Monday, April 5, 2021

PAPUA 2021 16-31 Maret (In Bahasa)

 PAPUA  2021

16-31 Maret

Oleh: Theo van den Broek

 

[1] KEAMANAN dan OPERASI TNI/POLRI

 

[a] ditangkap. Menurut info Kapolres Mimika baru ini (13/3) empat orang ditangkap karena diduga adalah anggota TPNPB. Polisi dapat informasi atas keanggotaannya setelah meneliti isi HP milik Ferry Elas, seorang pemimpin kelompok TPNPB yang ditembak mati awal bulan ini[1]. Mereka empat sedang ditahan di Timika, dan belum ada konfirmasi keanggotaannya dari pihak TPNPB. 

 

[b] diculik dan dibunuh? Ada berita dari Kab Nduga yang berindikasi kuat bahwa ada penculikan. Hari Senin (29/3) Yeremias Giban, seorang warga Nduga, didatangi anggota pasukan TNI/Polri sewaktu dia sedang memotong kayu di lapangan; lokasinya diantara Kenyam dan Baneak. Menurut cerita isterinya (saksi mata), suaminya dibawa dari tempat kerja tidak tahu kemana. Namun sudah jelas tidak pulang lagi dan di tempat kerja ada bekas darah. Yeremias belum ditemukan[2].

 

[c] identitas korban-korbanLaporan kronologi pembunuhan atas tiga warga di Sugapa (15/2) sudah dikerjakan Keuskupan Timika[3]. Laporan ini untuk sebagian terbesar membenarkan apa yang sudah diketahui bahwa mereka dibunuh oleh anggta TNI karena dinilai oleh apparat keamanan bahwa mereka adalah anggota TPNPB. Berhubungan dengan penilaian itu, laporan ini menegaskan bahwa mereka warga yang biasa saja. Koordinator Sekretariat Keadilan dan Perdamaian (SKP) Keuskupan Timika, Saul Wanombo, menyatakan bahwa TNI sering keliru dalam ‘membaca siapa adalah siapa’.  Hasilnya: sejumlah korban yang tak berdosa. Harapannya supaya kekeliruan itu tak terulang lagi[4].

 

[e] masuknya pasukan baruTernyata Kapolres di Boven Digoel sedang dibantu 100 anggota Brimob dari Sulawesi Selatan. Mereka tiba di Merauke (15/3) dan mulai bertugas di Boven Digoel (16/3)[5]. Dalam berita lanjut setelah Mahmakah Konstitusi (MK) mendiskualifikasi pemenang pemilihan bulan Desember 2020 di Boven Digoel, bahwa pelaksaan pemilihan ulang (perintah oleh MK) akan diawasi oleh 400 anggota pasukan keamanan[6].

 

[2] PENGUNGSI-PENGUNGSI DI PAPUA

 

[a] bantuan untuk pengungsi dari Palang MerahPeduli akan nasib para pengungsi di Sugapa di Intan Jaya, Palang Merah Internasional memberikan bantuan (17/3) kepada mereka melalui Palang Merah Indonesia[7].

 

[b] nasib pengungsi di Intan Jaya dan Nduga. Kepedulian tadi memang mempunyai alasan kuat, karena suasana para pengungsi masih sangat memprihatinkan. Dalam pertemuan sejumlah sumber informasi -orang lapangan- dengan MRP dan DPRP (18-19 Maret 2021) suatu gambaran yang sangat konkrit dan hidup diberikan. Baik wilayah Nduga maupun wilayah Intan Jaya, untuk sebagian terbesar kosong warganya. Mereka keluar karena takut dan segala distrik dikuasai pihak aparat saja. Pemerintah lokal tidak berjalan, apalagi pelayanan publik serta program pembangunan.Ini semuanya sudah cukup lama! Salah satu kelompok yang paling terkena adalah generasi muda yang masih bersekolah. Mereka tidak sempat mengikuti pendidikan dan sudah tentu kehilangan kesempatan untuk mengikuti ujian akhir. Disamping itu, masalah intinya: soal makanan dan fasiltas penginapan sangat minimal sampai kurang. Tenaga-tenaga sukarela yang membantu para pengungsi Intan Jaya dalam pertemuan dengan MRP/DPRP menyatakan bahwa sekurang-kurang 9 orang -di antaranya 5 anak - meninggal dunia karena kurang makan, konsidi hygiene yang jelek dan sakit. Mendengar segala cerita lapangan ini diharapkan bahwa MRP/DPRD dapat mendorong tindakan-tindakan yang sangat dibutuhkan untuk memulihkan kembali keadaan para warga yang tak berdosa namun demikian menjadi korban suasana konflik di Papua[8].

 

[3] OTSUS & PEMEKARAN DI PAPUA

 

[a] pansus Papua DPR RI. Ternyata Panitia Khusus (Pansus) Papua DPR RI mulai bekerja. Menurut ketua Pansus, Komarudin Watubun, sebenarnya perlu evaluasi yang menyeluruh UU Otsus ini (30/3). Ada “dua pasal yang diajukan pemerintah dalam revisi UU Otsus Papua. Kita tidak dapat menutup mata bahwa Otsus Papua ada kekurangannya jadi mari diperbaiki”, ujarya. Hal senada sudah berulang kali diangkat melalui suara masyarakat Papua yang menginginkan agar implementasi Otsus Papua dievaluasi secara menyeluruh. Sebab Otsus Papua bukan sekadar terkait besaran dana dan pemekaran wilayah, namun juga terkait adanya pelanggaran Hak Asasi Manusia. Walau ‘perlunya evaluasi menyeluruh’ disebut pada awal dalam komentarnya selanjutnya ternyata Komarudin membatasi diri pada keterangan mengenai dua pasal yang disarankan revisinya oleh pemerintah, pasal 34 (mengenai dana) dan pasal 76 (mengenai wewenang mengusulkan pemekaran). Terutama soal sekitar pasal 76 sebaiknya dipahami baik (TvdB). Dalam UU Otsus 21/2001, pasal 76 ditetapkan bahwa wewenang untuk mengusulkan pemekaran adalah MRP dan DPR Papua; tentu berdasarkan suatu pengkajian berbobot mengenai potensi dan peluangnya wilayah yang mau dimekarkan. Dalam revisi sekarang pemerintah pusat mengusulkan pasal 76 menjadi tiga ayat yang berbunyi: [1] Pemekaran daerah provinsi menjadi provinsi-provinsi dapat dilakukan atas persetujuan MRP dan DPRP setelah memperhatikan dengan sungguh-sungguh kesatuan sosial budaya, kesiapan sumberdaya manusia dan kemampuan ekonomi dan perkembangan di masa datang. [2] Pemerintah dapat melakukan pemekaran daerah provinsi menjadi daerah otonom untuk mempercepat pemerataan pembangunan, peningkatan pelayanan publik, dan kesejahteraan masyarakat dengan memperhatikan kesatuan sosial budaya, kesiapan sumberdaya manusia dan perkembangan di masa datang. [3] Pemekaran daerah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat [2] tidak melalui tahapan daerah persiapan sebagaimana diatur dalam undang-undang mengenai pemerintahan daerah[9]. Disamping dua pasal ini menurut wakil ketua DPR RI, Azis Syamsuddin, juga perlu membahas [a] apakah Otsus perlu dilanjutkan atau tidak, [b] isyu pemekaran di Papua dan Papua Barat, [c] strategi pembangunan, dan [d] strategi dalam hal melakukan peningkatan kesejahteraan masyarakat Papua. Mengenai soalnya adanya ‘isyu penolakan Otsus di Papua’, Azis menjelaskan “kita lihat nanti yang berkembang apakah penolakan itu bisa merepresentasikan seluruh masyarakat atau hanya sempalan saja”. 

Dari laporan sebagaimana dimuat dalam JUBI kami dapat kesan bahwa, walau ‘perlunya evaluasi menyeluruh’ dicatat sebagai sesuatu yang sangat perlu, pembahasan praktis nanti akan berpusat pada dua pasal yang disarankan pemerintah pusat; sekaligus penolakan massal di Papua akan dinilai sebagai penolakan ‘sekelompok saja’. Yang paling penting nanti adalah pembahasan sekitar pasal 76. Dengan rumusan yang disaran pemerintah pusat, jalan terbuka lebar bagi pemerintah untuk secara sepihak bertindak tanpa perlu pusing dengan pendapat/wewenang pemerintah daerah. Ayat 3 dengan jelas menghindari segala kemungkinan bahwa pemerintah daerah dapat menolak suatu keputusan pemekeran oleh pemerintah pusat. Kalau ini diterima, Papua sebenarnya kehilangan segala kewenangan, maka kata serta isi ‘otonomi khusus daerah’ secara de facto menjadi suatu ‘pembohongan publik’.(TvdB)  

 

[4] SOAL HUKUM /KEADILAN

 

[a] tahanan yang kurang jelas. Muncul keprihatinan mengenai nasib dua aktivis Papua yang ditahan di Jakarta di markas polisi. Mereka, Roland Levy dan Kelvin Molama, ditangkap setalah awal bulan Maret berdemo di Jakarta untuk berprotes mengenai rencana Otus/Pemekaran. Mereka anggota Aliansi Mahasiwa Papua (AMP). Lantas mereka ditangkap tanpa mengindahkan unsur prosedur yang standar, dan ditahan sampai saat ini. Sementara mereka dituduh memakai kekerasan terhadap petugas[10].

 

[b] kebebasan ungkapan pendapat. Ternyata aksi mengungkaqpan pendapat masih tetap sangat berisiko di Papua. Suatu diskusi yang ingin diselenggarakan (22/3) di kampus Universitas Ilmu dan Teknologi Jayapura (USTJ) dibubarkan oleh pihak keamanan dan empat mahasiwa ditangkap/ ditahan[11]. Nasib yang sama dialami oleh para pembicara serta peserta Seminar Nasional West Papua yang bertema Mencari Jalan Tengah Pelanggaran HAM di Tanah Papua (27/3). “Hukum Indonesia itu tidak benar. Kami mau sampaikan aspirasi atau pendapat di muka umum, di jalan saja, dorang batasi kita dengan berbagai hal. Kami bawa aspirasi itu melalui seminar dan diskusi panel tetapi masih saja dihalangi”, ungkapan Gustaf Kawer usai polisi membubarkan seminar[12].

 

[c] akhiri diskriminasi rasisal.  Amnesty International Indonesia (AII) sekali lagi mengangkat suara untuk mendesak pemerintah Indonesia menghentikan segala bentuk diskriminasi rasial di Papua (21/3). Mereka mengatakan potensi rasisme institutional yang terjadi terhadap orang Papua selama berpuluh-puluh tahun masih terus berlanjut sampai sekarang. “Ini tercermin dengan masih banyaknya kasus pembunuhan di luar hukum di Papua dan Papua Barat yang belum memiliki skema akuntabilitas yang jelas”, ujar direktur eksekutif AII, Usman Hamid. Setidaknya ada 3 kasus pembunuhan oleh aparat selama 3 bulan pertama 2021 ini, dan belum ada investigasi atas tiga kasus ini[13]Menurut pemantauan kami jumlah sudah 5 kasus dalam dua bulan terakhir ini. (TvdB).

Di Sorong para altivis juga mengadakan aksi damai lagi untuk memprotes terhadinya diskriminasi rasial di Papua (29/3). Salah satu alas an adalah sikap trasis terhadap pemain bola Patrik Wanggai, baru-nbaru ini. Koordinator aksi damai ini menyatakan bahwa “Negara melindungi para pelaku rasisme”. Tidak ada Tindakan hukum yang nyata, maka rasisme masih bertumbuh terus dengan subur[14].

 

[d] omnibus law. UU Omnibus Law tetap dipersoalkan. Pengesahan UU ini digugat oleh KSPI (Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia) pada Mahkamah Konstitusi (MK). MK akan melanjutkan sidangnya membahas hal ini dalam satu minggu dan KSPIsudah menyatakan bahwa akan turut melanjutkan aksi demo lagi (19/3). Aksi ini diadakan baik didepen Gedung MK, maupun di sejumlah tempat, melibatkan semua pabrik dimana KSPI ada anggota. KSPI memiliki anggota di hampir 4.000 pabrik tersebar di 30 provinsi di Indonesia[15].

PKSI juga menuding banyak perusahaan yang sengaja mempailitkan diri gara-gara UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja beserta peraturan turunannya (19/3). Dalam peraturan-peraturan itu a.l ditetapkan bahwa hanya separuh uang pesangon perlu dibayar. Setelah menjadi paillit banyak mendirikan perusahaan baru yang memanfaatkan segala peraturan baru mengenai perburuhan yang menguntungkan para pengusaha, sedangkan merugikan para buruh[16].

 

[e] soal kewajiban pakai jilbab. Sudah beberapa bulan ada diskusi mengenai: sejauh mana dapat mewajibkan perempuan, termask di sekolah-sekolah, untuk memakai jilbab. Adacperasaan kuat bahwa ‘kewajiban’ yang melebihi ‘ajakan’, artinya orang disanksi kalau tidak mengikuti kewajiban itu, pada dasarnya diskriminatif. Human Right Watch (HRW) mengangkat isyu nasional ini (18/3)[17]. Dicatat bahwa sejak tahun 2001 pemerintah daerah telah mengeluarkan lebih dari 60 peraturan daerah yang memaksa perempuan mengenakan jilbab. Aturan serupa juga diberlakukan di hampir 300 ribu sekolah negeri di 24 provinsi terutama yang berpenduduk mayoritas muslim. HRW menilai aturan tersebut diskriminatif dan merugikan perempuan. Beberapa kasus aturan telah mendorong sejumlah siswi yang tidak mengikuti aturan itu, untuk mundur atau keluar dari sekolah. Sebagain perempuan juga kehilangan kesempatan promosi atau bahkan pekerjaannya karena tidak memenuhi tuntutan berjilbab. Syukurlah ada angin segar dengan terbitnya (3/2/2021) Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri yang memungkinkan sisiwi atau guru sendiri memilih pakaian di sekolah. Berdasarkan keputusan tersebut pemerintah daerah dan kepala sekolah diperintahkan mencabut semua aturan wajib jilbab sebelum 5 Maret 2021. Bagi kepala sekokah dan kepala daerah yang tidak mematuhi keputusan tersebut akan mendapat sanksi seperti ditahan dana bantuan operasionalnya. 

 

[f] Suara ‘rasa sakit’ perempuan di Papua. Dalam suatu ‘eksposisi seni’ secara viral, 10 seniwati diberikan tempat untuk menyampaikan kasihnya. Maka, judul exposisi: “Sa Pu Kisah: Buka Mata, Buka Hati“. Melalui karya seninya diberikan ‘muka’ pada pengalaman kekerasan, pengalaman penderitaan, kepahitan konflik di Papua dll. Salah satu gambar dibawah ini; karya oleh Nancy Nahuway, berjudul ‘Perasaan Sakit’; dalam telapak tangan tertulis lima kata: emosional, judi, minum, selingkuh dan narkoba. Eksposis ini diselenggarakan oleh kelompok ‘seni visual’, Udeido bersama dengan Asia Justice and Rights (AJAR)[18].

 




[f] hak dasar masyarakat diabaikan; proyek bandar antariksa Biak. Ternyata Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) sudah cukup lama menyiapkan proyek ini. “sejak 1980-an LAPAN sudah menyiapkan lahan 100 ha di Biak Utara. Namun dengan berbagai kendala pembangunan belum bisa terlaksana”, keterangan LAPAN. Proyek ini dapat beberapa penolakan dari kalangan aktivis dan warga setempat, karena proyek itu akan memutuskan rantai kehidupan masyarakat adat setempat. Apalagi akan menghilangkan hutan dan wilayah bertani dan berburu masyarakat lokal. Minggu lalu Forum Peduli Masyarakat Biakmenolak rencana pemerintah. “Jika proyek ini dibangun maka pemerintah akan merelokasi seluruh penduduk pulau Biak dan ribuan warga Biak akan kehilangan tanah dan laut sebagai ruang hidupnya”, anggota Forum, Yohanes Mambrasar. Namun pemerintah masih tetap membahas proyek ini, walau penolakan masyarakat sudah nyata. Penolakan ini bukan hal baru. Medio 2006-2007 kelompok intelektual Biak sudah menolaknya dan penolakan itu masih terulang lagi 2016 dan 2017. Tidak ditanggapi pemerintah, maka diulang lagi 12 Maret 2021. Gaya bertindak secara sepihak dari pihak pemerintah makin membuat masyarakat marah. Forum mendesak pemerintah untuk duduk bersama masyarakat secara terbuka dan membahas pro dan kontra proyek ini secara terbuka dan mencari solusinya. Sampai saat ini LAPAN hanya menyatakan bahwa “proyek ini memenuhi ‘standar internasional’, selain standar keamanan dan keselamatan warga di sekitar juga harus memenuhi standar kwalitas lingkungan hidup”. Namun semuanya sampai saat ini dibahas dan direncanakan di “Jakarta” saja, dan dinyatakan bahwa akan menguntungkan pembangunan ekonomis wilayah Biak ini. Kepala LAPAN menambah: “warga Biak mestinya sudah berubah menjadi masyarakat yangmaju dan bukan lagi seperti masyarakat tradisional saat ini”[19].

 

[g] catatan internasionalKomnas HAM dalam komentarnya berhubungan dengan saran TPNPB ditetapkan sebagai ‘organisasi teroris’ mencatat: saat ini ada upaya mendesak internasional untuk masuk ke dalam penyelesaian Papua meski langka mereka masih belum berhasil menyakinkan internasional untuk terlibat langsung. “Tapi, kalau kebijakan pemerintah mengalami kekeliruan dan kekerasan makin menjadi-jadi, maka bukan tidak mungkin desakan keterlibatan internasional tersebut malah akan berhasil. Jadi, setiap pendekatan kebijakan mesti dikaji secara mendalam, selain itu kebijakan operasi yang menggunakan instrumen kekerasan atau bersenjata sudah mesti ditinggalkan secara bertahap, bukan malah diintensifkan”[20].

Berhubungan dengan catatan ini juga penting untuk membaca laporan Pemerintah Amerika Serikat mengenai situasi Hal Asasi Manusia di Indonesia selama tahun 2020[21].

 

[5] LINGKUNGAN, DEFORESTASI SERTA PERANAN KORPORASI/INVESTOR/KELAPA SAWIT

 

[a] kelapa sawit – deforestasi – hak ulayat. Dalam suatu tulisan baru ini (25/3) Mongabay, suatu lembaga internasional yang mengawasi lingkungan secara global, secara khusus di pemukiman penduduk di wilayah terpencil, menyatakan bahwa perusahaan kelapa sawit, Digoel Agri, menyiapkan lahan/babat hutan tanpa persetujuan dari masyarakat. Secara singkat: (1) perusahaan kelapa sawit memulai membersihkan/membabat hutan adat milik suku asli di wilayah Papua (Indonesia) tanpa meminta persetujuan masyarakat adat; (2) kontraktors dari Digoel Agri membersihkan 64 ha selama dua bulan pertama 2021, menurut foto satelit; (3) Digoel Agri membersihkan 164 ha selama 2019, sebelum menghentikan operasinya sementara karena suatu kasus tenaga kerja tahun 2020; (4) Pusaka menuding Digoel Agri tidak meminta persetujuan dari masyarakat adat untuk beroperasi di wilayah adatnya; wilayah ini adalah salah satu bagian dari Proyek Tanah Merah, yang direncanakan menjadi plantase kelapa sawit yang terbesar di dunia[22].

 

[b] yang melanggar bisa santai saja. Dalam berita lainnya dicatat bahwa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebut 2.611.000 hektare dari 3.372.615 hektare kawasan hutan untuk kelapa sawit dipakai tanpa proses permohonan pelepasan kawasan hutan (30/3). Itulah penyampaian pelaksana tugas direktur jendral Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Ruandha Agung Sugardiman dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR RI. Ketua Komisi IVmenanggapinya dengan bertanya: Kalau 2,6 juta hectare itu sudah melanggar dan merugikan negara dan tidak ditindak, mau jadi apa?” Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani merespons pernyataan tersebut dengan “Sedang kami intensifkan untuk identifikasinya. Ini rencana kita akan selesaikan pengenaan denda administratif” [23].

 

[6] PENDIDIKAN DAN KESEHATAN DI PAPUA

 

Jaminan KesehatanSupaya sistem penjaminan kesehatan lebih jelas dan administrasinya lebih lancer, 2,3 juta Orang Asli Papua (OAP) yang sampai saat ini memakai fasilitas kesehatan berdasarkan Kartu Papua Sehat, sekarang diintegrasikan dalam system nasional BPJS Kesehatan[24].

 

[7] MENUJU “PAPUA TANAH DAMAI”

 

[a] penyerahan diri. Muncul berita dalam Kompas (18/3) bahwa sejumlah anggota TPNPB telah menyerahkan diri dan ‘kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi’. “Kapolda, Irjen Pol Matheus Fakhiri menyambut baik kembalinya mantan pemimpin kelompok kriminal bersenjata (KKB) di wilayah Kosiwo, Kab Keplulauan Yapen, Noak Orarei”, bunyinya berita. “Saya atas nama Noak Orarei bersama ini dengan niat tulus berjanji atas keinginan saya sendiri, untuk kembali sebagai warga negara Indonesia yang setia kepada Pancasila dan UUD 1945”, kata Noak. Selanjutnya dia mengajak teman-teman seperjuangannya untuk memgikuti langkahnya. Kapolda pun mengharapkan bahwa lebih banyak anggota akan menyerahkan diri[25]


[b] TPNPB-OPM mau dinyatakan ‘kelompok teroris’. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sedang merencanakan penetapan TPNPB/OPM sebagai organisasi teroris[26]Gagasan demikian terungkap di Jakarta dan sedang digali kemungkinannya. Rencana ini ditanggapi sejumlah instansi[27], a.l. oleh KomNas HAM. Ketua Komnas HAM, Taufan Damanik mengatakan kita mesti jujur menilai bahwa persoalan di Papua disebabkan beberapa persoalan yang berbeda dengan fenomena terorisme. Ada soal Pepera (1969) yang cacat hukum; ada masalah ketimpangan kesejahteraan di Papua; diskriminasi dan ketidakadilan menjadi dasar politik ingin merdeka. Pendekatan operasi keamanan tidak terbukti ampuh menyelesaikan masalah. Pendekatan pemerintah Indonesia kepada Papua memang kurang berintegrasi; pendekatan pembangunan fisik tidak diseimbangi dengan pendekatan kultural. Oleh karena itu Komnas HAM menyarankan Pemerintah membuka dialog degan semua elemen masyarakat Papua, termasuk kepada kelompok yang paling keras sekali pun. Untuk dialog damai pemerintah perlu mendengarkan pandangan orang Papua. “Karena itu, Komnas HAM sangat khawatir dengan ide menjadikan KKB atau OPMsebagai organisasi terorisme. Kebijakan ini akan semakin menyulitkan pendekatan damai terhadap Papua”, kata Taufan. Selanjutnya ditekankan kembali: “Ubah operasi keamanan dengan senjata menjadi operasi kesejahteraan”[28]. Senada dengan peringatan oleh Komnas HAM, direktur eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH), Yan Christian Warinussy menyatakan bahwa ‘perobahan label/nama’ bukan solusi. Persoalan di Papua perlu ditangani mulai dari penyelesaian segala kasus pelanggaran HAM di Papua mulai dari 1960-an sampai saat ini. Untuk itu dalam Otsus diberikan ruang untuk membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) sebagai suatu sarana yang pantas untuk menuju suatu penyelesaian permasalahan di Papua. Sampai saat ini gagasan itu tidak diberikan perhatian serius oleh negera. ‘Apabila (penyelesaian pelanggaran HAM) tidak dituntaskan ini akan menghambat hubungan rakyat Papua dan Negara Indonesia dari masa ke masa”, ucapnya.  Lauranzus Kadepa (anggota DPRP) menambah bahwa justru dugaan pelanggaran HAM membuat banyak instansi internasional, a.l. Komisi Tinggi HAM PBB, monyoroti Indonesia dengan sangat kritis. Aktivis HAM, Markus Haluk, menanggapi gagasan ‘menyatakan OPM teroris’ dengan dua catatan. [a] Dari satu segi TPNPB tidak pernah menunjukan suatu pola kegiatan teroris (seperti misalnya berkegiatan ancaman di luar Papua) maka tidak ada dasar untuk menyatakannya teroris; TPNPB adalah organisasi memperjuangkan kemerdekaan sesuai dengan haknya yang dicatat dalam hukum internasional, maupun di Indonesia dalam Undang Undang Dasar 1945[b] Dari segi lain dia mengajukan pertanyaan: sebenarnya ‘siapa yang meneror masyarakat?’ “Siapa yang datang dari jauh-jauh ke Papua untuk meneror warga sipil? Atas ulah siapa warga sipil di kabupaten Nduga, Intan Jaya, Puncak Jaya, dan Puncak di Papua mengungsi?”, Haluk bertanya. “Kini waktunya jujur jawab siapa sesungguhnya yang meneror, membungkam demokrasi, dan melakukan praktik isolasi terhadap orang Melanesia di West Papua?”, katanya[29].

[c] Ketegangan antar agama. Walau terjadi cukup jauh dari Papua, sudah tentu masyarakat Papua turut kaget mendengar kejadian ‘aksi bom bunuh diri’ di depan pintu Katedral Gereja Katolik di Makassar pada hari Minggu Palma (28/3). Syukurlah jumlah korban dalam insiden ini masih sangat terbatas, berkat tindakan penjaga pintu yang melarang kedua pelaku untuk memasuki gereja dimana pada saat itu ibadah hari Minggu sedang berjalan. Namun, entah bagaimanapun, kejadian ini sangat ‘menakutkan’ dan mendorong pelbagai lembaga keagamaan untuk mengutuk aksi itu. A.l. Persatuan Gereja Indonesia (PGI) di Jakarta dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Papua. Kedua mengutuk peledakan bom di depan Katedral di Makasar dan menegaskan bahwa aksi terror dengan alasan apapun tidak dibenarkan[30].

[8] PEMERINTAH DAERAH PAPUA & PAPUA BARAT

 

[a] Sekda Papua. Kesannya bahwa Sekda baru, Dance Flassy, membawa angin baru di kalangan pemerintahan provinsi Papua. Dalam pengarahannya (17/3) dia menekankan bahwa Papua membutuhkan pegawai yang intelijen, yang dapat berpikir ‘diluar kotaknya sendiri’, mampu berkoordinasi dan berkomunikasi dengan unit lainnya. Perlu orang kreatif. “Kami membutuhkan ‘kegilaan’ untuk membangun Papua. Kami tidak dapat berkerja seperti ‘business as usual’ (praktik kerja rutin seperti biasa), tegasnya[31].

 

[b] pemilihan Bupati diulangKarena hasil pemilihan Desember 2020 digugat di Mahkamah Konstitusi (MK) oleh pihak yang kalah, dan karena MK mengabulkan keberatan pihak yang menggugat, pemilihan di Kabupaten Nabire perlu diselenggaraan ulang. Masalah utama adalah bahwa ‘sistem noken’ dipakai di sejumlah lokasi Kab Nabire. MK menilai bahwa Kab Nabire tidak memiliki alasan untuk memakai ‘sistem noken’ tradisional itu, dan mesti mengadakan pemilihan berdasarkan pemungutan suara secara individual[32]. Selain di Nabire MK memutuskan perlu pengadaan pemilihan ulang perlu diselenggarakan pula di Kab Yalimo dan Kab Teluk Wondama (4 PTS saja) dan Boven Digoel. Secara khusus menyangkut Boven Digoel, MK menilai bahwa pasangan yang memang sebenarnya tidak boleh berpartisipasi dalam pemilihan ini (karena soal pidana) sehingga didiskualifisir[33].

 

[c] pegawai tidak masuk kerja. Ternyata Bupati Mimika menjadi cukup bosan dengan kenyataan bahwa 200-lebih pegawai sebenarnya tidak masuk kantor kerja, dan itulah sudah bertahun-tahun, sedangkan gaji dst dibayar terus. Akhirnya dia ingin ‘membersihkan’ tempat. Sedang dalam proses[34].

 

[9] TRENDS/GERAKAN POLITIK UMUM DI PUSAT INDONESIA

 

[a] Pimpinan Umum Partai DemokratMasih ada kerisuhan sekitar Partai Demokrat. Sejak 9 Maret seorang pempinan umum diangkat selama suatu Kongres luar biasa (KLB) yakni Moeldoko. Hampir sebulan lewat, namun kekaburan siapa-siapa akan diakui secara resmi oleh dunia politik lama belum jelas. Sementara waktu ada berita berwarna-warni, ada yang bilang Moeldoko dapat dukunga besar, ada yang bikang ‘minim dukungan tokoh dan publik’[35]. Ada berita bahwa semuanya ini terjadi untuk melawan ternd ‘dinasti politik’ di Indonesia. Maka, Megawati (PDIP) mungkin bisa menjadi sasaran yang berikut (TvdB).Moeldoko sendiri menyatakan bahwa bukan ambisinya, namun karena dia diminta demi penyelamatan demokrasi dan negara. Akhirnya Kementerian Hukum dan HAM memutuskan ‘siapa yang benar’, dan menyatakan bahwa hasil Kongres Luar Biasa tidak sah. Maka jelas pemerintah tetap akan mengakui kepemimpinan AHY. Mungkin saja kubu Moeldoko akan melanjutkan dan membawa persoalan ke ranah pengadilan. Pendek kata: banyak dinamika politik dan retorik, sedangkan kekacauan yang ada tidak terlalu membantu dalam kepengurusan negara dewasa ini.

 

[b] sikap Indonesia ‘mendua’? Berkaitan dengan situasi di Myanmar (kudeta), Indonesia, melalui Presiden Jokowi, menyatakan bahwa Indonesia sangat menolak kekerasan di Myanmar[36]. ‘Kekerasan perlu dihentikan!’, katanya, dan beliau mendesak para penguasa militer untuk kembali pada sistem demokrasi dan damai, hingga tidak akan kejatuhan korban lagi; “kesejahteraan masyarakat mesti menjadi prioritas utama”, tegasnya. Sikap Presiden ini sangat dihargai banyak masyarakat. Namun juga memunculkan kebinggungan, mengingat bahwa di dalam negerinya sendiri pemakaian kekerasan dan kejatuhan korban-korban di Papua ternyata dibiarkan[37]. Salah satu aktivis [sendiri menjadi korban kekerasan tahun 2006] mendesak Presiden Jokowi segera menghentikan kejahatan yang merajalela di Papua. “Hentikan kekerasan, hentikan operasi militer, hentikan pengiriman TNI/Polri, hentikan penculikan dan pembunuhan, hentikan stigmatisasi dan diskriminasi, hentikan penangkapan dan pemenjaraan sewenang-wenang, …, segera menarik pasukan non-organik dari Tanah Papua...”, kata Selpius Bobi[38].

 

[9] CORONA VIRUS

 

Selama beberapa bulan terakhir Covid-19 anaman covid-19 tetap aktual. Lihat daftarnya dibawah:

Keadaan Provinsi Papua tgl. 31 Maret dibandingkan tgl 15 Maret 2021

 

COVID-19

Jumlah positif

Jumlah dirawat

Jumlah sembuh

Jumlah meninggal

Periode 31 Maret 2021

31/3

2021

15/3 /’21

31/32021

15/3

/‘21

31/3 2021

15/3

/’21

31/3

2021

15/3

/’21

Kota Jayapura

8773

8392

842

946

7781

7300

150

146

Kab Mimika

5696

5331

350

496

5299

4789

47

46

Kab Jayapura

1208

1163

81

116

1078

1000

49

47

Kab Biak Numfor

1059

1049

13

13

993

984

53

52

Kab Jayawijaya

870

780

90

64

775

712

5

4

Kab Merauke

806

751

34

46

723

660

49

45

Kab Mappi

544

389

138

94

402

293

4

1

Kab Nabire

429

429

0

5

415

378

14

14

Kab Boven Digoel

290

288

1

9

286

276

3

3

Kab Keerom

255

238

46

57

203

175

6

6

Kep. Yapen

239

239

53

53

179

179

7

7

Kab Asmat

221

186

34

12

184

171

3

3

Kab Paniai

95

93

0

39

93

52

2

2

Kab Superiori

76

76

0

3

76

76

0

0

Kab Sarmi

31

31

8

8

23

23

0

0

Kab Tolikara

31

31

7

7

31

31

0

0

Kab Lanny Jaya

27

27

0

0

26

26

1

1

Kab Yalimo

15

15

0

0

15

15

0

0

Kab Peg Bintang

11

11

2

2

9

9

0

0

Kab Mambera-

mo Tengah

4

4

0

0

4

4

0

0

Kab Puncak Jaya

3

3

1

1

2

2

0

0

Kab Waropen

1

1

0

0

1

1

0

0

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Total 

20691

19543

1700 8,2%

1968 10,1%

18598 89,9%

17188 88%

393 

1,9%

378 

1,9%

 

 

 

 

Jumlah tes

116902

108338

 

[a] perkembangan akhir. Dalam ½ bulan terakhir: [1] Jumlah Infeksi total: naik rata-rata 72 setiap hari); berarti ada trend positif menurun.[2] beberapa wilayah mengalami kenaikan yang relatif tinggi: Mappi, Jayawijaya, Asmat, Jayapura dan Mimika. Tambah lagi bahwa Merauke tetap menunjukkan suatu persentase kematian yang sangat tinggi, yakni 6%; Biak Numfor, 5%; dan rata-rata provinsi Papua, 1,9%.

 

[b] Menteri Pendidikan mengajak semua untuk cepat kembali mengajar ‘tatap muka’ di sekolah setelah vaksinasi guru dan tenaga pendidikan rampung; kami ketinggalan kalau dibandingkan dengan tetangga-tetangga kita, ungkapannya. “Dari semua 23 negara di Kawasan Asia Timur dan Pasifik, 85% sudah buka sekolahnya. Kita tertinggal, kita hanya 15% sekolah yang ‘sebagian terbuka’ (partially open), tutur Nadiem Makarim dalam rapat kerja bersama Komisi X PPR (18/3)[39]. Akhirnya beliau memerintahkan supaya semua sekolah ‘buka diri’ bulan Juli 2021, paling lambat.

 

[10] SERBA-SERBI – VARIA

 

[a] ganjaran bagi yang melapor. Polri sedang menyiapkan suatu program dimana para warga diajak melaporkan warga lainnya. Program ini berkaitan dengan UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksis Eletronik). Yang melaporkan – dan setelah verifikasi laporannya - nanti diberikan ‘lencana-award’. Rencana ini sudah mengajak kritik yang pedas karena ketakutan bahwa sistem ini akan menciptakan suatu proses kecurigaan antara masyarakat. Bambang Rukminto, peneliti dari Institute For Security and Strategic Studies menyatakan, “badge awards” seakan hendak membangun partisipasi masyarakat, tapi sebenarnya yang terjadi justru sebaliknya. “Masyarakat sedang diarahkan untuk terpecah-pecah karena saling curiga. Efeknya, bila makin parah, adalah ketidakpercayaan antara masyarakat dan [muncul] konflik horizontal”.[40]

 

[b] tambah emas lagi. Menurut ketua Program Studi Teknik Geologi Universitas Cendrawasih, Marcelino Yonas, suatu ‘gunung emas’ masih tersedia di Papua; letaknya di Pegunungan Bintang, berbatasan dengan Kab Jayapura di utara dan Kab Boven Digoeldi selatan[41].

 

[c] Kodim baruHari Jumaat (26/3) Kodim 1809 di Maybrat diresmikan; pemerintah daerah membebaskan tanah seluas 2 ha untuk mendukung pembangunan Kodim baru ini[42].

 

[d] gempa di Boven Digoel. Hari Minggu malam (28/3) ada gempa bumi di Boven Digoel. Besar gempa di skala Richter adalah 5. Belum ada berita mengenai korban[43]Siapa tahu nanti ada orang yang akan bilang bahwa ini terjadi karena MK memutuskan bahwa pemenang pemilihan Bupati didiskualifisir….

 

 

Jayapura, Hari Jumaat Agung, 2 April 2021 

 

SELAMAT  MERAYAKAN  HARI  PASKAH !!

 



[2] https://en.jubi.coid/sorrow-in-nduga-residents-fear-theit-family-member-kidnapped-dead-allegedly-by-security-personnel

[8] https://suarapapua.com/2021/03/31/update-on-situation-of-idps-from-nduga-and-intan-jaya-activists-confirm-further -fatalities/

[9]JUBI, 31-1 Maret-April 2021, halm. 1, 2 dan 26.

[11] Berita disebarluaskan di media sosial. 

[12] JUBI, 31-1, Maret-April 2021, hlm. 1 dan 26, Indonesia tak lebih baik dari Myanmar.

[19] JUBI, 29-30 Maret 2021, hlm. 9 Proyek Bandar antariksa Biak terus digenjot, pro kontra makin bergulir.

[20] https://m.tribunenews.com/nasional/20231/03/24/komnas-ham-sangat-khawatir-kkb-papua-didefinisikan-sebagai-organisasi-teroris?page=4

[24] JUBI, 31-1 Maret-April 2021, hlm. 4

[28] https://m.tribunenews.com/nasional/20231/03/24/komnas-ham-sangat-khawatir-kkb-papua-didefinisikan-sebagai-organisasi-teroris?page=4

[29] JUBI, 29-30 Maret 2021, hlm 1, 2 dan 26.Ganti Label OPM Tak Selesiakan Konflik Papua

[30] JUBI, 29-30 Maret 2021, hlm 1 dan 26.PGI kecam aksi bom bunuh diri di Katedral Makasar

[33] JUBI, 22-23 Maret 2021, hlm 22-23

[35] https://nasional.sindonews.com/read/380748/12/minim-dukungan-tokoh-dan-publik-strategi-politik-moeldoko-salah-langkah-1617069791

[36] Kompas TV, 21 Maret 2021

[38] JUBI, 22-23 Maret 2021, hlm 26.  dan  https://jubi.co.id/ulmwp-jokowi-pahlawan-untuk-myanmar-bagaimana-dengan-papua/amp/?utm_source=divr.it&utm_medium=facebook

[43] https://tekno.tempo.co/read/1447032/gempa-darat-magnitudo-50-guncang-boven-digoel-papua

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.