Monday, April 19, 2021

PAPUA 2021 1-15 April Oleh: Theo van den Broek

 PAPUA  2021

1-15 April

Oleh: Theo van den Broek

 

[1] KEAMANAN dan OPERASI TNI/POLRI dan TPNPB

korban lagi. Kali ini korban penembakan terdapat di Beoga, Kab Puncak. Seorang guru honorer SD, Oktavianus Raya (40th), ditembak oleh kelompok TPNPB (8/3). Guru ini sekaligus pedagang dicurigai oleh TPNPB sebagai mata-mata aparat keamanan, katanya warga setempat, a.l. karena beberapa kali dilihat membawa pistol[1]. Menurut sumber yang sama kelompok TPNPB sedang bergerak di kampung Julogama berhubungan dengan penyelesaian suatu konflik antar kampung disitu. Tempatnya dekat dengan perumahan guru-guru. Maka, guru-guru mengungsi ke Beoga. Konflik selesai kelompok TPNPB masih tinggal di sana untuk memastikan konflik tidak muncul kembali. Seketika guru Oktavianus membawa barang dagangan ke rumahnya di kampung ternyata anggota TPNPB menempati rumahnya. Karena dia diduga sebagai mata-mata aparat, TPNPB tidak mau keluar dari rumahnya, jadi bertengkaran, akhirnya TPNPB menembaknya mati dan membakar rumahnya. Dalam berita sumber lainnya juga disebutkan bahwa 3 unit lokal sekolah dibakar. Kemudian ada berita lagi bahwa 9 unit lokal sekolah lainnya dibakar (11/4). Kejadian pembunuhan ini disusul kontak senjata antara TNI/Polri dan TPNPB (9/4). Sehari kemudian (10/4) sekali lagi seorang guru menjadi korban karena penembakan oleh TPNPB. Guru yang berasal dari Toraja, Jonatan Randen (28th), ditembak di kampung Julogama, distrik Beoga[2]. Motif dibelakang penembakan ini sama dengan yang diatas: korban diduga mata-mata TNI. 

Tidak mengherankan bahwa sejumlah guru minta ‘pulang kampung’. Bukan guru saja, menurut Kapolda sudah sekitar 42 orang mohon dievakuasikan. Kapolda memerintahkan baik tentara maupun polisi yang ditugaskan ke Beoga untuk memprioritaskan perlindungan warga penghuni setempat[3]. Walau banyak anggota menjaga keamanan ternyata pada hari Selasa (13/4) lagi seorang tewas ditembak TPNPB di kampung Eromaga ILaga, Kab Puncak. Kali ini seorang tukang ojek, namanya Udin (41th), seorang yang berasal dari Bugis, Sulawesi Selatan[4].

Seakan-akan belum cukup dua hari kemudian (15/4) sekali lagi kita dikagetkan dengan penembakan seorang muda, siswa SMA di Ilaga, Ali Mom (16th). Anak muda ini ditembak oleh TPNPB karena dituding menjadi perpanjangan tangan intelijen TNI[5]. Sudah tentu banyak pihak mengutuk segala kejadian kekerasan ini dan mohon supaya segala pihak menahan diri. Apalagi diharapkan suatu investigasi independen seluruh peristiwa di Kab Puncak akhir ini.

Bulan Maret lalu terpaksa kami mencatat 5 warga sipil yang dibunuh oleh pasukan TNI/Polri, termasuk seorang anak sekolah. Bulan April ini terpaksa kami mencatat lagi 4 warga sipil yang dibunuh oleh pasukan TPNPB, termasuk lagi seorang anak sekolah. Sembilan korban yang dibunuh begitu saja dalam waktu sedikit saja, termasuk 2 anak sekolah. Dunia kita makin gila!  Kekerasan tidak ada akhiran. Sekali lagi sekian warga sipil menjadi korban. Sampai kapan pihak-pihak yang berperan sebagai pelakunya sadar bahwa ini bukan jalan penyelesaian konflik? Kapan akan kita diselamatkan dari ‘lingkaran setan kekerasan’ yang diciptakan entah siapapun, entah TPNPB entah TNI/Polri? Pemerintah pusat maupun para pejuang di Papua: tolong buka mata dan hati, mengutamakan nasib masyarakat dan memilih membuka dialog yang bermartabat! (TvdB)

 

[2] PENGUNGSI-PENGUNGSI DI PAPUA

[a] gaya berita yang menyesatkanTernyata kebiasaan menyebarluaskan berita yang menyesatkan tetap berjalan. Kali ini berita yang menyesatkan ada alamat pengirim, yakni Humas Polri[6]Berita panjang oleh Humas disertai foto yang dicopy dibawah ini:



Menurut Koordinator Sekretariat Keadilan dan Perdamaian Keuskupan Mimika, inti pesan foto ini tidak sesuai dengan kenyataan di tempat, dan Pater Justinus sangat menyesal bahwa namanya dikaitkan dengan berita semacam ini. Dalam konperensi pers sewaktu meluncurkan TV dan Radio Polri, Kapolri menyatakan: kami akan membantu supaya masyarakat diberikan informasi yang tepat: “informasi yang diberikan kepada masyarakat harus akurat, jelas dan terpercaya”, katanya[7]Sebaiknya Humas Polri tolong memeriksa berita diatas berkaitan persyaratan informasi yang dimaksudkan Kapolri. (TvdB)

 

[3] OTSUS & PEMEKARAN DI PAPUA

[a] Mendagri dan Pansus Papua DPR RI. Setelah mengunjungi Papua Mendagri hadir dalam pertemuan Pansus Papua DPR RI di Jakarta untuk menjelaskan apa yang dihendakinya. Yakni, bahwa dalam revisi Otsus pasal 76 diubah sehingga Pemerintah Pusat dapat memutuskan dan melaksanakan pemekaran di Papua tanpa persetujuan MRP dan DPR di Papua.[8] Beliau tambah lagi bahwa memang uang Otsus sangat dibutuhkan di Papua. Sementara ini Pansus DPR Papua sedang mulai sibuk membahas hasil pengumpulan pendapat dari masyarakat mengenai soal Otsus ini. Seluruh proses di DPRP dijadwalkan akan selesai 13 Juli 2021[9]. Ditekankan akan berfokus pada Otsus, sedangkan soal pemekaan baru nanti. Kurang diketahui sejauh Pansus DPRP menyadari bahwa bulan Mei Pansus DPR RI sudah akan membulatkan pembahasan Otsus di tingkat atas, selesai, termasuk soal wewenang siapa menentukan pemekaran! Memang wajar prinsipnya bahwa keputusan di DPR RI tidak boleh diambil tanpa ada masukan substansiil dari Papua. Namun kemungkinan besar bahwa kenyataan akan berlainan dengan prinsip tadi. Apalagi masyarakat sudah selama satu tahun lebih menjelaskan tanggapan serta aspirasinya. Maka, sudah diketahui publik luas. Tinggal dibawa resmi oleh DPRP dan MRP ke DPR RI. Ditambah lagi bahwa sebenarnya suatu evaluasi Otsus selama 20 tahun secara menyeluruh sampai saat ini tidak disediakan oleh pihak manapun. Kesimpulan: keadaan serta proses sekitar Otsus Papua di segala tingkat serba aneh dan sangat patut dipertanyakan[10].  

Memang bukan berita baru, karena sudah lama menjadi jelas bahwa pemerintah pusat tidak mau lain daripada memiliki kekuasaan menentukan apa saja yang akan dibuat di Papua. Sejak ‘krisis rasis’ (Agustus 2019 ke atas), sewaktu Mendagri sekarang masih Kepala Polisi Republik Indonesia, trend itu sudah menjadi jelas sekali dan diterapkan secara konsisten bersama Menkopolhukam, Wiranto. Strategi yang diperlihatkan pada saat itu, yakni [a] menghilangkan segala bentuk perlawanan di Papua dan [b] menetapkan kehadiran permanen pihak keamanan secara sangat dominan, alias menentukan. Strategi yang sama menentukan langkah-langkah yang sekarang diambil berhubungan dengan Otsus dan Pemekaran. Dalam strategi itu ternyata suara spontan masyarakat dinilai ‘mengganggu’ maupun suara resmi seperti pendapat MRP dan DPRP ‘diremehkan’. Signifikan dalam hal ini bahwa sebelum bertemu dengan Pansus DPR RI, Mendagri sebenarnya ada di Papua dan ada kesempatan luas untuk bertemu dengan mereka yang berbeda pendapat dengannya. Ada kesempatan mendengar suara masyarakat. Namun ternyata kesempatan itu tidak diberikan tempat dalam agenda kerjanya, karena di Jakarta kebijakannya, termasuk menyangkut Otsus, de facto sudah ditetapkan, tinggal diperkuat dengan penetapan de iure oleh DPR RI nanti.  Kemungkinan besar Pansus DPR RI akan mengikuti arah kebijakan yang de facto sudah ditetapkan. Apalagi ditekenkan bahwa memang uang itu dibutuhkan. Namun dibutuhkan untuk apa? Sudah tentu sebagian besar akan dihabisi dengan segala gerak-gerik pihak keamanan yang makin hari makin intensif. Ada kaitan dengan operasi militer, namun juga dengan keterlibatan pihak keamanan, termasuk TNI, dalam kegiatan beraneka ragam di Papua. Termasuknya upaya mempersempit ruang ungkapan pendapat secara bebas yang sesuai hak dasar para warga RI.  Malahan dewasa ini tidak ditunggu lagi isi demonya, namun sudah diandaikan bahwa suatu demo, misalkan berkaitan dengan Freeport, pasti juga akan dipakai untuk mengangkat hal lainnya, misalkan Otsus, atau unsur politik lainnya. Maka, dilarang dan dibubarlan paksa. Sikap ini dinyatakan oleh Kapolda Papua dengan sangat jelas berhubungan dengan demo mahasiswa menyangkut Freeport[11]. Ruang kedemokrasian sudah dimatikan dan kurang sekali kelihatan adanya ‘kemauan politik’ pada kalangan penentu kebijakan di pusat Indonesia untuk menyelesaikan permasalahan Papua dengan benar dan bermartabat. Kenyataan demikian sangat memprihatinkan, menyedihkan dan merugikan bagi Papua maupun Indonesia pada umumnya. (TvdB)

 

[4] SOAL HUKUM /KEADILAN

[a] 12 tahanan di Merauke dibebaskan. Dalam laporan sebelumnya kami sudah beberapa kali menarik perhatian pada ke-13 tahanan di Merauke. Mereka, anggota KNPB, yang ditangkap bulan Desember 2020 dan sejak itu ditahan di kompleks kepolisian di Merauke, dengan tuduhan terlibat kegiatan ‘makar’. Sementara satu dari antara mereka meninggal akibat pemukulan kepolisian sewaktu ditangkap. Pembela hukum mereka sudah lama mengeluh bahwa berkas hukum tidak disusun dan diteruskan ke pengadilan. Agak tiba-tiba mereka, yang 12 sisa, dibebaskan oleh Kapolsek, namun masih perlu melaporkan diri setiap hari Rabu[12]. Dari pihak pembela hukum mereka dinyatakan bahwa mereka dibebaskan karena sebenarnya Kapolsek tidak mampu menyusun suatu berkas hukum mengenai tuduhan makar terhadap mereka[13]. Tidak ada bukti apa-apa mengenai kesalahan mereka. Maka, dia meminta dengan segera Kapolsek menerbitkan suarat pelepasan yang murni, karena tidak ada alasan lagi mereka diwajibkan melaporkan diri. 

 

[b] potret HAM – Indonesia – Papua 2020: Baik melalui laporan Amnesty International Indonesia (AMII) maupun melalui seminar/webinar ditarik perhatian pada perkembangan HAM selama 2020. Menurut AMII keadaan HAM di Indonesia selama 2020 memburuk. Salah satu yang mereka soroti adalah pelanggaran hak atas kebebasan berekspresi. Sepanjang tahun lalu tercatat 157 orang dikriminalisasi dengan pasal karet UU ITE atau KUHP. 56 diantaranya menimpa jurnalis yang melakukan peliputan aksi protes UU Cipta Kerja pada 7 dan 21 Oktober 2020. Sorotan lainnya menyangkut pengekangan terhadap para pembela HAM. Pada 2020, terdapat 89 kasus serangan terhadap pembela HAM dengan 248 korban. Tertingi terjadi pada jurnalis dengan 32 kasus dan 60 korban. Intimidasi di ranah digital juga terjadi pada mahasiswa, akademisi, dan aktivis yang mengkritik kebijakan-kebijakan pemerintah terkait pelanggaran HAM di Papua. Amnesty mencatat 66 kasus dengan 86 korban. Amnesty juga menyoroti kealpaan pemerintah Indonesia dalam penegakan dan perlindungan HAM di Papua (termasuk provinsi Papua Barat). Laporannya mencatat 19 kasus pembunuhan diluar hukum oleh aparat keamanan dan menimbulkan 30 korban jiwa. Data yang dikumpulkan Amnesty sejak 2018 sampai Maret 2021 menunjukkan bahwa kondisi Papua belum juga membaik. Terdapat 50 kasus dugaan pembunuhan di luar hukum oleh aparat keamanan dengan total 84 korban. Dan dari 50 kasus tersebut, belum ada satu pun yang divonis oleh pengadilan umum maupun militer. Bahkan baru empat kasus yang diproses hukum: tiga yang diduga melibatkan anggota TNI ada di tahap penyidikan oditur militer dan satu kasus baru dilimpahkan ke kejaksaan negeri[14].

Lemahnya komitmen pemerintah dalam penegakan dan pelindungan HAM di Papua berdampak pada Indeks Demokrasi Indonesia (IDI). Direktur Aliansi Demokrasi untuk Papua (ALDP), Latifah Anum Siregar mencatat bahwa IDI Indonesia -versi Economist Intelligence Unit- skor 6,3 (peringkat ke-64 di dunia). Posisi Indonesia stagnan dibanding tahun lalu, namun skor lebih rendah dari tahun lalu sebesar 6,48. Skor terendah dalam 14 tahun terakhir ini. Indonesia dikategorikan sebagai “negara dengan demokrasi cacat”, ujarnya. IDI di Papua dan Papua Barat tahun 2019 -versi Pusat Statistik (BPS)- tidak kalah buruk. Berdasarkan tiga tolok-ukur: kebebesan sipil, hak-hak politik dan lembaga demokrasi, Papua mencatat 57,62 dan menurun dari tahun sebelumnya 58,29. Sementara Papua Barat tercatat 62,25[15]

 

[c] omnibus law. Sebagaimana sudah diumumkan sebelumnya pada hari Senin (12/4) 10 ribu buruh beraksi demo di pelbagai tempat. Mereka mewakili 1000 pabrik dan menggelar demo di depan Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Kantor Gubernur dan Kantor Bupati/Walikota. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, mengatakan aksi tersebut digelar secara online dan di lapangan. Peserta berasal dari 20 provinsi dan 150 kabupaten/kota. Tutuntan mereka ada empat: [1] meminta MK membatalkan Omnibus Law UU No. 11 Tahun 2020tentang Cipta Kerja, khususnya kluster ketenagakerjaan; [2] memberlakukan Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK) 2021; [3] membayar Tunjangan Hari Raya (THR) 2021 secara penuh dan tidak dicicil; dan [4] mengusut tuntas dugaan korupsi BPGS Ketenagakerjaan[16].

 

[d] penyelesaian pelanggaran HAM di luar hukum: Ternyata ada rencana dari Presiden untuk menyelesaikan sejumlah kejadian pelanggaran HAM berat di luar ranah hukum. Suatu Peraturan Presiden (Perpres) sedang disiapkan memungkinakan pelanggaran HAM diselesaikan melalui proses rekonsiliasi. Sebagai perwujudannya, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD, berencana membentuk kembali Komisi Pengungkapan Kebenaran. Rencana Presiden ini ditanggapi dengan sangat kritis oleh KontraS – suatu Lembaga nasional yang memperjuangkan hak para korban kekerasan. “Wacana rekonsiliasi tak lain tak bukan hanya dimaknai sebagai bentuk lain ‘cuci tangan’ yang dilakukan oleh beberapa terduga pelaku pelanggaran HAM masa lalu yang saat ini masih menduduki jabatan publik yang strategis”, dikutip dari siaran pers KontraS. “Selain itu, wacana rekonsiliasi versi pemerintah juga berpotensi menlanggengkan impunitas karena tidak mengedepankan aspek akuntabilitas dan juga partisipasi keluarga korban”, lanjut KontraS. Secara keseluruhan, Rancangan Peraturan Presiden Republik Indonesia tentang Unit Kerja Presiden untuk Penanganan Peristiwa Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat (RPerpres UKP-PPHB) melalui mekanisme non-yudisial ini kurang berspektif pada korban dan mencorang rasa kemanusiaan dan keadilan. “Korban memiliki hak atas kebenaran”[17].

 

[e] hak dasar masyarakat diabaikan; proyek bandar antariksa Biak. Ternyata masyarakat adat Biak masih pusing dengan tawaran Jokowi untuk menjadikan Biak tempat peluncuran antariksa[18].  Para pemimpin adat sudah berkumpul, menolak mengalihkan fungsi tanahnya menjadi lokasi peluncuran roket, dan membentuk suatu kelompok kerja khusus untuk menggugat rencana negara dalam hal ini dan untuk mengadakan kegiatan advokasi yang terarah (3/4). Ketua Dewan Adat Biak, Apolos Sroyer menjelaskan: Masyarakat adat di Biak cemas kalau keberadaan bandar antariksa pertama di Indonesia, yang segera dibangun, bakal membuat mereka tersisih dari wilayah adat dan merusak alam yang menopang hidup mereka secara turun temurun[19].

 

[f] dikategorikan ‘teroris’: dalam laporan kami akhir bulan Maret kami menyingging trend di kalangan tertentu untuk meng-kategori-kan TPNPB/OPM sebagai Organiisasi Teroris. Hal yang sama sekarang muncul berkaitan dengan status Front Pembela Islam (FPI). Ketua Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhamad Isnur, mengungkapkan ada propaganda untuk mengurung Habib Rizieq Shibab dan FPI terlibat dalam aksi terorisme (10/4).[20] Berkaitan dengan catatan YLBHI ini juga menarik untuk mencatat bahwa wakil Ketua DPR RI dalam komentarnya atas kejadian baru ini di distrik Beoga, Kab Puncak, juga mulai memakai istilah aksi teroris. Juga berita bahwa Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menemukan bahwa Pemuda Adat Papua – yang dimaksudkan Ketua Umum Pemuda Adat Papua, Jan Arebo - mendukung KKB dijadikan organisasi teroris, memperlihatkan adanya propaganda terarah[21].

 

[5] LINGKUNGAN, DEFORESTASI SERTA PERANAN KORPORASI/INVESTOR/KELAPA SAWIT

[a] kelapa sawit – deforestasi – hak ulayat. Uni Eropa (EU) terus menyoroti industri sawit Indonesia yang menjadi pemicu deforestasi dan kerusakan lingkungan. Menanggapi hal tersebut, Indonesia sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia mengajukan gugatan ke World Trade Organzation (WTO) yang dianggap mendiskreditkan komoditas sawit. Seluruh minyak nabati di dunia harus memiliki standar pendekatan yang sama dan diakui PBB yakni dengan berbasis Sustainable Development Goals (SDGs), bukan satu atau dua indkator yang dikarang-karang, tidak diakui dunia dan tidak akademis”, kata wakil Menteri Luar Negeri, Mahendra Siregar (3/4)[22].

 

[b] komitmen Indonesia dengan Kespekatan Paris‘Kesepakatan Paris’ adalah salah satu kesepakatan internasional berkaitan dengan perjuangan menjaga iklim dan lingkungan. Kesepakatan ini juga ditandatangani oleh Indonesia. Dalam suatu laporan baru ini (7/4) Greenpeace International menyatakan bahwa sejak 2000 hampir satu juta hektar hutan -sama luasnya dengan dua kali pulau Bali- dibabat demi industri kelapa sawit. Terdapat juga banyak pelanggaran peraturan perizinan. Greenpeace menilai moratorium sawit yang diinisiasi sebagai upaya pembenahan pemberian izin usaha, justru dimanfaatkan oleh Menteri LHKH, Siti Nurbaya, dalam pelepasan kawasan hutan untuk korporasi. Moratorium kelapa sawit seharusnya digunakan untuk meninjau keputusan izin yang dikeluarkan kepemimpinan sebelumnya dan membatalkan atau menunda proses pengajuan pelepasan hutan terhadap izin yang mencurigakan. Menteri LHK terus memproses aplikasi pelepasan kawasan hutan yang berasal dari masa jabatan sebelumnya dengan dalih tidak ada pilihan lain. “Selama kurun waktu 2013-2015 tercatat 11 perusahaan perkebunan dan atau perusahaan kehutanan dengan konsesi di Provinsi Papua telah meminta tanah dalam konsesinya dihapus dari peta moratorium: semua permintaan ini dikabulkan,” kata Greenpeace (12/4)[23].

“Dengan demikian hampir mustahil Indonesia dapat memenuhi komitmen dengan ‘Kesepakatan Paris’ kalau memang 71,2 ton karbon hutan yang terkandung dalam konsesi plantase yang direncanakan,  dilepaskan karena hutan dibabat”, lanjut laporannya. Greenpeace mencatat sebagian terbesar hutan itu masih utuh. Maka, Indonesia didorong untuk mengubah kebijakannya dan menjamin perlindungan permanen hutan yang masih utuh dan mengakui hak ulayat masyarakat lokalnya. Dengan demikian Indonesia dapat menjadi tempat Konperensi PBB Pihak-Pihak yang berkepentingan tahun ini[24].

 

[6] PENDIDIKAN DAN KESEHATAN DI PAPUA

[a] persekolahan – ujian – guruMemang bukan rahasia bahwa di pelbagai tempat di Papua proses belajar-mengajar tidak mulus. Sering ada keluhan mengenai kekurangan guru, fasilitas etc. Situasi itu sering menimbulkan keprihatinan yang serius. Cerita dari wilayah Okaba, Kab Merauke hanya membenarkan dasar kuat keprihatinan itu. Sejumlah aparat kampung dan masyarakat di wilayah distrik Okaba menolak dengan tegas pelaksanaan ujian bagi siswa kelas VI SD. Kenapa? Karena mereka tahu bahwa sekian lama tidak ada aktivitas di sekolahnya. Sesederhana itu! Kalau siswa/I diikutsertakan dalam ujian negara nanti dinyatakan lulus dengan akibat nanti SMP akan menerima siswa/i yang belum tahun baca-tulis. Kepala distrik Okaba, Stevanus Mahuze membenarkan bahwa berdasarkan monitoringnya beberapa SD tidak ada aktivitas belajar-mengajar, diantarnya SD YPPK Makaling, SD YPK Iwool, SD YPPK Iwool Ye, SD Inpres Wambi, SD YPPK Wambi dan SD YPK Alatep. Guru-guru tidak ada di kampung, dan kenyataan demikian sudah berjalan lama! Ditambahkan, bahwa selama ini Distrik Okaba tidak masuk zona merah Covid-19, sehingga proses belajar-mengajar sebenarnya mesti berjalan terus. Tindakan apa akan diambil? [25]

 

[b] rumah sakit pusat baru: Selama kunjungannya di Jayapura (14/4) Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin, memberitahukan bahwa Provinsi Papua membutuhkan suatu Rumah Sakit Pusat yang serba lengkap. Menjadi prioritas pertama. Pihaknya merencanakan membangun rumah sakit pusat itu di lokasi istana presiden akan dibangun di sekitar Koya, Kota Jayapura[26].

 

[7] MENUJU “PAPUA TANAH DAMAI”

[a] laporan negara oleh Pemeritah Amerika. Pemerintah Amerika setiap tahun menerbitkan suatu asesmen keadaan HAM di pelbagai negara di dunia ini, termasuk Indonesia (31/3). Dalam laporan itu diberikan juga perhatian pada situasi di Papua. Secara singkat dikatakan bahwa di Papua dan Papua Barat aparat keamanan melanjutkan operasi keamanannya sejak akhir 2018 (pembunuhan tenaga kerja di jalan trans). Pengoperasian ini mengakibatkan [a] ribuan orang mengungsi, [b] kontak senjata berulang kali yang menuntut korban baik dikalangan warga sipil maupun pihak keamanan, dan [c] menciptakan keprihatinan humaniter (kemanusiaan) bagi masyarakat Papua. Laporannya sangat kritis dan berlandasan dokumentasi yang dapat dipercaya; cukup terinci dan informatif[27]


[b] Ketegangan antar etnis. Ketegangan antar etnis muncul setelah seorang pemilik kios, orang yang berasal dari Toraja, tewas dibunuh di Wamena (1/4). Pelakunya, katanya, terbawa minuman keras. Reaksi masyarakat non-Papua cukup besar, karena mereka merasa menjadi korban terus. Mereka berkumpul dan minta pihak berwajib untuk cepat menangkap pelakunya. “Diberikan 5x24 jam untuk menangkap pelaku. Apabila belum maka warganya sendiri yang mencari”, kata Titus Tampanggallo dan Ketua Paguyuban Nusantara, Rudy Beai[28].

[8] PEMERINTAH DAERAH PAPUA & PAPUA BARAT

[a] Gubernur ke PNGMenteri Dalam Negeri kaget ada berita bahwa Gubernur Papua, Lukas Enembe, dideportasi paksa dari Papua New Guinea (PNG). Ternyata beliau memasuki PNG memalui ‘jalur tikus’ untuk mencari pengobatan tradisional karena kakinya sakit. Walau tidak dapat membenarkan tindakan Gubernur ini, juga agak membingungkan bahwa berita ini dapat begitu banyak perhatian sampai di Jakarta[29]. Ternyata perhatian mengenai masalah-masalah yang sebenarnya di Papua kalah dari perhatian mengenai berita sensasi tadi. 

 

[b] pengamanan pekan olah raga nasional (PON)Di tengah segala masalah/konflik yang sangat merepotkan banyak orang, ternyata kesibukan Pemerintah Propinsi dengan penyelenggaraan PON yang rencananya diadakan selama 2 minggu di bulan Oktober 2021 cukup menojol. Malahan kadang-kadang warga biasa menyatakan: “kesannya pemerintah hanya tahu PON saja, dan tidak terlalu pusing dengan persoalan Otsus, rencana pemekaran, konflik bersenjata dst”. Bagaimanapun juga penilaian warga biasa itu yang sangat penting didengar para pejabat pemerintah provinsi, memang benar bahwa pemerintah sekarang dengan jelas mulai menyiapkan diri supaya PON jadi terlaksana. Dalam kerangka itu juga Pangdam Papua memberitahukan bahwa TNI akan mengamankan PON Papua dengan mengerahkan 5.000 personilnya, dan akan meminta tambahan kalau dibutuhkan oleh pemerintah propinsi[30]. Lantas muncul pemberitahuan dari pihak Kapolda bahwa mereka akan mengerahkan 9.000 personil demi tujuan yang sama[31]Pengamanan sebesar ini akan memberikan kesan apa pada semua tamu nanti? (TvdB)

 

[9] TRENDS/GERAKAN POLITIK UMUM DI PUSAT INDONESIA

[a] kebijakan Polri. Kapolri menerbitkan suatu telegram didalamnya media dilarang untuk menerbitkan berita mengenai arogansi kelakuan polisi atau tindakan kekerasannya. Peraturan ini sangat dikritik banyak pihak, terutama para lembaga yang menjunjung tinggi HAM seperti Amnesty International Indonesia maupun organisasi para wartawan. Karena kritik banyak, akhirnya (6/4) ‘telegran larangan media’ dicabut oleh Kapolri. Dalam keterangan pihak polisi dinyatakan bahwa sebenarnya peraturan baru ini dimaksudkan sebagai ‘pegangan policy secara intern’. Segi positif dari kejadian yang membingungkan ini adalah bahwa pihak polisi de facto mengakui bahwa ada praktik arogansi dan kekerasan dalam tindankan-tindakannya, dan bahwa sudah waktunya untuk memperbaiki dinamika internal polisinya sehingga dapat dihargai lebih banyak oleh masyarakat yang mengharapkan diberlakukan secara adil dan bermartabat[32].

 

[b] kunjungan Mendagri ke Papua; agenda tertutup. Ternyata Mendagri, Tito Karnavian, berada di Jayapura (4/4). Itu menjadi jelas sewaktu beliau bereaksi (marah) atas kepergian illegal Gubernur ke Papua New Guinea (PNG). Namun isi kerja kunjungannya tidak diketahui publik. Hanya kita diberitahu bahwa dia marah sama Gubernur karena ke PNG. Rapat-rapat dengan pintu tertutup. Maka, baik dalam harian paling besar di Papua, Cendrawasih Pos, atau maupun dalam koran yang mengikuti secara kritis gerak-gerik politik, JUBI, tidak ada satu katapun mengenai agenda/kerja kunjungannya dalam edisi 5, 6 dan 7 April. Kenapa semuanya ini begitu tersembunyi? Apa yang kita tidak boleh ketahui? Sudah tentu kekurangan transparansi tujuan dan isi kunjungannya tidak membantu kita semua di Papua karena kepercayaan pada pemerintah pusat sudah begitu memudar. 

 

[9] CORONA VIRUS

Ancaman Covid-19 masih tetap sangat aktual. Lihat daftarnya dibawah:

Keadaan Provinsi Papua tgl. 31 Maret dibandingkan tgl 15 April 2021

 

COVID-19

Jumlah positif

Jumlah dirawat

Jumlah sembuh

Jumlah meninggal

Periode 15 April 2021

31/3

2021

15/4 /’21

31/32021

15/4

/‘21

31/3 2021

15/4

/’21

31/3

2021

15/4

/’21

Kota Jayapura

8773

8914

842

444

7781

8315

150

155

Kab Mimika

5696

5882

350

310

5299

5523

47

49

Kab Jayapura

1208

1228

81

116

1078

1000

49

50

Kab Biak Numfor

1059

1075

13

26

993

993

53

56

Kab Jayawijaya

870

914

90

40

775

869

5

5

Kab Merauke

806

851

34

42

723

760

49

49

Kab Mappi

544

570

138

25

402

540

4

5

Kab Nabire

429

469

0

38

415

415

14

16

Kab Boven Digoel

290

309

1

19

286

287

3

3

Kab Keerom

255

286

46

47

203

229

6

10

Kab Asmat

221

249

34

24

184

222

3

3

Kep. Yapen

239

239

53

53

179

222

7

7

Kab Paniai

95

97

0

1

93

93

2

3

Kab Superiori

76

76

0

0

76

76

0

0

Kab Tolikara

31

45

7

0

31

45

0

0

Kab Sarmi

31

31

8

8

23

23

0

0

Kab Lanny Jaya

27

27

0

0

26

26

1

1

Kab Yalimo

15

15

0

0

15

15

0

0

Kab Peg Bintang

11

11

2

2

9

9

0

0

Kab Mambera-

mo Tengah

4

4

0

0

4

4

0

0

Kab Puncak Jaya

3

3

1

1

2

2

0

0

Kab Waropen

1

1

0

0

1

1

0

0

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Total 

20691

21296

1700 8,2%

1148 5,4%

18598 89,9%

19736 92,7%

393 

1,9%

412      1,9%

 

 

 

 

Jumlah tes

116902

118765

 

Perkembangan akhir. Dalam ½ bulan terakhir: [1] Jumlah Infeksi total: naik rata-rata 40 setiap hari; berarti masih ada trend positif menurun (perhatian: boleh jadi bahwa administrasi sekitar perayaan Paskah kurang lengkap[2] wilayah-wilayah dengan kenaikan paling tinggi: Mappi, Jayawijaya, Asmat, Kerom, Nabire, Jayapura dan Mimika. Sedangkan Merauke tetap menunjukkan suatu persentase kematian yang sangat tinggi, yakni 6%; Biak Numfor 5%; Kerom dan Nabire 4%; sedangkan rata-rata provinsi Papua, 1,9%.

 

PESAN KHUSUS

 

Sekitar perayaan Paskah baru ini [tvdb1] beberapa gereja menerbitkan sepuck ‘surat pastoral gabungan’, yakni pimpinan Gereja Kingmi, Baptis, GIDI dan GKI[33]. Dalam surat itu situasi di Papua dewasa ini diuraikan secara singkat. Sudah tentu hasil uraian itu menimbulkan rasa cemas dan prihatin sekali. Suratnya diakhiri dengan sejumlah rekomendasi sbb:

1.     Alangkah baiknya Komisaris Tinggi untuk HAM dari Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) mengadakan suatu investigasi mengenai pelanggaran HAM di Papua

2.     Alangkah baiknya suatu tim independen dibentuk guna menyediakan pendampingan pada para pengungsi serta para korban kekerasan di wilayah Nduga, Intan Jaya, Puncak, Puncak Jaya dan Timika, baik menyangkut pelayanan Kesehatan, Pendidikan serta kebutuhan lainnya

3.     Alangkah baiknya Presiden Jokowi memegang pada janjinya 30 September 2019, bahwa negara bersedia ‘mengadakan dialog dengan kelompok Papua Pro-Referendum, ULMWP’

4.     Alangkah baiknya pemerintah Indonesia menjalankan dialog dengan ULMWP guna mencari jalan keluar dari permasalalahn di Papua, dengan gaya yang sama seperti pemerintah SBY (Yusuf Kalla) memungkinkan penyelesaian masalah dengan GAM dan Aceh, dimediasi oleh pihak/negara ketiga

5.     Alangkah baiknya para pemimpin Melanesian Spearhead Group (MSG) menerima ULMWP sebagai anggota penuh MSG pada pertemuan tingkat tinggi April 2021

6.     Alangkah baiknya warga Papua berdoa dan berpuasa mulai tanggal 11 April 2021 untuk pemulihan kembali kelukaan tanah dan bangsa Papua, dan untuk persatuan para pemimpin adat, pemimpin gereja-gereja, pemimpin pemerintah, pemimpin LSM-LSM, pemimpin organisasi perempuan dan muda/i

7.     Alangkah baiknya, mulai di kalangan keluarganya sendiri, bangsa Papua mulai mempraktikan prinsip-prinsip hidup damai dan menghindari apa saja yang dapat menghancurkan masa depannya. Mereka patut melindungi semua anggota keluarganya dengan cara yang bertanggungjawab

++++++++++

Jayapura, 17 April 2021

 



[9] Jadwal resmi : Jadwal acara /kegiatan rapat Pansus RUU tentang perobahan kedua atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.

[10] JUBI, edisi 16-17 April 2021, hlm 1 dan 2.

[14] Laporan: Amnesty International 2020/2021, diterbitkan oleh Amnesty International Indonesia

[32] Diskusi di TV One, tgl 7 April, dalam acara “berita pagi hari”

[33] Pastoral Letter by the West Papua Council of Churches, 2 April 2021 

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.