Wednesday, September 2, 2020

The second part of the review (Papua 16-31 of August) 2020 in Bahasa.

The second part of the review (Papua 16-31 of August) 2020 in Bahasa.
Oleh: Theo van den Broek



PAPUA  2020
16–31 Agustus
Oleh: Theo van den Broek
[1] Hotel Sahid akan ditutup mulai 20 Agustus sebagai tempat mengisolasi pasien Covid-19. Selama kurun waktu Mei-Agustus Pemerintah Kota Jayapura membayar 4,1 miliar sebagai sewa kamar serta makanan; biaya ini termasuk menginapkan tenaga medis di hotel yang sama. Awal September akan dibuat audit eksternal untuk laporan keuangan yang transparan[1].

[2] Frans Pekey, Sekda Pemerintahan Kota Jayapura, memberika komentar singkat saja: “19 tahun Otsus Papua, masih jadi daerah konflik”. Faktanya uang bukanlah subyek yang mampu mengurai segala persoalan yang hendak diselesaikan selama pemberlakukan Otsus di Tanah Papua. Pekey mengatakan pemerintah mesti menyadari bahwa rakyat Papua tidak bisa dipaksa kehendaknya sebab pemaksaanlah yang selalu merongrong persatuan dan perdamaian tidak bisa dibangun dengan laras senjata[2].

[3] Waktu diwawancara, 16/8/2020, Oktovianus Mahuze menyuarakan ketidakpuasan setelah menemukan bahwa pemilik-pemilik tanah yang disewa oleh PT BIA dipakai sebagai ‘buruh kasar’ saja di lokasi sub-distrik Ulilin, Kab Merauke. “Kami, Mahuze Milafi clan, memiliki 3.000 ha dari tanah dibawah menajemen PT BIA. 900 ha dipakai untuk kelapa sawit, dan melihat pemakaian tenaga kerja, orang yang memiliki tanah ini kebanyakan dipakai sebagai tenaga pembersihan, tenaga memanen kelapa sawit dan tenaga gergaji rantai. Hany dua saja yang diberikan tempat di kantor PT BIA[3]

[4] Pada hari Minggu 16/8/2020 pimpinan TPNPB, bagian Kalikopi di Timika, tewas ditembak dalam operasi polisi/militer. Hengky Wawang dilahirkan di Timika pada tgl 6 Juli 1989 dan membulatkan masa pendidikannya dengan gelar S1. Sudah cukup lama dia menjadi sasaran operasi polisi/militer di wilayah Timika[4].

[5] Dalam pidato kenegaraannya 16/8/2020, Presiden Jokowi menegaskan kepentingan menjaga demokrasi dan toleransi menjelang perayaan HUT Kemerdekaan ke-75. Dia mengangkat kepentingan bagi bangsa untuk mengeliminasi ‘sikap superiority moral’ dalam Negara yang majemuk secara keagamaan dan kebudayaan. Beliau menekankan komitmennya dengan nilai-nilai demokrasi yang tidak dapat dikompromis, dan beliau menyuarakan kemutlakan ‘saling membantu’ dalam masyarakat dan selalu saling mengingat ‘kebaikan dan martabatnya’ setiap orang[5]Memang sudah tentu, ada unsur penting lainnya yang diangkat dalam pidato kenegaraan ini, seperti visi ekonominya. Namun kami hanya mengangkat unsur ‘demokrasi dan toleransi’ itu karena tahun lalu, walau Negara digoncangkan oleh kasus rasis yang nyata, tidak satu katapun dalam pidato kenegaraannya membuat referensi pada rasisme, diskriminasi dan menurunnya bobot demokrasi yang sedang dihadapai banyak warga.

[6] 17 Agustus 2020. Hari perayaan Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-75. Suasana di Jayapura tenang dan perayaan publik dibatasi berhubungan dengan suasana Covid-19. Di “Jembatan Merah”, salah satu proyek infrastruktur di pinggiran kota Jayapura, dipamerkan bendera Merah-Putih sepanjang 1,5 kilometer oleh kelompok penduduk Papua yang majemuk[6]

[7] Deklarasi KAMI (18/8/2020). Sebagaimana sudah direncanakan dari jauh Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) mengadakan deklarasi resmi mengenai maksudnya. Mereka menyerukan delapan butir tuntutan, a.l. mendesak penyelenaggara Negara, khususnya pemerintah, DPR, PDP dan MPR untuk menegakkan penyelenggaraan dan pengelolaan Negara. Menuntut pemerintah agar bersungguh-sungguh menanggulangi pandemi Covid-19 untuk menyelamatkan rakyat Indonesia. Menuntut pemerintah bertanggungjawab  dan atasi resesi ekonomi. KAMI memperkenalkan diri sebagai suatu “gerakan moral rakyat”.
Deklarasi ini ditangapi banyak orang yang cukup kritis terhadap ‘gerakan moral’ ini. catatan seperti: [a] momentum salah dipilih. Tidak bisa tunggu sampai kita sudah atasi Covid-19? [b] kalau memang ada saran, kritik tidak bisa pilih jalan baik, yakni menghubungi pemerintah dan duduk berdiskusi bersama? [c] kelompok ini ada kemungkinan agenda tersembunyi; [d] mengajak pemerintah menangani Covid-19 dengan sungguh-sungguh namun selama deklarasi para anggota KAMI melanggar protokol kesehatan yang berlaku; [e] melihat barisan tokoh-tokoh yang hadir sepertinya masing-masing mempunyai kepentingan sendiri-sendiri; mau siapkan karpet untuk pemilihan presiden 2014?[7]
Suatu reaksi lain berupa pembentukan ‘gerakan banding’ yang menamakan diri “KITA”[8]. Pokoknya banyak pertanyaan, kebingungan dan kecurigaan yang pastilah tidak membantu untuk menciptakan suatu suasana yang menghadapi secara kompak dan konstruktif sejumlah tantangan yang sangat menuntut dan berdampak pada masyarakat. Dan, bunyinya, semua ‘gerakan moral’ ini atas nama ‘masyarakat kecil yang menderita’…??

[8] Presiden Direktur PT Freeport Indonesia,Tony Wenas, menjelaskan bahwa produksi di PT Freeport sekarang hanya 60% dari kondisi normal, mencapai 800 juta pound tembaga dan 800.000 ounce emas. Penambangan terbuka (open pit) sudah tidak lagi, karena habis digali.
Maka produksi ditingkatkan dengan memakai penambangan dibawah tanah melulu. Sasaran tahun depan produksi akan menjadi 1,4 miliar pound tembaga dan 1,4 juta ounces emas, atau sekitar 75% lebih tinggi dari pada sekarang ini. Peningkatan ini akan tercapai dengan adanya kondisi yang tidak dihindari lagi Covid-19 dan karena peningkatan effesiensi kerja. Sudah tentu akan ada investasi modal juga[9].

Dalam berita ini tidak dijelaskan sejauh mana peningkatan itu juga ada kaitan dengan perluasan wilayah operasi PT Freeport. Isyu mengenai perluasan wilayah operasi akhir ini menjadi perhatian mengingat persoalan bahwa masyarakat asli sejumlah kampong disekitar wilayah operasi Freeport diungsikan ke Timika pertengahan Maret 2020, dan sampai saat ini tidak diperbolehkan pulang ke kampong halamannya walau mereka sangat tidak betah di Timika. Malahan ada kesan seakan-akan mereka tidak pernah boleh kembali lagi ke tempat asalnya, tanah adat yang mereka miliki. Alasan resmi: ”karena tidak aman berhubungan dengan operasi mililter melawan TPNPB”[10]. Ada yang meragukan alasan ini dan berpendapat bahwa penolakan pemulangan ada kaitan dengan niat perluasan wilayah operasi PT Freeport[11]

[9] Masih menyangkut PT Freeport (PTFI). Ternyata dalam upaya untuk meningkatkan produksi menjadi 300.000 ton sehari melalui pengembangan tambang bawa tanah dan tambang terbuka PT Freeport wajib memperbarui studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Nah, menurut ketua Lembaga Peduli Masyarakat Wilayah Mimika Timur (LEPEMAWI), Adolfina Kuum, didukung Koordinator Jaringan Tambang (JATAM), Merah Johansyah merasa ada kejanggalan dalam proses pembaruan Amdal PTFI. “Dilakukan dalam proses yang singkat, tidak transparan, menyembunyikan dokumen draf rencana AMDAL baru hingga terindikasi hendak memanipulasi persetujuan warga”, katanya (20/8/2020)[12].

[10] Muncul suatu berita yang membinggungkan. Melalui Kompas TV (18/8/2020) diketahui bahwa Kementerian Pertahanan (Kemenhan) ada rencana untuk menerapkan pendidikan militer kepada mahasiwa. Untuk itu sudah ada perundingan dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Melalui program kerjasama mahasiswa direkrut untuk terlibat dalam latihan militer melalui ‘program bela negara’. Dituturkan juga bahwa adapun nilai pendidikan militer tersebut akan dimasukkan ke dalam satuan kredit semester (SKS) yang diambil. Rencana ini sedang dibahas dengan Kemendikbud untuk dijalankan, ujar Trenggono, wakil dari Kemenhan (16/8/2020)[13].

[11] Sekelompok pemimpin Indonesia dari kalangan religius, akademisi, aktivis dan pembudaya yang menamakan diri Risalah Jakarta Community Forum menyeru pada presiden Jokowi untuk membebaskan semua tahanan politik Papua dan Maluku. Seruan ini diserahkan dalam kerangka perayaan hari HUT Kemerdekaan ke-75, karena Presiden berwewenang untuk memberikan amnesti menjelang Hari Kemerdekaan. Untuk menandai Hari Kemerdekaan 2015 Presiden Jokowi pernah memberikan grasi kepada 5 tahanan politik di Papua. Menurut Amnesty Internasional Indonesia  terdapat sekurang-kurangnya 46 tahanan politik; 36 ditahan di Papua, sedangkan 10 ditahan di Maluku. ‘Sudah waktunya mereka dibebaskan, karena mereka selayaknya tidak dihukumi karena mereka memakai hak dasarnya untuk mengungkapan opininya dan berkumpul secara damai’, nada seruan Forum ini. “Perbedaan pendapat politik perlu diselesaikan dengan martabat dan berlandasan prinsip-prinsip sosial-keadilan, dan bukan dengan dipenjarakan”, kata Alissa Wahid, puteri mantan-Presiden almarhum Abdurahman Wahid[14]

[12] Sampai saat ini belum ada tanggapan resmi dari Gubernur Provinsi Papua. Sedangkan Gubernur di provinsi Papua Barat telah menyatakan bahwa Otsus membawa berkat bagi masyarakat. Menurut beliau Otsus membawa perbaikan dalam bidang pendidikan, kesehatan dan infrastruktur. Disesali bahwa pernyataannya kurang dilengkapi dengan data-data yang jelas, maka sulit untuk menilai bobotnya. Selanjutnya Gubernur meminta pemerintah pusat untuk memperbesar wewenang pimpinan daerah atas pengelolahan sumber daya alam dan sumber daya manusia[15]. Sementara waktu mahasiswa yang berasal dari provinsi Papua Barat berdemo di Jakarta meminta evaluasi dana Otsus[16]. Dana Otsus selama 20 tahun berjumlah Rp 91,397 triliun.[17]

[13] Mengingat bahwa jumlah pendatang di Papua makin banyak pihak TNI berpendapat bahwa peranan para pendatang dibutuhkan untuk menyelesaikan konflik di Papua. ‘Penanganan konflik di Papua bukan hanya diselesaikan oleh TNI dan Polri namun memerlukan peran seluruh lapisan masyarakat’ kata Komandan Korem (Danrem), Bridgen Izak Pangemanan (6/8/2020). “Masyarakat pendatang makin banyak yang juga mengalami konflik tersebut. Makanya kami mengadakan dialog ini dengan tujuan para anggota paguyuban dapat terlibat dalam penyelesaian konflik di Papua”, ujar Danrem[18]

[14] Dalam laporan pertama bulan Agustus kami mencatat inisiatif sejumlah organisasi untuk membantu pengacara Veronica Koman untuk membayar kembali beasiswanya kepada pemerintah Indonesia (lihat butir 26). Sewaktu kelompok aktivis mulai aksi galak dana di jalan umum, mereka, baik di Jayapura maupun di Nabire dipaksa oleh pihak polisi untuk menghentikan kegiatannya (20/8/2020). Alasan tidak diberikan oleh para penindak keamanan[19]. Entah kenapa? Sementara Koalisi Pembela HAM di Indonesia menyurati Direktur Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), Rionald Silaban agar mencabut tuntutannya kepada Veronica Koman untuk mengembalikan beasiswa[20].

[15] Empat ex-tahanan politik Papua di Kalimantan rencananya pulang kampong hari Sabtu 22 Agustus. Tiga dari tujuh ex-tahanan politik sudah tiba sebelumnya. Para simpatisan mereka ingin menyambut mereka, maka sedang merencanakan acaranya[21]. Berhubungan dengan itu Kapolda Papua menyatakan bahwa dia tidak berkeberatan asal pembatasan karena Covid-19 diindahkan. Silahkan saja, namun ‘jangan berlebih-lebihan karena perlu menyadari bahwa masih ada pihak yang simpan rasa kecewa karena mereka dirugikan (peristiwa 29 Agustus 2019)’, ujarnya[22].  KNPB meminta Kapolda dengan sangat untuk tidak menghalangi acara penyambutan[23]. Akhirnya semuanya berjalan dengan baik dan teratur, baik penyambutan di airport Sentani, yang diawasi ketat oleh pihak polisi, maupun penyambutan ribuan orang di kompleks mahasiswa di Waena yang lengkap dengan acara ‘bakar batu’. Sementara Buchtar Tabuni, salah satu ex-tahanan politik, setelah tiba di Sentani hendak menuju dulu ke rumah duka di Depapre untuk meberikan hormat terakhir pada seorang pengacara, Ibu Yuliana S Yabansabra SH, yang tutup usianya sehari lalu.

[16] Dalam rangka perayaan HUT Kemerdekaan ke-75 Yayasan Lembaga Hukum Indonesia (YLBHI) mengemukakan tujuh rekomendasi pembaruan berfungsinya Mahkamah Agung Pengadilan (MA Pengadilan). Rekomendasi sebagai berikut: [a] peningkatan pemahaman para hakim mengenai HAM; [b] integritas dan antikorupsi tidak hanya sebagai slogan, tetapi sebagai nilai yang terinternalisasi; [c] tindakan tegas pada hakim yang terbukti melanggar nilai-nilai antikorupsi, hak asasi manusia dan gender; [d] aturan dasar pelaksanaan teknis bagi permohonan eksekusi agar suatu putusan dapat dieksekusi; [e] memastikan modernisasi pengadilan sesuai dengan cita-cita Mahkamah Agung; [f] petunjuk teknis penangan kasus-kasus pidana kehutanan dan lingkungan; dan [g] petunjuk teknis tentang hukum acara dalam hal terdapat pengakuan bahwa terdakwa telah disiksa; beban pembuktian kasus penyiksaan haruslah pada penuntut umum, bukan terdakwa.
LBH-YLBHI menangani 249 kasus di pengadilan sejak Agustus 2019 hingga Agustus 2020[24].

[17] Suasana sekitar Omnibus Law kelihatan makin rumit (20/8/2020). Dari satu segi diberitahukan bahwa Konferensi Serikatan Pekerja Indonesia (KSPI) sudah mencapai suatu kesepkatan dengan DPR mengenai soal Omnibus Law. Tujuan Omnibus Law, yakni mempermudahkan kelancaran investasi dan beroperasi bagi perusahaan dapat diterima; KSPI akan mendukung Omnibus Law namun tetap diminta supaya bagian UU Cipta Kerja sementara dikeluarkan dulu, selama sejumlah permintaan tidak dimasukkan dan supaya terbuka untuk masukan publik. Sekaligus masih tetap ada demo ramai perwakilan pekerja didepan gedung DPR RI[25]. Nah, kesepakatan ini artinya apa[26]?
Tanggal 26/8 tercatat ‘kemajuan lagi’. Sekarang salah satu partai politik, Partai Keadilan Kesejahteraan (PKS), yang sampai saat bersama Partai Demokrat menolak Omnibus Law itu mulai melunak dan menyambut baik kesepakatan yang terjalan dengan sejumlah buruh mengenai Omnibus Law Cipta Kerja. Tim perumus yang terdiri dari perwakilan DPR dan 16 serikat butuh mencapai 4 kesepahaman mengenai klaster ketenagakerjaan dalam Omnibus Law Cipta Kerja. Sampai saat ini PKS tidak mengirim utusan ke panitia pembahasan DPR yang membahas RUU Omnibus Law. Partai Demokrat tetap menolak[27]. Dan massa masih mengadakan demo [28].

[18] Berita yang bikin shock, yakni berita yang berjudul: “Kebenaran telah mati di Papua. Bagaimana jurnalis bersikap?”. Andreas Harsono, peneliti Human Rights Watch Indonesia (HRW), mengutip suatu kalimat bersayap dari seorang senator Amerika Serikat, Hiram Warren Johnson yang berbunyi “Korban pertama ketika perang terjadi adalah kebenaran”. Menurutnya, berita yang selama ini anda baca soal konflik di Papua sangat sering tidak diuji secara lebih mendalam’. Kita dapat berita, namun suasana di tempat kejadian tidak memungkinkan untuk mengecheck kebenarannya; keadaan demikain berulang kali dihadapi berkaitan dengan berita mengenai Papua. Jurnalis atau peneliti tidak dapat memasuki wilayahnya, karena medan terlalu sulit atau dilarang masuk. Apalagi perlu “menembus lapisan propaganda, pelintiran informasi dan pembelaan dari warga sendiri”. Menurutnya, aparat keamanan perlu menyetir opini publik untuk melancarkan operasi militer, sedangkan Tentara Pembebasan Nasional perlu membela diri. “Kedua belah pihak memelintir (informasi) tapi tidak seimbang. Pelintiran dari pihak aparat jauh lebih besar daripada pihak Papua. Wartawan Indonesia celakanya gampang sekali termakan spin dari polisi”, katanya. Keadaan demikian sangat mempersulit untuk mengungkapkan kebenaran, apalagi membuat pkerjaan para wartawan sangat rumit. Salah satu laporan HRW soal restriksi pers bebas di Papua menyimpulkan bahwa wartawan-wartawan di Papua, terutama yang beretnis Papua, menghadapi “hambatan serius”, saat menyentuh masalah sensitif. “Meliput korupsi dan perampasan lahan bisa menjadi hal berbahaya di manapun di Indonesia, tetapi wartawan nasional dan lokal yang kami wawancarai mengatakan bahaya itu menguat di Papua … Wartawan di Papua mengalami gangguan, intimidasi dan kekerasan sewaktu-waktu dari aparat, anggota masyarakat, dan pasukan pro kemerdekaan”, tulis laporan itu. Selanjutnya dalam artikel panjang ini beberapa kasus diangkat untuk menggambarkan sejauh mana ungkapan “korban pertama ketika perang terjadi adalah kebenaran” memang dibenarkan[29]

[19] Dalam laporan - 1-15 Juli, butir [32] - kami pernah mengangkat rencana Kementerian Agama (Kemenag) untuk menjalankan programnya yang berjudul “Kita Cinta Papua”. Kanwil Kemenag Provinsi Papua, Pdt Amsal Yowei mengadakan audiensi dengan pimpnan DPR Papua untuk memperkenalkan program itu dan meminta dukungan DPRD. Pdt. Amsal menjelaskan bahwa program Kita Cinta Papua ada dalam rangka pembangunan pendidikan, pembinaan seluruh umat beragama melalui FKUB, pemberdayaan dan pembangunan sarana peribadatan di Papua. Juga disediakan beasiswa bagi anak-anak asli Papua yang akan dikuliahkan di beberapa perguruan tinggi negeri Kristen yang ada di seluruh Indonesia. Wakil Ketua III DPRP, Yulianus Rumbairussy usai memimpin audiensi menyatakan: “Ya, kita tahu Kabinet Indonesia Maju ini … ada program-program baik yang mau dilaksanakan di Papua dengan nama Kita Cinta Papua. Silahkan kita boleh berpikir lain-lain, tapi saya sebagai pimpinan DPR Papua, kita selalu melihat sisi positifnya”[30].

[20] Salah satu kunci penting (tolok ukur) untuk menilai OTSUS berhasil tidaknya adalah perbaikan bobot pendidikan di Papua untuk orang asli Papua. Berkaitan dengan tolok ukur itu, ketua umum Gerakan Papua Mengajar, Agustinus Kadepa, mengatakan, dampak dari kemajuan pendiidkan tidak dirasakan oleh masyarakat. Banyaknya jumlah pegawai negeri, pejabat-pejabat tidak serta merta mengindikasikan kemajuan pendidikan itu. Dia secara khusus menilainya dari segi sejauh mana sarjana pertanian, perkebunan, peternakan memberikan dampak dari pendidikan yang dirasakan oleh masyarakat dalam aspek perkebunan, pertanian dan peternakan (18/8/2020). “Ketiga sektor yang ada di masyarakat itu tidak punyai hasil produksi yang dirasakan untuk memajukan masyarakat. Ilmu pengetahuan yang diterima di bangku pendidkan, juga menurutnya, tidak sesuai dengan konteks. Indikator adalah bagaimana masyarakat bisa menghasilkan sesuatu. “Pemerintah hari ini tidak mengukur berapa banyak orang asli Papua menjadi peternak, petani, ini tidak diukur”. Dalam kondisi demikian, katanya, “orang Papua akhirnya terlanjur dicap pemalas. Kemudian mendapat ejekan lahan luas kenapa tidak bisa bangkit, bagaimana mereka mau kembangkan lahan, sementara sektor pendidikan terkait tidak diperhatkan serius oleh pemerintah”[31].

[21] “Beberapa kali saya makan di warung makan di daerah Arso, Keerom bersama kawan-kawan saya yang berasal dari Jawa dan Sulawesi. Kawan-kawan saya itu disuruh ambil makanan mereka sendiri. Tapi saya tidak boleh ambil sendiri, pelayan warung itu yang ambilkan”, kata Musa. Hingga saat aksi demo anti-rasisme terjadi tahun lalu, ia baru menyadari bahwa apa yang dialaminya itu adalah perilaku diskriminasi dan rasis[32]. ‘Papua Lives Matter’!

[22] Peningkatan para migran di tanah Papua semakin melebihi standar internasional yakni 7,5% setiap tahun. Dikatakan, penambahan penduduk di Papua melanggar etika transmigrasi internasional yang diakui bersama sebagai kesepakatan bersama. Jika warga dikalkulasikan maka Penduduk Papua dikuasai 80% oleh orang non-Papua[33].

[23] Apresiasi atas tindakan Bupati Sorong. Bertempat di kantor Perhimpunan Bantuan Hukum Keadilan dan Perdamaian (PBHKP) bersana dengan organisasi AMAN Malamoi, AMAN Sorong Raya, Belantara Papua, Papua Forest Watch dan Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, mengapresiasi kebijakan yang dilakukan Bupati Sorong, Jhoni Kamuru, atas pencabutan izin PT Mega Mustika Plantation di Distrik Klaso dan Moraid, Kab Sorong. Pemerintah menyerahkan tiga dokumen kepada Dewan Adat Klaso sebagai bukti pencabutan izin perusahana perkebunan sawit tadi[34].

[24] Ada kekacauan di Kab Yahukimo. Dua warga tewas dibunuh. Tidak tahu oleh siapa? Dalam kefrangka itu juga diadakan penyisiran pemukiman warga guna menemukan indikasi siapa-siapa ada dibelakang kedua pembunuhan itu. Sejumlah panah, parang dan kampak disita pihak keamanan, namun tidak temukan pelakunya[35]. Ternyata jumlah yang tewas sudah bertambah menjadi 4 selama bulan ini (27/8/2020), maka masyarakat menjadi sangat gelisah dan muncul suara dari kelompok ‘peduli demokrasi’ yang menyatakan supaya “jangan terkesan kekerasan dipilihara”[36]. Semuanya ini terjadi menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) nanti. Sebenarnya menurut Kapolda identitas pelaku sudah diketahui: “pelaku adalah mantan aparat keamanan yang dipecat karena terlibat dalam kasus penjualan amunisi kepada Kelompok Kriminal Bersenjata”, kata Kapolda[37]. Yang bikin rumit juga bahwa korban sangat berbeda tipenya; ada seorang staf KPU yang dibunuh, lantas seorang pekerja meubel (20/8), lantas lagi seorang pekerja batako (26/8). Maka, diduga bahwa bukan satu pelaku saja yang perlu dicari, mungkin ada lain pula. Apalagi motifnya apa? Mengacaukan menjelang Pilkada kah? Baik Kapolda maupun Kasdam bergerak dan mengunjungi wilayah bermasalah itu. Mereka mau mengintensifkan investgasinya dan supaya pelaku ditangkap dalam keadaan mati atau hidup; pokoknya ditangkap secepat-cepatnya[38].

[25] Di Wamena dua tokoh masyarakat adat ditahan oleh polisi, karena dalam kampung mereka – Lantipo, distrik Wamena - sedang terjadi perang. Dua orang menjadi korban, tewas. Polisi akan tahan mereka selama belum ada kesepakatan untuk mengakiri ‘kekerasan intern’ ini (25/8/2020)[39]. Dalam Cepos (28/8/2020) dberitakan bahwa akhirnya ada kesepakatan membayar denda. Denda sebesar 35 ekor babi untuk satu korban dan 30 ekor untuk korban yang lain; denda ini perlu dibayar dalam dua minggu mendatang, sebelum 7 Sept  2020. Begitulah inti kesepakatan yang tertulis. Dengan adanya kesepakatan ini, semua boleh pulang kampung[40].

[26] Persiapan Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) serentak 2020 di Papua sudah mulai terasa. Dalam kerangka ini sejumlah warga mendatangkan Majelis Rakyat Papua (MRP) (27/8) untuk menyampaikan aspirasi serta tuntutannya, yakni: calon Bupati maupun calon wakil Bupati mesti orang asli Papua (OAP). Dalam tanggapannya anggota MRP, Moiwend, menyatakan bahwa memang tuntutan ini merupakan terjemahan perasaan orang Marind bahwa hak-hak mereka terus-menerus dirampas. “Kalau orang dalam rumah punyai kebiasaan [untuk] makan duduk beralas tikar, jangan datang [lalu] duduk makan di atas meja”, kata Moiwend menggunakan ungkapan bagaimana adat dan hak masyarakat adat di Merauke harus dihormati oleh para warga yang datang dari luar Papua. Ketua II MRP, Debora Mote, sangat mendukung aspirasi para pendemo dan berjanji akan membentuk ‘panitia khusus’ guna memperjuangkan aspirasi itu[41]

[27] Sekretaris II Dewan Adat Papua (DAP), John Gobay, meminta presiden Jokowi untuk dengan segera menetapkan suatu regulasi pemerintah demi pembentukan partai politik di Papua. “Presiden perlu memakai wewenangnya sesuai dengan UUD 1945”, kata John[42]. Sampai saat ini pembentukan partai politik gagal terus karena ditolak oleh pemerintah pusat walau dalam UU Otsus peluang untuk pembentukan partai politik setempat dibuka dengan jelas.

[28] Kesannya bahwa Ombudsman Provinsi Papua Barat cukup aktif dan efektif dalam menangani keluhan yang sampai di mejanya. Belum lama ini para ‘tenaga honorer’ (honorer 2006-2012) pemerintah mengeluh pada pihak Badan Kepegawaian Daerah (BKD) bahwa mereka punyai kepentingan sama sekali tidak diberikan tempat dalam seleksi dan penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) baru. Ternyata Kepala BKD sudah dipanggil oleh Ombudsman dan beliau siap bertemu dengannya dalam waktu dekat. Ombudsman membenarkan janji pertemuan ini. Dia juga menambah bahwa sampai saat ini dia belum “memegang suatu daftar yang ditandatangani oleh pejabat berwenang menyebut nama yang akan diusulkan menjadi CPNS. Angka 1.283 ini siapa-siapa?, data dari mana, pengumuman tidak pernah ada”. Dia menegaskan bahwa “seorang pejabat publik harus memberikan kepastian hukum!”[43]

[29] Terdapat kunjungan yang betul ‘kilat’ dan ‘tertutup’ dari Panglima TNI, Marsekal Hadi Tjahjanto,  bersama Kapolri, Jen Pol Idham Azis ke Papua. Tiba di Jayapura hari Sabtu (29/8/2020) dan menghadiri ‘Apel Pelepasan Satgas Pendisiplinan Protokol Covid-19 Provinsi Papua’ di Sentani, lantas berangkat ke Timika. Polres Mimika menyatakan bahwa dua pimpinan bersama rombongan (termasuk 10 jenderal!) menggelar pertemuan tertutup di Hotel Rimba Papua (milik PT Freeport). Agenda rapat tidak jelas, walau sudah tentu pembahasan keadaan keamanan di Papua akan jadi, dan tertutup bagi para wartawan/media. Maka isi pembicaraan tinggal ditebak saja. Hari Minggu pagi rombongan sudah pulang lagi[44]

[30] Pemerintah Kab Asmat menjalankan suatu program pendidkan kerjasama dengan Universitas Hasanuddin (UNHAS) di Makassar. Selama periode 2018-2020, 116 anak muda dikirim untuk belajar disitu. Generasi muda ini menempuh pendidikan D3 Kesehatan di Unhas[45].

[31] Berita jelek untuk para penikmat pinang. Harga pinang di Jayapura meningkat drastis. Satu karung mencapai nilai 1 sampai 2 juta. Menurut pedagang Risnawati (29/8/2020): ‘harga pinang sebelumnya 300 sampai 400 ribu, sekarang karung kecil sudah sampai 1,2 juta dan karung besar 2 juta. Musim pinang yang berbuah lagi berkurang. Lagi cuaca tidak menentu’. Sementara harga sirih cukup normal[46].

[32] Update Covid-19 pada tanggal 29 Agustus 2020: Kasus Positif: 3.681; sedang Dirawat 524; sudah Sembuh 3.114; yang Meninggal 43; ODP 1.683; PDP 958; dan PCR+TCM tests 39.666.
COVID-19
1 Agustus 2020
JUMLAH POSITIF
JUMLAH DIRAWAT
JUMLAH SEMBUH
JUMLAH MENINGGAL
KONTAK ERAT
SUSPEK
Kota Jayapura
2080
200
1852
28


Kab Mimika
747
100
641
6


Kab Jayapura
310
37
268
5


Kab Biak Numfor
140
43
95
2


Kab Nabire
75
38
36
1


Kab Keerom
67
5
62
0


Kab Merauke
63
37
26
0


Kab Jayawijaya
60
4
56
0


Kab Lanny Jaya
27
19
7
1


Kep. Yapen
26
3
23
0


Kab Tolikara
24
20
4
0


Kab Boven Digoel
20
3
17
0


Kab Yalimo
15
12
3
0


Kab Peg Bintang
8
3
5
0


Kab Sarmi
7
0
7
0


Kab Superiori
7
0
7
0


Kab Mambera-
mo Tengah
3
0
3
0


Kab Puncak Jaya
1
0
1
0


Kab Waropen
1
0
1
0


Kab Yahukimo
0
0
0
0


Total 
3.681
524 = 14%
3.114=85%
43=1%
1.683
958
Kontak erat (ODP)
1.683
Pasien yang terduga kena (PDP)
958
Tes PCR
39.666



Sejumlah catatan Covid-19
·       Perkembangan selama 13 hari terakhir: Kasus positif: 3.321 menjadi 3.681 =  naik 30 per hari; berarti 50% lebih tinggi daripada selama 17 hari sebelumnya! Wilayah yang naik secara signifikan: Jayapura Kota: 1935 menjadi 2080, Mimika: 651 menjadi 747, Biak Numfor: 106 menjadi 140, Merauke: 46 menjadi 63, Tolikara: 7 menjadi 24; dan Yalimo: 4 menjadi 15[47].

BAHAN REFLEKSI

Dalam laporan 1-15 Agustus 2020- lihat item [25] - kami telah mencatat permintaan PBB yang meminta keterangan dari Indonesia mengenai sejumlah hal. Kemarin JUBi menerbitkan daftarnya topik yang perlu diterangkan Indonesia. Daftar itu sebaiknya menjadi bahan refleksi kita semua. TvdB

PBB minta Indonesia jelaskan 18 isu HAM Papua. Ini daftarnya!
Jayapura, Jubi – Komisi Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meminta Indonesia menjelaskan beberapa hal terkait dugaan pelanggaran HAM yang terjadi di Provinsi Papua dan Papua Barat dalam dua tahun terakhir. Permintaan ini disebutkan dalam dokumen CCPR/C/IDN/QPR/2 tentang List of issues prior to submission of the second periodic report of Indonesia (6/8/2020).
[…]
Berikut 18 isu tentang Papua dalam dokumen tersebut :

1.     Perdasus No. 1/2011 tentang Hak Perempuan Papua untuk korban kekerasan dan pelanggaran HAM 

2.     Pembunuhan di luar hukum oleh aparat keamanan, termasuk informasi tentang jumlah korban berdasarkan etnis,khususnya Orang Asli Papua

3.     Program reparasi untuk keluarga korban dan status hukum terakhir dari kasus Paniai (2014),Wasior (2001) dan Wamena (2003).

4.     Langkah-langkah yang diambil untuk membentuk mekanisme independen untuk memastikan pertanggungjawaban atas tuduhan perlakuan buruk oleh penegak hukum dan petugas keamanan dari orang-orang yang ditahan

5.     Langkah-langkah yang diambil untuk melindungi pengungsi, pencari suaka dan pengungsi internal, termasuk mereka yang mengungsi karena konflik di Provinsi Papua dan Papua Barat. Termasuk dalam hal ini adalah : (a) langkah-langkah yang diambil untuk memberikan perlindungan yang memadai terhadap refoulement dan menetapkan prosedur penentuan status pengungsi; (b) data statistik tentang orang-orang yang mengungsi dan kondisi kehidupan mereka serta rencana untuk memantau dan membantu kepulangan mereka; dan (c) tindakan yang diambil untuk mencegah penyebaran COVID-19 di antara mereka.

6.     Harap berikan informasi tentang upaya yang dilakukan untuk memastikan akses ke pengadilan, independensi peradilan dan peradilan yang adil

7.     Semakin banyaknya kendala yang terjadi dalam konteks debat akademik, keterlibatan politik atau kegiatan serupa, termasuk pelarangan topik penelitian tertentu di perguruan tinggi, seperti isu yang berkaitan dengan Papua,

8.     Dugaan pembatasan akses jurnalis asing ke Provinsi Papua dan Papua Barat termasuk informasi tentang upaya untuk menjamin dan mempromosikan kebebasan pers;

9.     Kekhawatiran bahwa kriminalisasi pencemaran nama baik dan penerapan sewenang-wenang ketentuan dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dan KUHP, termasuk tentang makar, informasi hoax, dan hasutan permusuhan, digunakan untuk membatasi kebebasan berekspresi.

10.  Pemadaman sebagian internet di Provinsi Papua dan Papua Barat pada bulan Agustus dan September 2019.

11.  Kekhawatiran bahwa pasal 106 dan 110 KUHP digunakan untuk membatasi ekspresi yang sah dari hak berkumpul secara damai;

12.  Kekhawatiran bahwa polisi tidak mengeluarkan Surat Tanda Terima Pemberitahuan sebagai tanggapan atas surat pemberitahuan demonstrasi yang disampaikan oleh penyelenggara protes dan menggunakan tidak diterbitkannya surat pemberitahuna ini untuk membatasi pelaksanaan hak berkumpul secara damai, khususnya di Provinsi Papua dan Papua Barat;

13.  Penggunaan kekuatan yang berlebihan untuk membubarkan demonstrasi damai, termasuk protes pada bulan Agustus dan September 2019 di Surabaya, Malang dan kota-kota di seluruh Provinsi Papua dan Papua Barat serta dalam protes pasca pemilihan pada Mei 2019

14.  Penjelasan tentang tata cara pembentukan partai politik lokal di Provinsi Papua dan Papua Barat terkait dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.

15.  Informasi tentang kesesuaian dengan Kovenan hukum dan tindakan lain yang diambil sehubungan dengan seruan untuk referendum dan penentuan nasib sendiri di Papua dan protes tanpa kekerasan yang menganjurkan alasan yang sama, termasuk tentang penggunaan kejahatan makar (makar) di bawah pasal 106 dan 110 KUHP.

16.  Informasi mengenai laporan yang menuduh bahwa milisi dan kelompok nasionalis telah secara aktif terlibat dalam tindakan kekerasan di provinsi Papua dan Papua Barat serta tindakan yang diambil oleh pihak berwenang untuk mencegah pelanggaran hak asasi manusia semacam itu.

17.  Langkah-langkah yang diambil untuk mencegah dan memberantas diskriminasi rasial terhadap orang asli Papua oleh aktor non-negara dan lembaga pemerintah, termasuk polisi, militer dan lembaga peradilan pidana.

18.  Data demografi dan sensus yang dipilah berdasarkan latar belakang adat / etnis untuk Provinsi Papua dan Papua Barat dan rencana untuk menerbitkan hasil sensus 2020.



Jayapura, 1 September 2020



[5] Jakarta Post, 16/8/2020
[40] Cepos, 28/8/2020, hlm.12.
[42] CNN Indonesia - August 26, 2020
[47] Info Grafis, 29 Agustus 2020, 17.00 WIT, Provinsi Papua

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.