Monday, November 10, 2014

AWPA Australia: Kebijakan Kabinet Jokowi untuk Papua Tingkatkan Ketegangan


Penulis : Admin MS | Rabu, 05 November 2014 09:34 Dibaca : 975    Komentar : 5
Dalam 10 tahun terakhir ini migrasi ke Papua dari Jawa dan Sulawesi membludak seperti tampak pada pelabuhan Jayapura tahun lalu di atas. Kondisi ini telah membuat jumlah pendatang lebih banyak dibandingkan orang asli Papua. Jika, program transmigrasi dilakukan, maka orang asli Papua benar-benar akan menjadi sangat minoritas di atas tanah mereka. Foto: MS


Australia, MAJALAH SELANGKAH -- 
Australia West Papua Association (Sydney) menilai kebijakan transmigrasi, pemekaran provinsi, dan pengangkatan Ryamizard Ryacudu sebagai Menteri Pertahanan oleh Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) dan kabinetnya hanya akan meningkatkan ketegangan.

Dalam Rilis yang diterima majalahselangkah.com, Senin, (03/11/14), Joe Collins dari AWPA mengatakan, Presiden Indonesia Joko Widodo (lebih dikenal sebagai Jokowi) berjanji untuk membuat Papua salah satu prioritasnya jika terpilih sebagai presiden. Namun, sangat disayangkan bahwa menteri dalam pemerintahannya membuat pernyataan yang meningkatkan kemarahan orang Papua Barat.

Joe Collins mengatakan, "Pertama ada pengangkatan Ryamizard Ryacudu sebagai Menteri Pertahanan yang pada saat menjadi kepala staf TNI, pemimpin orang Papua, Theys Eluay dibunuh oleh Kopassus. Dia memuji para prajurit sebagai pahlawan karena orang yang mereka bunuh adalah seorang pemimpin pemberontak. Berikutnya media lokal telah melaporkan bahwa Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yang mengatakan bahwa Papua dapat dibagi menjadi satu atau dua provinsi dan Menteri Pembangunan Pedesaan daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Marwan Jafar sedang mempertimbangkan mendorong lebih banyak migrasi ke Papua Barat."

Ada beberapa harapan bahwa Jokowi akan membawa harapan di Papua Barat, tetapi kini berbeda. Mendorong lebih banyak migran ke Papua Barat hanya akan meningkatkan ketegangan yang sudah terjadi sejak lama di wilayah itu.

Ditulis dalam keterangan itu, Menteri Pembangunan Pedesaan tampaknya percaya bahwa para calon migran tidak pergi ke Papua Barat karena kekhawatiran keamanan, karena itu bukan tempat yang aman. "Untuk menciptakan suasana kondusif di Bumi Cendrawasih, Marwan mengatakan pihaknya bisa bekerja dengan militer dan polisi".

Aktivis di Papua Barat dan Gubernur Provinsi Papua, Lukas Enembe telah menolak rencana program transmigrasi yang diusulkan dari luar Papua karena akan memiliki dampak besar pada masyarakat, terutama masyarakat adat Papua. Mereka sudah terpinggirkan dan menjadi minoritas di tanah mereka sendiri.

Pembagian Papua Barat juga akan meningkatkan ketegangan di wilayah itu, menambahkan pasukan keamanan semakin dan akan  banyak birokrat yang korupsi.

Kata Joe Collins, "Mudah-mudahan Jokowi akan mendengarkan orang-orang dari Papua Barat dan memberdayakan mereka untuk membuat keputusan yang mempengaruhi masa depan mereka sendiri."

Joe Collins tegaskan, AWPA menggunakan nama "Papua Barat" untuk merujuk pada seluruh bagian barat dari Pulau New Guinea. Bukan untuk menyebut "Papua Barat" yang saat ini dibagi menjadi dua provinsi, Papua dan Papua Barat.(GE/003/MS)

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.