan pemekaran: buat para penguasa adalah info dari Badan Intelijen Nasional (BIN) di Papua, bukan berlandasan penilitian yang obyektif/ilmiah. Maka, tidak mengherankan juga bahwa pemerintah pusat ternyata ingin supaya peraturan pemekaran, secara khusus artikel 76 UU Otsus diubah, dan de facto diminta supaya dihapus sehingga memungkinkan ‘kebijakan top-down’ saja. Sudah tentu gaya ‘kebijakan dari atas ke bawah saja’ ini sekarang ditanggapi dengan sangat kritis oleh sejumlah pejabat dan aktivis di Papua, karena segala ‘unsur wewenang, alias otonomi’ mau dihilangkan, maka Otsus Jilid II menjadi ‘amplop kosong’ sejauh menyangkut wewenang otonom di Papua[32].  

[8] Sekitar rasisme: kasus Natalius Pigai dll

Kenyataan sikap rasisme di Indonesia telah menjadi sangat kentara melalui ‘peristiwa Surabaya’ (aug 2019) serta dampaknya secara khusus di Papua. Selama minggu-minggu terakhir kenyataan itu semakin muncul di permukaan lagi melalui kasus penghinaan rasis yang ditujukan kepada seorang tokoh Papua, mantan anggota Komnas HAM, Natalius Pigai[33]. Pelakunya, ketua Kelompok Pendukung Presiden Jokowi, Ambrosius Nababan sudah dilaporkan ke polisi dan sedang dalam tahanan. Namun ada tokoh-tokoh pemerintahan lainnya yang juga menarik perhatian karena ungkapan rasisnya. Misalnya pernyataan mantan kepala BIN, Hendropriyono, yang ingin menyelesaikan masalah di Papua dengan memindahkan paksa 2 juta orang Papua ke Manado supaya mereka bisa menjadi “orang Indonesia”. Terdorong oleh pernyataan semacam tadi, muncul inisiatif dari seorang Papua, Ambrosius Mulait, Ketua Mahasiswa Papua Pengunungan Tengah, untuk membawa lima pejabat tinggi ke ranah pengadilan. Lima pejabat itu: menko Maritim dan Investasi, Luhut B. Pandjaitan; gubernur Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X; menko Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud, M.D.; mantan Kepala Badan Intelijen Nasional, Hendropriyono; dan wakil walikota Malang, Sofyan Edi Jarwoko[34].

[9] Sekitar perayaan HUT ‘Masuknya Injil di Papua’ yang ke-166

Perayaan tahunan ‘Hari Masuknya Injil di Papua’ yang ke-166 (5/2). Lazimnya perayaan ini ditandai banyak diskusi/webinar sekitar tema ‘keagamaan serta misinya’[35] dan acara peringatan di gereja-gereja (bagian kegiatan ini cukup terbatas karena covid-19). Signifikan juga bahwa Sekretariat Keadilan, Perdamanaian dan Keutuhan Ciptaan (SKPKC) Fransiskan Papua menyambut Hari Raya ini dengan ucapan berbahagia yang dilengkapi dengan kutipan dari Alkitab, sbb: “Bukalah mulutmu untuk orang yang bisu, untuk hak semua orang yang merana. Bukalah mulutmu, ambillah keputusan secara adil dan berikanlah kepada yang tertindas dan yang miskin hak mereka” (Amsal, 31:8-9)[36]. [INFO laterbelakang selama Des 2020-Jan 2021: [a] sering dipertanyakan: dimana suara para pimpinan agama[37]; [b] ‘silent diplomacy’ oleh sejumlah pejabat gereja, uskup, - pertemuan dengan Menkopolhukam, dgn staf Presiden - diragukan bobotnya serta efektifitasnya[38]; [c] kekompakan antar para ‘pelayan pastoral’ di gereja dipertanyakan; [d] peranan kenabian perlu lebih vokal dan mencerminkan kepedulian Gereja (Katolik) di Papua dan KWI di tingkat nasional Indonesia.]

[10] Sekitar soal hukum /keadilan

 

Berita pertama yang cukup menggembirakan bahwa tiga terdakwa ‘makar’ yang diadili di Sorong dinyatakan tidak bersalah, maka dinyatakan bebas (3/2). Marten Munk, Simon Sasior dan Yakobus Asem pernah ditangkap Polres 23 April 2020. Mereka dikaitkan dengan suatu pembunuhan terhadap seorang brimob di Bintuni. Mereka ditangkap ditengah hutan, karena membawa busur dan anak panah dan parang, hingga dituduh terlibat dalam pembunuhan itu dan terlibat dengan aktivitas KNPB (Komite Nasional Pembebasan Papua). Selama proses pengadilan menjadi jelas bahwa tuduhan ini tidak dapat dibuktikan sama sekali, sehingga akhirnya dinyatakan bahwa ‘salah ditangkap’[39]. Syukurlah akhirnya menjadi jelas dan bebas; hanya kasihan bahwa selama 10 bulan perlu duduk di penjara…! 

 

Cerita masih lain berhubungan dengan Adam Sorry, ketua KNPB yang divonnis 6 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri di Sorong (9/2). Dia dituduh terlibat dalam pengadaan kekerasan yang berakibat kematian seorang. Yang menjadi soalnya, Adam Sorry ini divonnis sebelum pleidoi tim pembelanya dimusyawarahkan majelis hakimnya. Persidangan (9/2) dimaksudkan untuk pembacaan pleidoi/nota pembelaan. Lazimnya sesudah tu sidang diskors dan ditunda beberapa hari supaya isi pleidoi dapat dimusyawarahkan oleh majelis hakim. Tetapi dalam hal ini memang sidang diskors beberapa detik saja, lantas vonnis dibaca. Maka, jelas, hakim tidak menghiraukan sedikitpun isi pleidoi tim pembela. Tim pembela tidak dapat menerima prosedur demikian dan berrencana untuk melaporkan hakim kepada Komite Yudisial[40].

 

Sedangkan kepolisan di Merauke dituding melakukan penahanan sewenang-wenang terhadap aktivis KNPB di daerah setempat. Sejumlah aktivis (13) KNPB ditahan sejak 13 Des 2020 karena alasan ‘makar’.  Tigabelas tahanan ini ditangkap di kantor KNPB di Merauke, dan sebelum dibawa ke markas kepolisian mereka disiksa, dipukul, diinjak tanpa ampun. Karena penangkapan mereka disertai kekerasan (dipukul, dilukai) oleh pihak aparat, dan tidak sesuai prosedur (tanpa surat penangkapan dan penjelasan alasan), tim pembela menuntut suatu sidang prapengadilan. Dalam sidang itu (25/1) tuntutan tim pembela tidak diterima oleh hakim, maka mereka ditahan terus. Sekarang dipertanyakan lagi kenapa perkaranya sampai saat ini (9/2) belum diserahkan kepada pihak Kejaksaan Negeri Merauke, sedangkan mereka tetap ditahan. Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua menegaskan hal-hal berikut: [a] Kapolda Papua cq Kapolres membesakan ke-13 aktivis KNPB apabila keterlambatan pelimpahan berkas (karena kekurangan bukti); [b] Kapolda Papua segera perintahkan menindaklanjuti ‘dugaan tindak pidana dan pelanggaran kode etik kepolisian’; [c] Kapolda Papua segera perintahkan Kapolres melimpahkan berkas ke Kejaksaan Negeri Merauke[41].

Tambah lagi bahwa menurut direktur LBH Papua, Emanuel Gobay, salah satu tahanan, bernama Kristian Yandum, dalam keadaan sakit sekali/kritis, karena luka-luka yang terdapat selama proses penangkapan dan penginterogasi.  Namun pihak kepolisian tidak memberikan pelayanan medis yang dibutuhkan. Tanggal 13 Jan 2021 LBH Papua mengirim surat permintaan pelayanan medis ke polisi namun baru dijawab tgl 8 Feb 2021, dan pada saat itupun baru dibawa ke rumah sakit Angkatan Laut. Kesannya bahwa disitu pun pelayanannya tidak optimal[42].

 

Akhirnya juga suatu berita tingkat nasional. Akhir ini diketahui bahwa di Kalimantan seorang tahanan, Herman (39) – diduga pencurian dua telpon genggam – disiksa dalam pertahanan sampai meninggal dunia maka Komnas HAM meminta Kapolri mengambil langkah untuk mengatasi fenomena kekerasan oleh oknum kepolisian yang berulang. “Penting bagi Kapolri untuk membuat kebijakan internal untuk ‘zero toleransi’ untuk penyiksaan”, kata M Choirul Anam (Komisaris Komnas HAM). Menurut Anam kebijakan ‘zero toleransi’ terdiri dari dua dimensi yakni, penegakan hukum dan pencegahan. Penegakan: yang melakukan praktik kekerasan perlu dijatuhi hukuman serius; Pencegahan: membekali cara-cara mencegah tindakan penyiksaan sejak di Akademi Kepolisian[43].

 

[11] Sekitar Covid-19 di Papua

 

Selama beberapa bulan terakhir Covid-19 kelihatan makin berkembang. Lihat daftarnya dibawah:

Keadaan Provinsi Papua tgl. 25 NOVEMBER 2020 dibandingkan tgl 9 FEBRUARI 2021

 

COVID-19

Jumlah positif

Jumlah dirawat

Jumlah sembuh

Jumlah meninggal

Periode 25 Nov ‘20 – 9 Feb ‘21

25/11

/’20

9/2

/’21

25/11/’20

9/2

/‘21

25/11/’20

9/2

/’21

25/11

/’20

9/2

/’21

Kota Jayapura

5474

7387

1415

905

3967

6355

92

127

Kab Mimika

3112

4356

450

415

2630

3903

32

38

Kab Biak Numfor

718

1012

273

118

421

854

24

40

Kab Jayapura

717

1041

133

141

561

861

23

39

Kab Nabire

380

429

74

37

294

378

12

14

Kab Jayawijaya

214

555

24

100

189

454

1

1

Kab Merauke

188

606

18

180

170

396

0

30

Kep. Yapen

180

239

44

53

131

179

5

7

Kab Keerom

139

182

29

15

108

162

2

5

Kab Asmat

99

162

22

0

74

159

3

3

Kab Superiori

63

75

7

3

56

72

0

0

Kab Boven Digoel

41

245

4

54

37

189

0

2

Kab Sarmi

31

31

8

8

23

23

0

0

Kab Tolikara

27

29

0

2

27

29

0

0

Kab Lanny Jaya

27

27

0

0

26

26

1

1

Kab Paniai

21

36

3

4

17

31

0

1

Kab Mappi

19

211

5

64

14

146

0

1

Kab Yalimo

15

15

0

0

15

15

0

0

Kab Peg Bintang

8

9

0

0

8

9

0

0

Kab Mambera-

mo Tengah

4

4

0

0

4

4

0

0

Kab Puncak Jaya

3

3

1

1

2

2

0

0

Kab Waropen

1

1

0

0

1

1

0

0

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Total 

11481

16657

 

2100

12,6%

8775 76%

14248

85,5%

196 

2%

309 

1,9%

 

 

 

 

Jumlah tes

90.487

108338

 

Dalam 2 ½ bulan terakhir: [1] Jumlah Infeksi total: naik 45%; [2] beberapa wilayah mengalami kenaikanyan yang sangat tinggi: Mappi (1.100%), Boven Digoel (600%), Merauke (300%), dan Jayawijaya (250%). Tambah lagi bahwa Merauke menunjukkan suatu persentase kematian yang sangat tinggi, yakni 5%. Wilayah yang dicatat dalam warna ‘biru muda’, dugaan kami bahwa tidak ada data baru tersedia. Vaksin sudah mulai tersedia, namun belum jelas bagaimana persis kebijakan proses rencana invaksinasi masyarakat di Papua.

 

Walau sejumlah peraturan yang bertujuan membatasi penyebaran Covid-19 masih diberlakukan, kesan umum – sewaktu berjalan di kota Jayapura – bahwa pada umumnya masyarakat tidak terlalu pusing dan di kota ini keramaian bisasa-biasa saja, sedangkan pemakaian masker sangat kurang. Untuk menjaga ‘ketaatan’ pada protokol kesehatan ternyata suatu peran besar diberikan kepada pasukan TNI[44]. Mereka diandalkan untuk membuat promosi kesadaran masyarakat maupun memantau pengindahan protokol[45]. Mungkin juga karena menjalankan tugas itu (atau sudah membawa dari luar?) ternyata sejumlah anggota TNI terpapar covid maka juga menjadi sumber penyebarannya[46].

 

Sedikit sekitar pendidikan. Sudah tentu selama masa Covid-19 ini kita semuanya dibiasakan dengan proses belajar-mengajar dari rumah atau secara daring. Di Jayapura diambil keputusan supaya sementara waktu cara demikian masih diberlakukan karena kasus covid-19 di Jayapura tetap tinggi. Ada yang setuju dan yang tidak setuju. Katanya: 60% orang tua setuju, sedangkan 40% tidak. Akhirnya Walikota memutuskannya: tetap tutup sekolah[47]. Pada umumnya sekolah-sekolah di Papua yang selama ini tidak menjalankan proses belajar-mengajar secara tatap muka belum akan dibuka untuk proses belajar-mengajar yang ‘normal’. Ada satu dua saja yang awal Februari mulai membuka pintunya kembali.

Catatan Refleksi TvdB: Mungkin sangat penting juga untuk mengetahui dampaknya proses belajar-mengajar ini, bukan saja dari segi kwalitasnya saja (misalkan kesiapan serta kreativitas para guru), namun juga sejauh mana ‘proses darurat’ ini akan menghasilkan suatu generasi yang dibekali dengan pengetahuan namun kurang diantar dalam pembentukan karakternya. Atau: sejauh mana dan berapa banyak anak akhirnya tertinggal karena tidak memiliki fasiltas daring yang memadai untuk memanfaatkan proses belajar-mengajar dari rumah. Data, terutama mengenai ‘jumlah anak yang tertinggal’, sangat penting untuk dicari tahu secepatnya sehingga juga dapat mengambil tindakan/ kebijakan untuk berespons secara tepat atas masalah itu.  

 

[12] Serba-serbi: berita pendek varia

[a] kependudukan Papua: menurut data sensus 2020 jumlah penduduk di Papua menjadi 4.300.000. artinya pertumbuhan sebanyak 1.470.000 dibanding dengan hasil sensus 2010[48].

[b] banjir di wilayah Keerom: karena hujan turun terus di wilayah Keerom bagian besar dibanjiri secara hebat; juga lokasi-lokasi lainnya di sekitar Jayapura dan Sentani kena[49].

[c] organsiasi patriotis baru: ternyata suatu organisasi baru dilantik; namanya Barisan Pemuda Nusantara Papua. Latarbelakang serta programnya belum diketahui[50].

[d] trends/gerakan politik di pusat Indonesia:

·       tetap ada omongan mengenai niat orang/kelompok untuk menggeser Jokowi[51];

·       Moeldoko (kepala staf Jokowi) dituduh men’kudeta’ jadi Ketua Umum Partai Demokrat[52];

·       posisi elektabilitas partai politik Indonesia: menurut survey ahkir Jan 2021, PDIP 23,1% (turun 8,3%);  Gerindra 12,6%; Golkar 9,1%; Demokrat 8,2% (naik 5%); PKS 7,7%; PKB 6,4%; PSI 4,8%; NasDem 3,5%; PPP 2,0%; Parta Ummat (partai baru Amin Rais) 1,1%; PAN 1%[53].

·       Makin banyak orang yang kritis (pada pemerintah) dilaporkan ke polisi. Praktik ini ditanggapi Jusuf Kalla[54]

·       Jusuf Kalla menilai masalah utama dalam demokrasi disebabkan mahalnya demokrasi sendiri; lihat saja pada ‘lingkaran setan: untuk dipilih menjadi pejabat perlu uang banyak; maka perlu ‘meminjam’; maka perlu ‘dikembalikan’ sewaktu berjabatan; maka jadi korupsi[55].

 



[10] Jubi, 10-11 Feb, hlm 3.

[14] Jubi, 5-6 Feb 2021, hlm 15

[19] Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, website: pusaka.or.id Laporan: Ancaman Kepada Pembela HAM Lingkungan Papua Tahun 2020, 3 Feb 2021 https://betahita.id/news/detail/5898/2020-tahun-penuh-bahaya-bagi-pembela-ham-lingkungan-papua.html?v=1612421959

[21] CNN Indonesia, February 11, 2021; via APSN@asia-pacific-solidarity.net 13/2 2021

[27] Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, website: pusaka.or.id Laporan: Tak Surut Meski Pendemi, 3 Feb 2021; dan Jubi, 8-9 Feb 2021, hlm 2. 

[36] WA SKPKC-FP tgl 5 Feb 2021

[39] Jubi, 5-6 Feb 2021, hlm 3.

[40] Jubi, 10-11 Feb 2021, hlm 2.

[41] Jubi, 10-11 Feb 2021, hlm 19

[47] Jubi, 1-2 Feb, hlm 4

[55] https://www.genpi.co/polhukam/86905/jk-kasih-tanggapan-dingin-ke-istana-tolong-kasih-solusi 

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.