Monday, November 22, 2021

PAPUA 2021 Akhir Oktober - 20 November (In Bahasa)

 PAPUA  2021

Akhir Oktober - 20 November

Oleh: Theo van den Broek

 

[1] POKOK PERHATIAN UTAMA: keadaan di Papua dinilai ‘darurat militer’ dan ‘darurat kemanusiaan’, dan dibiarkan begitu! 

Dalam konperensi pers ttgl 8 November 2021 bertempat di LBH Papua (Abepura) terungkap keprihatinan masyarakat Papua, secara khusus masyarakat asli Papua, mengenai situasi dewasa ini. Selama Konperensi Pers ini diberikan kesempatan kepada sejumlah wakil daerah untuk mengungkapkan situasinya. Kesimpulannya: Papua dalam keadaan ‘darurat militer’ dan ‘darurat kemanusiaan’. 

Ada pelaporan dari wakil Kab Puncak, Intan Jaya, Yahukimo, Pegunungan Bintang. Maibrat dan Nduga. Mereka semua bergabung dalam “Solidaritas Rakyat Papua Tolak Kekerasan Negara” (SORAKPATOK). Pada dasarnya ditekankan bahwa masyarakat sekarang tidak dapat hidup lagi dengan tenang dan nyaman. Jumlah pengungsi masyarakat Papua sekarang sudah meningkat menjadi sekitar 50.600 orang. Mereka mengungsi karena dalam kampongnya tidak aman lagi karena operasi militer. Apalagi tempat perlindungan yang sampai saat ini dianggap aman, seperti Gereja, sudah tidak aman lagi setelah terjadi penembakan di Gereja di Sugapa, Intan Jaya (5/11). Yang sangat mengganggu juga bahwa semua pengungsi ini tidak diberikan perhatian oleh pemerintah nasional maupun lokal. Pemerintah pusat hanya sibuk dengan pengiriman pasukan, alias keamanan, dan pemerintah setempat kelihatan lumpuh atau masabodoh, atau dilumpuhkan, dimasahbodohkan. Nasib masyarakat biasa yang terpaksa mengungsi dibiarkan nasibnya, penderitaannya, kelaparannya, penyakitnya, entah kenapa.

Selanjutnya ditekankan bahwa dalam proses ‘militarisasi wilayah secara sistematis’ terciptakan konflik horizontal di wilayah-wilayah yang mau dikuasai ini. Konflik horizontal bukan saja antara masyarakat asli Papua dan masyarakat non-Papua, namun juga antara suku masyarakat asli Papua sendiri seperti di Yahukimo, atau kelompok kepentingan yang berbeda dalam masyarakat asli Papua (para elit/pegawai dan masyarakat biasa). Juga kebijakan pemekaran dinilai sebagai salah satu strategi untuk memilitarisasikan seluruh wilayah Papua. 

Strategi demikian juga dikaitkan dengan kepentingan ekonomis negara, yakni menguasai segala sumber alam yang berlimpahan di Papua ini. Perluasan wilayah konflik kelihatan dikembangkan secara sistematis; yang terakhir ini menyangkut Pegunungan Bintang. Kerusuhan disitu, kesannya kuat, ‘diciptakan’ dan tidak jelas siapa-siapa aktor sebenarnya. Bukan saja Kiwirok menjadi tempat rusuh, namun seluruh wilayah ditargetkan menjadi kacau dan menjadi wilayah pengoperasian militer-polisi. 

Dalam konperensi pers ini para aktivis yang bergabung dalam jaringan solidaritas ini mengajak para mahasiswa, pelajar dan pemerintah setempat untuk bangkit berdiri dan mengambil peranan. Pemerintah setempat ada di mana, Gubernur ada di mana, DPRP/D ada dimana? Peran pemerimtah serta lembaganya seperti DPRP/D sangat diharapkan, hingga tidak membiarkan ‘tragedi kemanusiaan’ dewasa ini berlanjut terus. Rakyat merasa ditinggalkan! [1] Kapan instansi-instansi yang semestinya bertindak dapat diharapkan bergabung dengan para tokoh (LSM, Adat, Agama) yang peduli dan aktif menyuarakan harapannya? Kapan kita semua yang berkehendak baik dapat bergabung untuk BERSAMA berupaya mencari suatu solusi dalam konflik di Papua sambil memilih jalan damai dan mengakui martabat serta hak setiap orang? 




Video: Jumpa pers [2]


Beberapa hari kemudian (11/11) Gereja Katolik menyusul. Mereka mengadakan konperensi pers dimana perwakilan dari 194 pastor Gereja Katolik di Tanah Papua menyampaikan suatu seruan moral dan perdamaian. Selain mengimbau gencatan senjata TNI/Polri dan OPM, mereka juga berharap dunia internasional memberikan perhatian lebih besar pada konflik di Papua dan mendukung upaya perdamaian secara aktif.[3]

 

[2] KEAMANAN dan OPERASI TNI/POLRI dan TPNPB

[a] situasi Intan Jaya makin parah: sekitar 26 Oktober 2021, hari berturut-turut terjadi kontak senjata antara TNI-Polri dan TPNPB di wilayah Intan Jaya. Kontak senjata pada hari-hari itu diwarnai oleh kematian seorang anak kecil (2 tahun), dan seorang anak terluka (6 tahun). Situasi juga diwarnai suatu kesaksian yang sangat berani dari seorang imam katolik yang ditengah segala penembakan mencari tempat dimana dia dapat dilihat oleh keduabelah pihak yang bertembak. Ia mengajak mereka berhenti penembakan, dan akhirnya berhasil, hingga TPNPB mundur dan sejumlah orang yang terjebak di medan penembakan diselamatkan. Peningkatan penyerangan selama ini juga mengakibatkan bahwa seluruh kehidupan bermasyarakat macet dan banyak orang mencari perlindungan di pelbagai tempat kegerejaan. Jumlah pengungsi totalnya sekitar 3.000. Ketegangan berjalan terus sampai saat ini. Pada hari Jumaat 19 November terdapat kontak senjata lagi dan TPNPB sekali lagi meminta semua warga non-papua sipil untuk meninggalkan medan perang ini. [4]

Bukan saja di Intan Jaya, juga di wilayah Pegunungan Bintang pengoperasian militer berjalan dengan intensif. Pengoperasian ini juga ditandai penjatuhan bom-bom dari helikopter di pelbagai tempat pemukiman sedangkan puluhan rumah dibakar habis dan kebun dirusak. Disitu pun banyak orang meninggalkan kampung halamannya – diperkirikan sekitar 2.000 orang - dan menjadi pengungsi; untuk sebagian malahan mengungsi di negara tentangga, yakni Papua Nui Guinea (PNG).[5] Majalah TEMPO, 13 November 2021, memberikan laporan substantif mengenai pengoperasian militer serta pemakaian mortir di Pegunungan Bintang. Dalam laporan itu juga diangkat persoalannya bahwa ‘ada kelompok lain terlibat’ dalam kerusuhan di Kiwirok. Belum jelas siapa-siapa itu. [6]Komnas HAM sampai dua kali mengirim suatu tim investigasi ke Pegunungan Bintang, dan berupaya menunjungi wilayah Kiwirok. Namun dua kali gagal, karena menurut pihak keamanan, keamanan tim tidak dapat dijamin. 

 

[b] korban tambahan: [1] dalam kontak senjata di Intan Jaya 26 Oktober, 2 anak tertembak, satu anak, Nopelinus Sondegau, meninggal (anak umur 2 tahun) dan satu anak, Yoakim Majau, dirawat di RS Timika (anak umur 6 tahun).[7] [2] Dalam kontak senjata yang sama seorang anggota TNI-Polri terluka. [3] Sementara 5 November ada berita dari pihak TNI-Polri bahwa seorang anggota TPNPB, Oce Belau, tewas dalam kontak senjata dan dua polisi terluka.  [4] Dua anggota TNI-Polri dilukai di Sugapa pada 7 November dan sedang dirawat di Timika. [5] Seorang ibu, Agustina Ondau (24 th),  tertembak 9 November oleh TNI dan dievakuasi ke rumah sakit di Timika, kemudian Jayapura. Pihak TNI-Polri telah meminta maaf atas penembakan itu. Sudah tentu, menurut banyak pihak permintaan maaf oleh pihak TNI dinilai ‘sangat mudah dan miskin’ dan tidak menyelesaikan masalahnya. Salahnya apa ibu ini, hingga ditembak? Masyarakat merasa sakit hati! [6] Dalam kontak senjata beriikut lainnya (14/11) TNI-Polri menembak mati seoang anggota TPNPB, Selon Songonau, di kampung Wandoga,distrik Sugapa. Semuanya ini terjadi akhir ini di wilayah Intan Jaya

[7] Sementara di wilayah Pegunungan Bintang kurang diketahui apakah ada orang tewas. Sedangkan [8] di Nduga seorang warga sipil terluka – sudah dievakuasi ke Timika - sewaktu TPNPB menyerang  dan membakar salah satu tangki solar milik perusahaan aspal di Kenyam, sub-distrik Nduga (16/11). [8] [9] Dan baru ini saja sekali lagi ada serangan di Yahukimo; kali ini Koramil Suru-suru diserang dan satu orang parjurit, Sertu Ari Baskoro, tewas dan satu prajurit terluka serius (20/11).[9]

 

[c] kehilangan orang: yang masih sangat memprihatinkan juga adalah ‘gejala’ kehilangan orang. Dalam laporan lalu (1-15 Okt) kami sudah menyebutkan seorang, Sem Kobagau (Intan Jaya) yang hilang sejak 5 Oktober 2021 setelah ditangkap oleh pihak keamanan. Setahu kami belum ada kejelasan lanjut sampai hari ini. Baru ini juga ada berita bahwa dua orang hilang di Pegunungan Bintang. Mereka adalah seorang pelajar SMA, Asyen Kasibmabin (17 th), dan Jekson Sitokmabin (20 th). Mereka hilang sejak 18 Mei 2021. Kasus hilangnya dua warga yang terjadi setelah ada insiden penembakan di sekitar Desa Yapimakot dan Desa Wanbakon. Itu telah dilaporkan kepada polisi, namun hingga kini kedua warga belum ditemukan.[10]

 

[d] tambahan pasukan: walau dinyatakan oleh calon Panglima TNI akan menerapkan pedenkatan non-militer, beliau sekaligus menyatakan akan ada penambahan pasukan. Sudah ada dua berita yang nyatanya mendukung rencana penambahan itu.  450 Prajurit Tempur berasal dari Batalyon Infanteri 711/Raksatama yang tergabung dalam satuan tugas yang diberangkatkan ke Papua dengan kapal perang TNI KRI Banjarmasin-592.[11] Ditambah lagi 450 Pasukan Pemukul Yonif Para Raider 328 Kostrad akan dikirimkan ke basis kuat KKB Papua Intan Jaya.[12]

 

[d] impunitas di Papua: praktisi Hukum dan Advokat HAM Papua, Gustaf Kawer, mengatakan Komnas HAM dan Pemerintah Pusat dan Kabupaten di Tanah Papua punyai andil besar dalam melanggenkan impunitas bagi pelanggar HAM (13/11). Pendapat ini terungkap sambil menanggapi kekarasan yang terjadi di Intan Jaya sejak Desember 2019 hingga saat ini. Instansi-instansi yang tadi sebutkan memiliki kewenangan khusus untuk menegakkan HAM. Mereka diam saja; saling lempar kewenangan. Tugas siapa untuk tuntaskan kasus pelanggaran HAM, termasuk penembakan pdt Zanambani, dan baru ini Nopelinus Sondegau (2 tahun) dan penembakan seorang ibu biasa, Augustina Ondau?  Dengan sikap diam, membiarkan dan tidak bertindak, para instansi tadi turut memperkuat praktik impunitas terhadap para pelaku penggaran HAM.[13]

 



[3] PENGUNGSI-PENGUNGSI DI PAPUA dan SUASANA WILAYAH KONFLIK





[a] 
peningkatan pengungsi
 : 
baik di Intan Jaya maupun di Pegunungan Bintang jumlah pengungsi makin meningkat. Ditambah pada yang sudah ada di Yahukimo, Nduga, Puncak dan Maybrat, jumlahnya sekarang sampai sekitar 50.000. Jumlah besar orang ini adalah merupakan warga yang biasa dan tak berdosa. Mereka terpaksa meninggalkan segala apa karena ketakutan pengoperasian militer selama dua tahun lebih terakhir ini. Tambah lagi bahwa mereka kurang diberikan perhatian oleh instansi yang berkewajiban, maka makin banyak korban kelaparan, penyakit dan stress. Pengabaian penanganan pengungsi oleh pemerintah dinilai sudah keterlaluan dan sangat memalukan, sekaligus mencerminkan sikap ‘tak peduli dengan orang asli Papua’. ‘Dengan negara diam dan diam, akan membenarkan fakta bahwa tidak ada masa depan orang Papua dalam Indonesia’, tegasnya Gustaf Kawer.[14]

 

[4] OTSUS & PEMEKARAN & POLA PEMBANGUNAN DI PAPUA

[a] Mahfud jelaskan alasan pemberian Otonomi Khusus: Menko Polhukam, Mahfud MD, mengungkapkan bahwa kebutuhan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) adalah alasan utama pemerintah dalam menyusun UU No. 2 Tahun 2021 mengenai Otonomi Khusus (Otsus). Penjelasan ini diberikan (16/11) berhubungan dengan permohonan MRP (Majelis Rakyat Papua) pengujian UU Otsus Papua ke Mahkamah Konstitusi (MK). Menurutnya UU Otsus Papua telah mengatur arah pembangunan Papua secara menyeluruh, dan akan melakukan pendekatan kesejahteraan melalui peneguhan di berbagai sektor, seperti politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Dia menjelaskan juga bahwa pemerintah melakukan pendekatan bottom up (dari bawah ke atas) dan top down (dari atas ke bawa) dalam mengimplemnetasikan kebijakan dan program-programnya. “Agar terjadi akselesrasi dan akurasi sesuai dengan yang diharapkan, misalnya dalam penggunaan dana Otsus”, jelasnya. [15]

 

[5] SOAL HUKUM /KEADILAN

[d] pemutusan internet dinyatakan sah: berita yang sangat memprihatinkan adalah berita bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyatakan bahwa pemutusan hubungan internet selama saat keresahan sosial adalah sah! Contohnya: pemutusan internet sewaktu protes anti-rasis di Papua 2019 sekarang dibenarkan adalah sah. Sudah tentu bahwa keputusan ini merupakan suatu preseden yang berbahaya, karena isinya dapat diandalkan oleh pihak pemerintah/keamanan untuk memutuskan hubungan internet kapan saja mereka menilai ‘perlu dan sah’.  Tahun lalu suatu Kantor Pengadilan di Jakarta menyatakan bahwa tindakan yang dimaksud tadi tidak sah dan meminta Jokowi untuk meminta maaf atas tindakan itu selama ‘krisis rasis di Papua 2019’. Alasannya karena mengurangi kebebasan pengungkapan pendapat dan dapat meningkatakan penindasan terhadap rakyat. ‘Keputusan sekarang ini dapat turut makin menghilangkan baik kebebesan ekspresi maupun sikap demokrasi yang sejati di Indonesia’, penilaiannya Aliansi Jurnalis Independen.[16]  

 

[6] PENDIDIKAN, KESEHATAN dan EKONOMI RAKYAT di PAPUA

[a] pembukaan sekolahkarena jumlah korban Covid menurun signifikan di Jayapura, pemerintah kota sudah memulai membuka sekolah kembali. “Pasien covid-19 di Jayapura yang di-rumahsakit-kan sudah kurang dari 10 per 100.000 penduduk, dan kematian sudah dibawah 2 per 100.000”, kata walikota Jayapura. Sekolah akan dibuka namun dengan memperhatikan jumlah siswa/mahasiswa tidak lebih dari 50% totalnya kapasitas dan jumlah jam pengajaran disekolah dikurangi. Kebijakan ini mulai diterapkan sejak 25 Oktober 2021. [17]

 

[7] LINGKUNGAN, DEFORESTASI, INDUSTRI PERKEBUNAN

 

[8] MENUJU “PAPUA TANAH DAMAI”

[a] Gerakan menghadirkan damai: berkaitan dengan sejumlah insiden kekerasan selama ini mulai ada tanda inisiatif untuk ‘menghadirkan damai’. Di Kab Intan Jaya, Bupati Natalis Tabuni, kini berupaya berkomunikasi dengan kelompok bersenjata. Juga ada inisiatif dari anggota DPR Papua, John NR Gobai, yang juga Pengurus Dewan Adat Meepago, untuk mempertemukan perwakilan tokoh dari Intan Jaya dengan pihak otoritas seperti Sekda dan Kapolda Papua. Perwakilan tokoh dari Intan Jaya, beranggotakan a.l. Moses Belau dan Bartolemeus Mirip,  berfokus pada dua unsur aspirasi: [1] penolakan ekspolitasi Blok Wabu (pertambangan emas), dan [2] penarikan pasukan non-organik  dari Intan Jaya. Barthelomeus Mirip juga mengharapkan bahwa DPR Papua membentuk suatu panitia khusus; begitu juga MRP, Pemprov Papua, DPRD Intan Jaya dan Pemkab Intan Jaya. Dengan demikian komunikasi akan difasilitasi antara intansi otoritas hingga dapat menumbuhkan kebersamaan dalam mencari suatu solusi konflik secara bermartabat.[18]

 

[b] juru damai yang hadir di antara yang terancam: sewaktu peristiwa keganasan (kontak senjata serta penembakan warga sipil) di Intan Jaya akhir Oktober ini, kita semua dapat menyaksikan keberanian seorang imam setempat yang memasang badannya secara sangat konkrit dan dengan risiko yang besar, untuk melindungi para warga kampung/gerejanya. Ditengah penembakan dari pelbagai sisi (TNI-Polri dan TPNPB) dia dalam pakaian sebagai imam naik diatas suatu panggung dan sambil bersuara keras dan ‘berbahasa tubuh’ mendesak para penembak untuk berhenti penembakan. Hasilnya TPNPB mengundur diri dan sejumlah (6) petugas lapangan terbang yang terjebak diantara dua pihak yang saling menembak dapat diselematkan.[19] Dalam video yang beredar juga terdengar suara umat yang betul putus asa dan meminta perlindungan dari pater sebagai tempat pelarian satu-satunya yang masih sisa di tempat tinggalnya. Kesaksian imam ini bersama teman pastornya diharapkan membuat para penembak, entah dari kelompok manapun, sadar bahwa apa yang terjadi dewasa ini sudah melampuai segala batas kewajaran dan melawan segala nilai kemanusiaan. 

 

[c] seruan perdamaian bertubi-tubi: seusai peristiwa kekerasan yang mewarnai Papua selama beberapa bulan terakhir ini, baik di Maybrat, di Intan Jaya maupun di Pegunungan Bintang, pelbagai pihak menilai bahwa sudah waktu untuk membuka suara. Salah satu kami pasang di bagian paling atas. Isi konperensi pers oleh Solidaritas Rakyat Papua Tolak Kekerasan Negara. Dua lain lagi patut dicatat sebagai upaya untuk mencapai suatu keadaan yang memungkinkan menyelesaikan konflik di Papua dengan damai. Salah satu (31/10) adalah seruan dari imam-imam katolik diosesan Keuskupan Timika (37 orang), dan yang lain (11/11) adalah seruan moral dari para imam Gereja Katolik di seluruh Papua (lima keuskupan; 194 orang). Dalam kedua seruan, sebenarnya nada dasarnya sama: stop segala kekerasan, berikan kesempatan untuk berdialog, menyediakan suatu ‘jeda kemanusiaan’. Maka, kita dapat bernafas dan mencari suatu penyelesaian secara damai (perdamaian), berdasarkan pengindahan martabat setiap manusia (pengakuan), mengindahkan hak setiap orang (keadilan), dan berdasarkan pemahaman masalah yang sebenarnya (kebenaran). Seruan-seruan ini mengungkapkan harapan masyarakat luas di Papua yang pada dasarnya mau hidup dalam damai dan harmoni. [20]

 

[d] JDP minta Panglima TNI baru untuk mengubah strategi penyelesaian konflik di Papua: Jaringan Damai Papua (JDP) melalui jurubicaranya, Yan Warinussi, mengungkapkan harapannya supaya Panglima yang baru akan mengubah gaya penyelesaian konflik di Papua.  Pada dasarnya: stop segala kekerasan dan beralih pada komunikasi sejati hingga mencari tahu dengan teliti apa sebenarnya masalah di Papua. ‘Perlu membangun suatu pemahaman latarbelakang konflik ini, baru dapat melihat dengan cara mana masalahnya dapat diatasi’, tegasnya Yan. 

Selama ‘uji kelayakan dan kepatuhan’ sebagai calon panglima’ di DPR RI, Andika ditanyakan mengenai programnya bertalian dengan konflik di Papua. Beliau menjawab bahwa dia akan memakai suatu pendekatan yang ‘lebih lunak lewat skema memenangkan pertempuran tanpa peperangan’, dan tetap akan menambah pasukan. [Artinya ‘lebih lunak’ dan ‘bukan perang namun tambah pasukan’ sebenarnya kurang jelas artinya (TvdB).] Ternyata penyelesaian konflik di Papua merupakan salah satu program prioritas sesuai nanti dilantik sebagai Panglima. Di depan DPR RI Andika mengeluh karena jumlah prajurit TNI masih relatif minim. 

Pernyataan awal ini ditanggapi sejumlah perwakilan dunia aktivis HAM, dan pada umumnya dicatat dua hal: [1] pendekatan kekerasan/pengamanan sudah terbukti tidak tepat dan tidak akan menghasikan suatu solusi, maka perlu ditinggalkan betul; dan [2] sebenarnya bukan Panglima yang berwenang untuk menentukan strategi perdamaian di Papua, namun Presiden. Maka pertanyaan kepada calon Panglima ini sebenarnya salah alamatnya. Sejumlah akademikus dan aktivis hak asasi manusia ragu akan komitmen calon Pangima TNI, Jenderal Andika Perkasa, dalam menyelesaikan konflik Papua. ‘Tanpa dialog dan gencatan senjata yang disertai dengan penarikan pasukan, pendekatan nonmiliter yang Andika sodorkan sebatas retorika’, catatan mereka.[21]  

 

Selama Oktobe-November Papua sekali lagi sangat digoncangkan karena adanya konflik yang sedang ditangani dengan memakai kekerasan melulu. Baik Intan Jaya maupun Pegunungan Bintang menjadi medan utama ‘tragedi kemanusiaan’ di Papua selama dua bulan ini. Namun bukan saja disitu, kita perlu ingat juga wilayah Nduga, Yahukimo, Puncak dan Maybrat. Jumlah pengungsi Papua sudah meningkat menjadi sekitar 50.000 dan sengsara mereka makin hari bertambah. Selama bulan November ini banyak instansi mengangkat suaranya lagi dan meminta supaya kekerasan dihentikan dan suatu jalan yang bermartbat diprakarsai demi penyelesaian konflik ini. Juga tindakan nyata penuh risiko oleh kedua pastor di Intan Jaya menjadi tantangan bagi kita semua. Kita semua diminta untuk ‘memasang badannya’ demi pengindahan martabat setiap manusia. 

Juga dari piak-pihak yang langsung terlibat dalam peperangan ada suara yang memberikan harapan. Baik TNI maupun OPM menyatakan bersedia untuk berdialog. Yang masih menjadi suatu kesulitan bahwa kedua pihak itu masih memasang persyaratan yang menghalangi pemulaan dialog itu. TNI minta supaya dialog dalam kerangka NKRI saja[22], sedang OPM meminta supaya dialog ini difasilitasi oleh pihak netral, yakni PBB.[23] Ternyata juga isi dan sikap berdialog masih agak kabur. Pada saat Mahfud (Menkopolham) bicara mengenai dialog - soal Papua sering dibicarakan dengan pelbagai instansi/orang - sudah tentu bukan jenis dialog semacam itu yang dimaksudkan. 

Dialog yang sebenarnya dimaksudkan adalah suatu sikap dimana keduabelah pihak masuk tanpa ‘memasang kesimpulan dulu’ seperti ‘harga mati NKRI’ atau ‘harga mati Merdeka’. Dialog yang dimaksudkan adalah sarana pertemuan dan penukaran pikiran dan informasi guna mencapai suatu pemahaman permasalahan serta perumusan kebenaran bersama sebagai langka pertama. Lantas, langka kedua, mencari suatu solusi bersama secara bermartabat dan sesuai hukum serta hak asasi yang berlaku. Dengan kata lain, suatu dialog yang bermanfaat hanya dapat dimulai kalau ada keterbukaan benar-benar untuk meninggalkan segala konsep yang setengah-setengah serta stigmatisasi yang mengaburkan. Suatu keterbukaan yang hanya dapat terwujud kalau ada keingininan yang jujur tanpa ‘agenda tersembunyi’, keinginan yang jujur untuk bersama menjelaskan masalahnya  dan mencari jalan keluar yang terbaik dan bermartabat. Salah satu tanda keinginan demikian adalah bahwa baik TNI dan OPM sama-sama menyekapakti untuk gencatan senjata dan menarik pasukan masing-masing. Baru akan ada ruang untuk bernafas dan saling bertemu. Motivasi kita semua perlu jernih dan murni, yakni keinginan untuk saling menghargai dan menghaytai benar kewajibannya untuk bersama menciptakan suatu ruang hidup penuh damai bagi banyak orang. Proses kesitu pasti berbelit dan penuh emosi dan mungkin juga akan ditandai kesediaan untuk berkompromis di mana kebenaran dan kejujuran kita menjadi pegangan utama untuk menetapkan masa depan kita. Jawaban solusi adalah pada akhiran proses dialog sejati itu, bukan sebelumnya. (TvdB)

 

[9] GERAKAN POLITIK PEMERINTAH PAPUA & PAPUA BARAT

 

[10] TRENDS/GERAKAN POLITIK UMUM DI PUSAT INDONESIA dan INTERNASIONAL

[a] penggantian panglima TNI: Perhatian besar diberikan kepada proses penggantian Panglima TNI. Presiden Jokowi mengusulkan satu calon tunggal, Jendral Andika Perkasa, kepada DPR RI. Tugas DPR RI untuk mengadakan ‘uji kelayakan dan kepatuhan’ calon Panglima. Mendahului proses pengujian itu, sejumlah Organisasi Kemasyarakatan mengangkat dua hal penting untuk diuji lebih lanjut sebelum menyetujui pencalonan itu, yakni [1] sejauh mana keterlibatan calon Panglima ini dalam pembunuhan terhadap Theys Eluay di Papua, dan [2] soal kekayaannya yang fantastis (179 miliar Rupiah).[24] Walau dua hal ini bernunyi cukup serius, ternyata DPR RI memilih untuk tidak menyinggung kedua persoalan itu dalam proses pengujian. Entah kenapa? Dengan demikian proses pengujian berjalan lancar saja dan hasilnya dapat diramalkan, yakni pencalonan Andika Perkasa ini disetujui secara bulat oleh DPR RI dan beliau akan dilantik sebagai Panglima TNI. [25]

Bagi para pengamat politik tetap menjadi pertanyaan: sebenarnya proses pengujian ini untuk apa, kalau dua hal yang cukup serius menurut penilaian warga sipil banyak tidak diangkat dan ditanggapi? Sekali lagi menjadi pertanyaan: para wakil rakyat terpilih di DPR RI sebenarnya mewakili siapa?  (TvdB) 

 

[11] SERBA-SERBI – VARIA

[a] Dalam konperensi Gereja Kemah Injil (Kingmi) – awal bulan November di Timika - Pdt Tilas Mom dipilih sebagai Ketua Sinode Kingmi di Tanah Papua periode 2021-2026 (6/11). Beliau mengganti Pdt Benny Giay yang telah selama 10 tahun lebih mengabdikan diri sebagai Ketua Sinode Kingmi dan  sekaligus berperan signifikan sebagai Moderator Dewan Gereja Papua. Dalam pernyataan seusai Konperensi Sinode Kingmi sejumlah hal diangkat sbb: [1] rasa terima kasih pada pada Dirjen Bimas Kristen di Kementerian Agama, karena sekarang Sinode Kingmi Papua secara resmi diakui sebagai Sinode Gereja Kingmi di Papua; [2] mendesak segala upaya untuk menyelesaikan konflik di Papua melalui dialog; [3] menolak pemberlakuan pemekaran daerah baik kabupaten maupun provinsi; [4] mendesak pemerintah memperhatikan para pengungsi di Papua; [5] mendorong penyelesaian konflik antara TNI/Polri dan TPNPB secara damai; [6] menghentikan segala bentuk illegal logging, illegal fishing, illegal mining dan menolak bentuk surat izin investasi seperti surat izin Blok Wabu (Intan Jaya) dan surat izin kelapa sawit karena mengganggu ketentraman warga Gereja.[26]    

 

[b] drg. Aloysius Giyai, mantan Kepala Dinas Kesehatan Porvinsi Papua dan mantan Direktur Rumah Sakit Umum Jayapura telah dilantik menjadi Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Pegunungan Bintang (25/10). 

 

[c] wakil Presiden, Ma’ruf Amin, mengunjungi Papua sekali lagi. Kali ini untuk membuka Pekan Paralimpik Nasional (PEPARNAS) XVI Papua 2021 (5/11). 

 

[d] setelah berjalan dengan baik dan lancer selama sepekan, pada tanggal 13 November 2021, Presiden Jokowi dengan resmi menutup Peparnas XVI Papua 2021. Para atlet Papua menjadi juara umum dalam even olahraga nasional ini. “Memang Papua hebat!” Itulah ketegasan Bapak Presiden yang khusus datang ke Jayapura untuk menutup even ini.[27]

 

[e] Biak memenangkan menjadi juara perlombaan tahunan paduan suara, Pesprawi ke-XIII se-tanah Papua. 

 

[f] pihak keamanan menangkap ribuan bottle minuman keras pada jalan trans Jayapura menuju Yalimo/Jayawijaya. Pengangkutan ‘barang terlarang’ ini dikawal oleh dua anggota polisi dari Jayawijaya. [28]  Sedangkan di Manokwari, organisasi “Parlemen Jalan”(Parjal), suatu gerekan anti-miras, menolak tibanya lima container penuh dengan kaleng bir di pelabuhannya. Belum terlalu jelas apa yang akan dibuat oleh pihak yang berkewajiban. Sementara lima container ini masih ada di pelabuhan.[29]

 

[g] keluarga dari pembela HAM di Papua, Veronica Koman, dengan pelbagai cara yang sangat mengerikan. Ternyata pelayanan berupa ‘pembelaan hak asazi manusia’ membawa risiko banyak. Kenyataan itu dialami Veronica Koman sekeluarganya. Baru ini ada ledakan didepan rumah orang tuanya, sedangkan iparnya dikirim suatu bungkusan berupa ancaman. Polisi diminta menyelidiki kejadian-kejadian ini secara tuntas.[30]

 

[h] berita menarik. Meski berbasis agama Islam, ternyata 90% dari para mahasiwa yang berstudi di Universitas Muhammadiyah Papua adalah orang non-muslim. [31]

 

[i] ketua Kelompok Kerja Perempuan MRP, Ciska Abugau menyatakan bahwa keamanan para perempuan di Papua terancam oleh tiga hal, yakni {a} konflik bersenjata, {b} kasus tinggi HIV/AIDS, dan {c} kekerasan karena pemakaian alkohol.[32]

 

[12] CORONA VIRUS

Mengenai perkembangan Corona. Sudah sejumlah hari jumlah pasien berkurang sampai nol. Walau demikian beberapa kemudian masih ada beberapa pasien lagi. Seperti di Jayapura, pernah nol, namun tanggal 20 November ternyata ada 4 pasien yang dirawat lagi. Sama halnya di Jayawiyaya yang pernah melaporkan nol pasien, namun sekarang ada 7 yang dirawat. Kesimpulannya: keadaan, walau cukup bagus, belum stabil, hingga perlu tetap memperhatikan protokol Kesehatan dst.

 

Mengenai tingkat vaksinas. JUBI, dalam edisinya 8-9 November, mencatat bahwa vaksinansi provinsi Papua (2 suntikan) mencapai 23,1%. [Untuk seluruh Indonesia vaksinasi 1 suntikan adalah 63% sedangkan untuk vaksinasi 2 suntikan 41,2 % per 16 Nov. 2021]. Secara lebih rinci, untuk Papua perlu dibedakan antara wilayah “venue PON XX” yang secara khusus didorong untuk meningkatkan vaksinasinya, dan wilayah-wilayah “non venue PON”.[33]

 

Venue PON per 16 Nov 2021 (Provinsi Papua)

KABUPATEN

SASARAN

DOSIS 1   

%

DOSIS 2   

%

Kota Jayapura

231.863

167.756

72,4

115.158

49,7

Kab Jayapura

87.226

56.130

64,4

38.528

44,2

Mimika

172.185

113.883

66,1

90.487

52,6

Merauke

124.856

98.212

78,7

73.823

59,1

Keerom

32.492

22.608

69,6

15.740

48,4

 

Venue non-PON – 4 kluster - per 16 November 2021 (Provinsi Papua)

KLUSTER KABUPATEN

SASARAN JUMLAH ORANG

DOSIS 1  %

DOSIS 2  %

Asmat, Mappi, Boven Digoel

134.494

36,9

24,2

Biak, Yapen, Superiori, Waropen

165,732

30,2

20,2

Lanny Jaya, Puncak Jaya, Paniai, Yahukimo, Tolikara

883.893

1,8

1,4

Nduga, Yalimo, Pegunungan Bintang, Puncak, Mamteng, Jayawijaya

447.309

6,4

5,0

Deiyai, Dogiyai, Intan Jaya, Nabire

311,651

13,3

10,2

Sarmi, Keerom, Mamberamo Raya

74.562

43,4

29,3

 

 

Jayapura, 20 November 2021

*****



[6] Majalah TEMPO, Edisi 13 November 2021

[18] JUBI, edisi 8-9November 2021, hlm. 3: Hadirkan Damai: perlu dukungan semua pihak akhiri konflik Intan Jaya. & https://papuaterkini.com/temui-kapolda-ketua-poksus-dprp-dan-tokoh-masyarakat-bahas-situasi-kamtibmas-intan-jaya/

[26] JUBI, edisi 8-9 November 2021, hlm. 1 dan 26: Pdt Tilas Mom: wujudkan Papua Damai Sejahtera https://suarapapua.com/2021/11/09/enam-pernyataan-ketua-sinode-gereja-kingmi-tanah-papua/

[33] Sumber data SI KPCPEN, 16 Nov 2021, 19.50 WIT


------------

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.