Thursday, September 2, 2021

PAPUA 2021 16 – 31 Agustus (In Bahasa)

PAPUA  2021

16 – 31 Agustus

Oleh: Theo van den Broek

 

[1] POKOK PERHATIAN UTAMA

[a] Penyebaran infeksi Covid-19: Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) untuk Jawa-Bali diperpanjang lagi dengan sejumlah ‘peringanan’ sampai awal September. Sedangkan Polisi berencana mulai tempel stiker di rumah warga di Jakarta yang tidak divaksinasi (13/8). [suatu cara yang tidak terlalu ‘ramah’, to say the least! – TvdB]. Untuk memasuki beberapa pusat pembelanjaan, para pengujung dituntut membawa serta bukti sudah divaksin.[1]

 

[b] covid-19 di Provinsi Papua: berhubungan peningkatan jumlah warga yang dipapar virus covid-19, sejak beberapa hari di Pelabuhan Jayapura ada suatu kapal-rumah sakit untuk menerima warga yang perlu menjalankan ‘isolasi mandiri’ (isoman). Kapal itu menyediakan lebih daripada seribu tempat tidur.[2] Boleh jadi bahwa kapal ini juga disuruh ke Papua dan standby menjelang dan selama Pekan Olahraga Nasional (PON) yang akan diadakan di Papua mulai 2 Oktober. Mengingat ancaman virus covid-19 serta derajat pevaksinasi di pelbagai venue PON itu, tak mengherankan kalau even itu akan menjadi salah satu ‘penyebar virus’ yang signifikan. Syukurlah selama minggu terakhir ini jumlah tes positif virus berkurang, namun jumlahnya masih cukup memprihatinkan (secara rinci tergambar dalam table Covid pada akhir update ini).

 

[2] KEAMANAN dan OPERASI TNI/POLRI dan TPNPB

[a] korban tambahan: dalam kontak senjata di Kab Puncak (15/8), seorang prajurit terkena peluru dan sedang dirawat di rumah sakit.[3]

Selanjutnya, TPNPB mengklaim bahwa mereka menembak mati satu anggota TNI dan dua dilukai di distrik Gome (16/8). Pihak TNI mengakui kontak senjata, namun melaporkan bahwa hanya satu anggota kena luka.[4]

Juga ada berita mengenai kontak senjata (16-18/8) di Kab Yahukimo; tiga rumah dibakar.[5]  

Ada korban sipil lagi. Dua pekerja konstruksi jembatan di Kali  Brazza dibunuh; tempatnya di kampung Kribun, distrik Dekai, Kab Yahukimo. Pembunuhan dilakukan PTNPB (22/8). Dua korban bernama Rionaldo Raturoma dan Dedi Imam Pamungkus; setelah dibunuh ternyata kedua jenazah dibakar bersama mobilnya[6].

.

[b] TPNPB minta warga non-Papua meninggalkan wilayah konflik: setelah pembunuhan terhadap dua pekerja konstruksi di Dekai (Kab Yahukimo) jurubicara TPNPB, sekali lagi menganjurkan kepada para warga non-Papua untuk meninggalkan wilayah perang (26/8). Artinya: keluar dari Kab Nduga, Intan Jaya, Puncak, Yahukimo, dan Pegunungan Bintang, karena mereka tidak aman disitu. [7]

 

[c] Ekonomi-politik-penempatan militer: 10 lembaga kemasyarakatan bergabung[8] untuk meneliti seluk-beluk sekitar operasi militer di Papua. Mereka berpendapat bahwa operasi militer yang dilakukan di Papua selama ini, adalah operasi militer ilegal. Pasalnya, pengerahan pasukan militer itu tidak memiliki landasan instruksi yang seharusnya dikeluarkan oleh Presiden dan disetujui DPR. [9]

Selanjutnya sorotan diarahkan pada kaitan antara kepentingan ekonomis dan operasi militer ini.  Secara khusus perhatian pada operasi militer di wilayah Intan Jaya. Kab Intan Jaya telah menjadi tempat konflik dan kekerasan luarbiasa selama 2020-2021. Melalui suatu penelitian cepat tim peneliti menemukan bahwa ada kaitan erat antara penempatan pasukan/operasi militer dan pengoperasian perusahaan-perusahaan. Dalam siaran pers dua perusahaan diidentifikasi memiliki suatu terlibatan pihak militer dalam kegiatan ekonomi/kepentingan perusahaan. Antara lain juga penempatan pusat kekantoran perusahaan berdekatan dengan lokasi penempatan pasukan disoroti. Dalam kesimpulan laporannya tercatat bahwa dua perusahaan, “PT Freeport Indonesia dan/atau PT ANTAM (Blok Wabu di Kab Intan Jaya), dan PT Madina Qurrata ‘Ain, teridentifikasi memiliki keterkaitan erat dengan militer. Di kedua perusahaan tersebut banyak ditemukan purnawirawan dan prajurit aktif (TNI-POLRI) yang duduk sebagai komisaris atau menjadi salah satu pemegang saham”.[10]

 

[d] tambahan pasukan TNI-Polri:  200 lebih anggota Brimob siap dikirim dari Polda Aceh ke Papua untuk melaksanakan tugas dalam rangka latihan pra Operasi dan Operasi Amole 2021, operasi pengamanan di Provinsi Papua.[11]

 

[3] PENGUNGSI-PENGUNGSI DI PAPUA dan SUASANA WILAYAH KONFLIK

[a] pengungsi Puncak bertambah: setelah beberapa rumahnya dibakar di kampungnya (Kab Puncak), sekali lagi kelompok besar penghuni meninggalkan kampung halamannya karena takut dampak kontak senjata antara TPNPB dan TNI-Polri. Terdapat kontak senjata (15-16/8), dua hari kemudian (18/8) beberapa honai mereka dibakar. Mereka, 628 warga, mencari perlindungan di posko di Ilaga, Kab Puncak. Ada berita bahwa disamping yang mencari perlindungan di posko, sejumlah warga lain lari ke hutan atau memilih bergabung dengan kerabatnya di Ilaga.[12]

 

[b] 5 rumah Pemda Yalimo dibakar; masyarakat mengungsi:  ternyata permasalahan Pemilu Kepala Daerah (Pilkada) di Yalimo masih belum teratasi. Sewaktu masyarakat mengadakan aksi pengungkapan aspirasinya, dan pihak keamanan sibuk ‘mengamankan’ aksi pengunkapan opini itu, lima rumah pemerintah daerah Kab Yalimo dibakar. Seorang ditangkap karena diduga menjadi pelaku pembakaran. Salah satu akibat suasana demikian: 1.000 warga, terutama warga pendatang, memilih untuk mengungsi ke Wamena dan sekitarnya.[13]

 

[4] OTSUS & PEMEKARAN & POLA PEMBANGUNAN DI PAPUA

[a] MPR RI minta transparansi sekitar Freeport: wakil ketua Majelis Perwakilan Rakyat (MPR) RI, Sarief Hasan, meminta pemerintah terbuka mengenai PT Freeport (pertambangan emas dan tembaga). Ternyata dua hal dipersoalkannya. [1] Pertambangan di bawah tanah sudah berjalan lengkap dan dikhawatirkan bahwa kegiatan itu akan menghancurkan lingkungan; nanti wilayah ditinggalkan perusahaan dalam keadaan hancur tak dapat dipulih kembali. Apalagi kesan masih kuat bahwa pengoperasian ini hanya menguntungkan perusahaan dan sangat mengabaikan kepentingan orang asli Papua. [2] Walau Indonesia menyatakan sudah memiliki perusahaan itu, ada informasi bahwa 51% saham itu belum dibayar, sehingga Indonesia de facto belum memilikinya. Dia minta keterangan dari pemerintah secara terbuka. [14]

 

[5] SOAL HUKUM /KEADILAN

[a] aksi damai membebaskan Victor Yeimo: aksi damai menuntut pembebasan Victor Yeimo direncanakan untuk 16 Agustus di Jayapura serentak dengan sejumlah kota lain di Indonesia. Hari itu sekaligus diingat kembali peristiwa rasis di Surabaya 2 tahun lalu yang menjadi alasan mengangkat soal rasisme struktural di Indonesia. Secara khusus orang Papua menjadi korban rasisme itu, termasuk Victor Yeimo yang dipenjarakan dan sedang menunggu persidangan. Karena dinilai bahwa penangkapan serta penahanan Victor kurang berlandasan bukti hukum yang kuat, pelbagai pihak menuntut pembebasannya tanpa syarat. Tuntutan itu mau diperkuat dengan aksi damai (16/8). Namun seperti lazimnya perkumpulan aktivis dibubarkan paksa – a.l. memakai kanon air dan gas air mata - di pelbagai tempat di Jayapura dan kota lainnya. Dalam pembubaran paksa dua orang akhirnya terluka di Jayapura (perumnas III), termasuk Agus Kosai, ketua umum KNPB.[15]

 

[b] aksi damai berujung korban di di Yahukimo: di Dekai, Kab Yahukimo, juga terselenggara suatu aksi damai meminta pembebasan Victor. Disana pun massa dibubarkan, dan pihak keamanan menembaki massa. Satu orang dikena peluru hingga dibawa ke rumah sakit, dan kemudian dilaporkan meninggal dunia di rumah sakit Bayangkara di Jayapura[16]. Puluhan orang ditangkap, dan akhir 4 orang ditahan. [17]

 

[c] sidang praperadilan kasus Yeimo: team pembela Victor Yeimo meminta persidangan praperadilan berhubungan dengan kekurangan prosedur sekitar penangkapan Victor Yeimo[18]. Sidang pertama diadakan tgl 20 Agustus, namun akhirnya tidak bisa dijalankan semestinya karena pihak kepolisian yang digugat tidak berkenan hadir. Setelah dilanjutkan beberapa hari kemudian (31/8) ternyata hakim menolak isi gugatan praperadilan itu, sehingga dapat melanjutkan proses dengan persidangan mengenai substansi. Sidang itupun akhirnya ditunda karena keadaan kesehatan Victor yang tidak memungkinkan partisipasinya secara maksimal. Sementara majelis hakim telah menyetujui permohonan tim pembela untuk memberikan izin Victor untuk berobat di Rumah Sakit Umum Provinsi (RSUP) di Jayapura. Namun pihak kejaksaan belum mengizinkan perawatan-inap di RSUP, walau majelis hakim sudah menyetujui surat jaminan dari tiga tokoh masyarakat. Maka, setelah diperiksa di RSUP (27/8) dan negosiasi dengan jaksa untuk mengizinkan inap tidak berhasil, Victor dipaksa kembali ke tempat tahanan.[19]  Sepanjang weekend (28-29/8) sejumlah tokoh, termasuk anggota DPR Papua, bersama keluarga Victor  berupaya kuat supaya Jaksa mengubah pendapatnya. Semuanya sia-sialah. Sekelompok masyarakat, termasuk anggota DPR Papua, yang mendatangi kantor kejaksaan (30/8) mentah-mentah dibubarkan oleh pihak kepolisian. Jaksa tetap menyatakan, tunggu saja sidang yang akan berjalan hari Selasa (31/8).[20]  

Memang sangat buruk dan memprihatinkan bahwa hak seorang tahanan yang terbukti oleh pihak kompeten – tim medis RSUP – sangat membutuhkan perawatan inap, dan sudah disetujui oleh majelis hakim, begitu saja bisa ditolak, diabaikan pihak jaksa maupun pihak polisi. Hukum mana masih berlaku di Papua?? (TvdB)

 

[d] Pdt Benny Giay dilarang bertemu dengan DPR Papua: Sementara waktu seorang pemimpin Gereja, Pdt Benny Giay, ketua Sinode Gereja Kingmi Papua, dilarang pihak keamanan untuk memasuki kompleks DPR Papua, di mana beliau ingin berdoa karena situasi di Papua sangat memprihatinkan, suara rakyat dibungkam dan orang ditangkap. “Hingga kini orang asli Papua (OAP) terus dipaksa menerima setiap kebijakan untuk kepentingan Jakarta, negara”, keluhannya. Contoh terakhir adalah revisi UU Otsus ‘tanpa persetujuan dan/atau menutup ruang terhadap orang asli Papua’. Pdt Benny tetap dihalangi aparat Polres Kota Jayapura saat akan bertemu dengan anggota DPR Papua, untuk menyampaikan refleksi dan harapannya kepada wakil rakyat Papua (16/8).

 

[e] demokrasi sudah mati: berhubungan dengan beberapa catatan diatas ini Gustaf Kawer, pengacara HAM Papua, menyatakan ‘memang sudah jelas demokrasi sudah mati, rasisme merajalela’. “Batasi demokrasi itu bukan baru. Pemerintah mulai sejak upaya-upaya rebut Papua. Konferensi Meja Bundar, Perjanjian Roma, New York Agreement, PEPERA 1969, hingga pemberlakukan Otonomi Khusus pun, orang Papua tidak diberikan kebebasan berbicara”, katanya.[21]

 

[f] Dua pensiunan  Jenderal TNI menjadi terdakwa korupsi:  Kejaksaan Agung bakal mendakwa dua jenderal purnawirawan sebagai pelaku korupsi di PT Asabri yang diperkirakan merugikan negara hingga Rp. 22,78 triliun. Mereka adalah Mayor Jenderal (Purn) Adam R Damiri dan Letnan Jenderal (Purn) Sonny Widjaja; mereka bekerjasama dengan 6 orang rekan mereka. Adam menjadi pelaku pelanggaran HAM di Timor Leste, ketika menjadi Penglima Kodam IX Udayana 1998-1999. Pengadilan saat itu menvonis bersalahan Adam dengan hukuman 3 tahun penjara pada 2003. Namun, Majelis Banding Pengadilan Tinggi HAM ad hoc Jakarta membebaskannya dari tuntutan pada Juli 2004. Ketika pensiun, Adam mendapat jabatan sebagai Direktur Utama PT Asabri pada 2009-2016. Sementara Sonny Widjaja pernah menjabat sebagai Panglima Kodam III Siliwangi pada 2012 hingga Komandan Sesko TNI pada 2014. [22]

 

[6] PENDIDIKAN, KESEHATAN dan EKONOMI RAKYAT di PAPUA

 

[7] LINGKUNGAN, DEFORESTASI, INDUSTRI PERKEBUNAN

[a] Burung pun tidak ada lagi: inilah judul buku yang diterbitkan oleh Asia Justice And Rights (AJAR). Dalam buku itu kaum perempuan adat bercerita mengenai kehilangan hutannya di Papua. “Saya masih memiliki tanah adat, tetapi polisi selalu berburu-buru disitu. Kami pasang papan melarang itu, namun polisi membuang saja papan itu. Lazimnya sore ada rusa. Namun sekarang tidak ada lagi, semua burung pun telah pergi, tidak ada lagi”. Inilah salah satu kesaksian inti dalam laporan ini.[23]  Menarik juga buku ini dipersembahkan untuk Olga Hamadi (1982-2016), Ferry Marisan (1971-2019), dan  Yuliana Yabansabra (1985-2020) yang mengabdikan hidupnya untuk membela dan memberdayakan perempuan Papua. “Tiga bintang terang; malam menjadi gelap tanpamu”.

 

[b] perizinan perkebunan kelapa sawit di Papua dievaluasi: mengingat bahwa ada cukup banyak masalah sekitar perkebunan kelapa sawit, di provinsi Papua maupun provinsi Papua Barat diadakan evaluasi segala konsesi yang sedang beroperasi. “Selanjutnya, atas hasil evaluasi perizinan kebun sawit perlu diupayakan pengelolaan lahan yang berkelanjutan dan berkepastian hukum serta Hak Guna Usaha (HGU) yang tidak dimanfaatkan dapat menjadi lokasi kegiatan penataan asset melalui redistribusi tanah”, kata Fredy Kolintama, kepala Kantor Wilayah BPN Prov Papua Barat (15/8). Evaluasi memperlihatkan sejumlah pelanggaran: a.l. tidak memiliki HGU, tidak memiliki izin pemanfaatan kayu dari Dinas Kehutanan, tidak melaporkan perusahaan kepemilikan saham dan susunan kepengurusan, dan belum menyelesaikan kebun inti.  Hingga saat ini tercatat 24 perusahaan kelapa sawit yang beropersi di provinsi Papua Barat dengan total luasan wilayah konsesi yang dienvaluasi 681.974ha. Evaluasi yang sama dijalankan di provinsi Papua, dimana terdapat lahan HGU pertanian dan perkebunan seluas 328.895 ha, diantaranya lahan perkebunan kelapa sawit 159.000 ha. Menurut wakil Menteri ATR/BPN, Surya Tjandra, kegiatan evaluasi di dua provinsi ini bisa menjadi contoh (rolemodel) buat pelbagai provinsi lainnya di Indonesia.[24]

 

[c] Bupati Sorong mencabut izin perusahaan: setelah menjadi jelas bahwa sejumlah perusahaan yang beroperasi di sekitar Kab Sorong tidak memenuhi persyaratan pengoperasian, akhirnya Bupati John Kamuru mengambil langkah nyata: mencabut izin beroperasi 5 perusahaan kelapa sawit, diantaranya PT Mega Mustika Plantation, PT Inti Kebun Lestari dan PT Sorong Agro Sawitindo. Keputusan ini sangat didukung banyak warga di lapangan. Seorang anggota DPR Kab Sorong, Agustinus R. Kambuaya, turut mendukung keputusuan Bupati dan mengirim sepucuk surat terbuka kepada Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura untuk menyambut baik keputusan Bupati. [25] Dukungan masyarakat luas ini masih dilengkapi dengan aksi damai serentak di tiga tempat: Jayapura, Manokwari, dan Sorong (24/8). Aksi damai diadakan sewaktu PTUN mengadakan persidangan pertama menangani gugatan oleh 3 perusahaan terhadap keputusan Bupati. Juga dari dunia keagamaan, dukungan secara publik diberikan oleh Keuskupan Manokwari-Sorong melalui konperensi pers imam-imam asli Papua. Mereka berseru kepada seluruh unsur masyarakat di Papua dan Papua Barat untuk turut menyelamtkan tanah dan alam di Papua, dan mengecam keras perbuatan kejahatan perusahaan-perusahaan kelapa sawit yang merusak dan menghancurkan alam dan hutan masyarakat adat di seluruh tanah Papua.[26]

 

[d] perpanjangan moratorium kelapa sawit: terdapat seruan dari dalam pemerintah maupun dari masyarakat sipil supaya ‘pelarangan pembukaan plantasi kelapa sawit yang baru’ -moratorium kelapa sawit-  diperpanjang. Moratorium berlaku sejak 2018 dan akan habis waktu berlaku September 2021. Alasan utama adalah bahwa moratorium ini sudah menghasilkan perbaikan signifikan di ‘dunia plantasi industri’ yang lazimnya dikaitkan dengan deforestasi, konflik dengan masyarakat adat, dan pelanggaran hak-hak buruh. Sekaligus dicatat bahwa  sejumlah isyu lainnya belum sempat ditangani secukupnya, hingga sebaiknya diberikan waktu tambahan kepada pemerintah dan para pihak yang berkepentingan untuk menunjukkan perbaikan yang mutlak dibutuhkan. Menurut wakil Menteri Kehutanan dan Lingkungan, Alue Dahong, ‘sebenarnya areal kelapa sawit di Indonesia sudah cukup luas. Maka, lebih baik membereskan masalah-masalah yang masih ada dulu, dan sementara waktu meningkatkan  produksinya di area yang sudah ada’. [27]

 

[e] penelitian baru dari Mongabay: dalam studi yang baru dari Mongabay, suatu lembaga internasional monitoring lingkungan, dicatat: [1] sejak 2001 di Papua telah hilang hutan hujan seluas 5 kali luasnya London; [2] selama dua dekade hutan hujan dibabat demi pengembangan plantasi yang besar-besaran dan sebagai respons pada dorongan pemerintah untuk mengembangkan infrastruktur dalam skala besar; [3] di masa mendatang dapat dinantikan bahwa banyak hutan hujan akan hilang lagi karena pemerintah telah mengalokasikan jutaan ha untuk dikembangkan sebagai plantasi industri, dan konstruksi jalan-jalan yang baru; [4] komunitas asli Papua perlu diberikan otonomi yang lebih besar untuk mengatur hutan hujannya, mengingat bahwa sejumlah komunitas asli Papua telah berhasil melestarikan lingkungan hutan hujannya dengan sangat baik.[28]

 

[f] 70% tanah adat masyarakat adat Wembi dipakai oleh pihak lain: ternyata bagian terbesar tanah masyarakat adat Wembi, Kab Keerom, dipakai untuk plantasi kelapa sawit dan proyek pembangunan lainnya. Mereka masih menguasai hanya 30% dari tanah adatnya. Inilah informasi dari survei oleh Papua’s Independent Consultation Team for People’s Empowerment (KIPRA) (18/8). Rincian data  berasal dari Kementerian Lingkungan, tahun 2020 sbb: [1] 13.231 ha adalah tanah kering desa Wembi; [2] 2,757 ha dipakai untuk plantasi kelapa sawit; [3] 1,751 ha masih merupakan rawa-rawa hutan; [4] 1,185 ha untuk pertanian dsbnya; [5] 201,680 ha untuk transmigrasi dan tanah terbuka; sedangkan [6] 57,95 ha adalah sungai. Seorang tua masyarakat Wembi, Fransikus Musui, menyatakan bahwa “sewaktu industri kelapa sawit masuk wilayah Keerom, masyarakat adat ditinggalakan di belakang saja dan pendidikan diabaikan”. Sekarang kampung Wembi hanya mempunyai 85 keluarga/fam dengan total penghuninya 336 (176 pria, 160 wanita). [29]

 

[8] MENUJU “PAPUA TANAH DAMAI”

[a] masyarakat adat di seluruh dunia berjumlah 370 sampai 500 juta orang: sudah tentu ‘masyarakat adat’ tidak saja terdapat di Papua. Dalam edisi Koran Tempo 15/8/2021 diberitahukan bahwa UNESCO mencatat saat ini ada 370-500 juta anggota komunitas masyarakat adat di seluruh dunia. Mereka tersebar di 90 negara dan menempati seperempat wilayah bumi (sekitar 22%). Di Indonesia ada lebih dari 2.000 komunitas adat, dan merupakan 22% (50 sampai 70 juta) dari seluruh populasi Indonesia. Kalimantan, 750 komunitas; Sulawesi, 649 komunitas; Sumatera, 349 komunitas; Maluku, 175, komunitas, Bai Nusa Tenggara, 139 komunitas; Papua, 54 komunitas; dan Jawa 45 komunitas. Menurut Bank Dunia,  walau jumlah warga asli itu hanya 5% dari seluruh populasi bumi, komunitas adat ‘menyumbang’ 15 % dari jumlah warga dunia yang mengalami kemiskinan ekstrem, sedangkan harapan hidup juga 20 tahun lebih rendah dibandingkan dengan masyarakat umum.[30]

Mengingat jumlah begitu besar, secara khusus juga di Indonesia, pertimbangan-pertimbangan  mengenai “Kontrak Sosial” sesuai dengan pengarahan PBB sebagaimana dicatat dalam laporan ‘updata Papua’ -bulan Agustus 2021 [1]- makin mempunyai arti. Perhatian yang lebih serius dan nyata dibutuhkan. (TvdB)

 

[9] GERAKAN POLITIK PEMERINTAH PAPUA & PAPUA BARAT

[a] pejabat diganti: Gubernur Papua melantik beberapa kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan Kepala bidang di Gedung Negara (20/8). Antara lain melantik Protasius Lobya sebagai pelaksana tugas Kepala Dinas Pendidikan Perpustakaan dan Arsip Daerah (DPPAD) menggantikan Christian Sohilait, Debora Solossa sebagai Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa, dan dr Anton Motte sebagai Direktur Rumah Sakit Umum Provinsi (RSUP) menggantikan drg Aloysius Giay.[31] Secara khusus penggantian Direktur RSUP  menarik perhatian. Penggantian ini memancing sejumlah catatan kritis mengingat bahwa penggantiannya dibuat karena penilaian Gubernur bahwa memang banyak anggaran disediakan, namun hanya jumlah gedung bertambah namun pelayanan pada pasien tidak membaik. Kritik demikian dinilai berlebihan oleh sejumlah pihak dan Gubernur juga diajak menilai sejumlah Kepala Dinas lain dari sudut yang sama.  

 

[10] TRENDS/GERAKAN POLITIK UMUM DI PUSAT INDONESIA

[a] Presiden perlu mencabut penghargaan kepada Eurico Gutteres: Semua yang tahu sejarah kegiatan Eurico Guterres kaget, mendengar bahwa Presiden memberikan suatu tanda penghargaan negara yang tinggi kepadanya (12/8). Eurico Gutters adalah seorang pemimpin milisi di Timor Leste, yang membuat banyak korban sekitar tahun 2000. Dia diberikan penghargaan tinggi negara Indonesia. Banyak yang protes karena tindakan ini hanya dapat meningkatkan kekebalan hukum para pelaku pelanggaran ham berat, dan menginjak segala perasaan kerabat para korban. Dalam suatu pernyataan gabungan dari TAPOL, ETAN dan Indonesia Watch keputusan Presiden sangat disesali dan beliau diminta untuk mencabut penghargaan ini.[32]  Banyak suara menyusul berupa kritik yang sangat pedas, sampai menyatakan bahwa dengan demikian Presiden memang membuktikan bahwa niatnya untuk menangani pelanggaran HAM di Indonesia dengan serius, ternyata berupa  ‘lip service’ melulu, dan tidak ada isi dalam tindakan nyata. Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) menyebut Presiden Joko Widodo menjilat ludahnya sendiri, sebab telah memberikan Bintang Jasa Utama kepada Eurico Guterres. “Dari sikap politik Presiden Jokowi ini, pertama, seperti menjilat ludah sendiri dalam hal komitmen terhadap hak asasi. Presdien Jokowi ‘menjual’ Hak Asasi Manusia dalam berbagai kampanye dan pidatonya sejak 2014, namun faktanya, Presiden Jokowi tidak menyelesaikan satupun dari 12 kasus pelanggaran HAM Berat”, catatan PBHI (16/8). PBHI juga menyebut Jokowi telah mempermalukan diri dan pemerintah Indonesia di hadapan dunia internasional. Kemudian, yang paling fundamental, menurut PBHI, Jokowi seperti merusak ingatan dan membunuh harapan ratusan ribu korban pelanggaran HAM berat pasca referendum 1999 di Timor Leste.[33]

 

[b] pidato kenegaraan yang berfokus pandemi dan ekonomi: walau diharapkan sejumlah kalangan supaya dalam pidato Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan memberikan perhatian sewajarnya kepada a.l. HAM, lingkungan dan pemberantasan korupsi, ternyata pidato sekali lagi sangat membatasi diri pada pandemi covid-19 dan pemulihan ekonomi saja. Juga kurang terasa ‘turut empati’ dengan semua korban pandemic sampai saat ini, Presiden mengemukakan angka-angka anggaran dan rencananya reformasi struktural demi peningkatan ekonomi negara. “Difokuskan pada: meningkatkan kualitas belanja daerah agar terjadi percepatan dan peningkatan dan pemerataan kesejahteraan; melanjutkan kebijakan untuk peningkatan kualitas infrastruktur publik daerah”, ujar Jokowi. Sudah tentu keterbatasan fokus pidato negara ini sekali lagi mengecewakan banyak orang.[34]

Sewaktu berpidato Presiden memakai pakaian adat suku Baduy. Walau ini mungkin dimaksudkan sebagai tanda kehormatan kearah ‘masyarakat adat’, banyak pihak menilai bahwa sikap Presiden justru berkontras dengan tanda penghormatan itu. Alasannya: ‘masyarkat adat’ selama pemerintahan Jokowi sangat kurang merasa diperhatikan secara serius dan strutural. Direktur Alliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Rukka, berpendapat Presiden Jokowi sebetulnya sedang menunjukkan ‘baju adat’ dari masyarakat adat Baduy sekedar pembungkusan badan dirinya. Namun, ia mengingatkan Indonesia dibuat sangat jauh dari paradigma pembangunan ala Baduy yang begitu menghormat bumi. “Janji Nawacita belum terpenuhi satu pun. Perampasan wilayah adat terus terjadi, Satgas Masyarakat Adat menguap”, kritik Rukka. [35]

 

[c] kondisi Indonesia lebih parah dari orde baru: kesimpulan ini diungkap oleh Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) (18/8). Mantan Panglima TNI, Gatot Nurmantyo, mengungkapkan kesimpulan itu karena melihat [1] korupsi merajalela, [2] penegakan hukum yang buruk, [3] pengendalian pandemi covid-19 semakin kurang jelas, dan [4] perekonomian dalam kondisi memprihatinkan. “Singkatnya, delapan tuntutan KAMI setahun lalu terbukti dan tidak hanya masih relevan tapi juga menunjukkan kondisi yang lebih buruk dan lebih parah”, bebernya. [36]

 

[d] suara organisasi mahasiwa dibungkam: Wakil Ketua Umum DPP Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), Giofddi Rauf, meminta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim untuk bertanggung jawab atas maraknya pembungkamam organisasi mahasiswa oleh kampus. Pembungkaman itu terjadi pada Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) di Universitas Indonesia (UI), setelah mereka mengkritik Jokowi sebagai ‘king of lip service’; kemudian, beberapa hari lalu, pengurus BEM FH Universitas Bengkulu dibekukan setelah mereka menyampaikan aspirasi mahasiswa kepada dekanat. Semuanya ini menjadi tanda alarm peringatan kebebasan berpendapat di kampus telah berbunyi.[37]

 

[e] kunjungan Presiden dibatal: rencana kunjungan Presiden 26-28 Agustus di Papua; akan mengunjungi Jayapura dan Merauke; membuka pos perbatasan di Sota (Merauke) dan menginspeksi kesiapan PON XX. Ternyata kunjungan ini pada saat terakhir dibatal. Alasannya kurang diberikan. Sementara daripada Presiden, yang berangkat ke Papua adalah Panglima TNI dan Kapolri. [38]

Pembatalan kunjungan Presiden agak mengagetkan. Pembatalan mendadak semacam ini juga mengingatkan kembali pembatalan kunjungan sewaktu kerusuhan sekitar insiden rasis bulan Augustus 2019. Waktu itu Presiden mau ke Papua, namun beberapa hari kemudian dibatal. Pembatalan ini menimbulkan pertanyaan sejauh mana Presiden masih bebas bergerak? Pembatasan itu dilakukan oleh siapa? Pembatalan ini tidak membantu masyarakat Papua, karena menghilangkan kesempatan bagi Presiden untuk sendiri mendengar dan melihat situasi secara langsung. (TvdB)

 

[11] SERBA-SERBI – VARIA

[a] percepatan pembangunan di Kab Nduga: kementerian perhubungan akan mendorong peningkatan ekonomi di Kb Nduga. [39]

 

[b] Asmat akses untuk pesawat besar: pesawat jenis ART sudah dapat mendarat di Ewer, Kab Asmat. Landasan sekarang ini sudah diperpanjang menjadi 1.650 meter; dengan demikian dapat memungkinkan pesawat type yang berkapasitas 70 penumpang. Penerbangan perdana diadakan oleh Wings Air 10 Agustus 2021Rencana penerbangan seminggu dua kali.[40]

 

[c] Rektor Universitas Cenderawasih (UNCEN): Dr. Ir. Apolo Safando terpilih kembali menjadi rektor UNCEN untuk periode 2021-2025 setelah memenangi pemilihan (12/8). [41]

 

[12] CORONA VIRUS

Infograf – perbandingan antara situasi di Papua tgl 28 Agustus dan 13 Agustus - memberikan gambaran sbb:

 

COVID-19

Jumlah positif

Jumlah terinfeksi

Jumldirawat

Juml sem-buh

Jumlah meninggal

 

Rata-rata per hari 

rata

rata

per

hari

kumulatif

 

Ter-masuk isolasi

 

 

 

Situasi Provinsi Papua

13/8

/’21

28/8 /’21

13/8

/’21

28/8 /’21

28/8 2021

28/8 /’21

13/8

2021

28/8

/’21

Kota Jayapura

66

20

12429

12727

1394

11068

256

265

Mimika

20

18

9120

9389

639

8570

164

180

Merauke 

67

31

2864

3331

416

2693

188

222

Kab Jayapura

28

8

2889

3014

446

2456

105

112

Biak Numfor

10

2

2685

2715

1281

1291

139

143

Jayawijaya

13

4

1766

1824

152

1646

22

26

Mappi

20

15

1424

1646

211

1425

8

10

Boven Digoel

25

14

1333

1544

166

1352

23

26

Kep Yapen

8

1

1129

1140

12

1090

34

28

Asmat 

16

4

1000

1054

46

995

13

13

Nabire

0

0

764

764

0

721

43

43

Keerom

6

1

571

588

236

323

26

29

Paniai

4

2

362

397

23

367

7

7

Tolikara 

4

3

226

270

13

257

0

0

Superiori

1

<1

247

250

3

247

0

0

Puncak Jaya

4,5

2,5

193

230

46

180

3

4

Lanny Jaya

0

2

119

158

15

140

2

3

Peg. Bintang

2

1,5

69

91

45

44

2

2

Puncak

6

<1

82

89

4

82

3

3

Sarmi

0

0

31

31

0

31

0

0

Yahukimo

2

0

23

23

9

11

3

3

Yalimo 

0

15

15

15

0

15

0

0

Mamberamo Tgh

0

0

4

4

0

4

0

0

Waropen 

0

0

1

1

0

1

0

0

 

330

130

39346

41295

5157 

12,5%

35009

84,8%

1041 2,6%

1129

2,7%

 

 

 

 

 

 

 

Diwanai biru: artinya, entah tidak ada perobahan, entah tidak ada data. 

Bandingkan jumlah infeksi 13 Agustus 2021: infeksi rata-rata 330 perhari & kematian rata-rata 15 perhari, dengan angka 15 hari kemudian, 28 Agustus 2021: Infeksi  rata-rata 130 per hari & kematian rata-rata 6 per hari! Artinya: baik jumlah infeksi rata-rata per hari maupun kematian per hari menunjukkan suatu penurunan yang cukup signifikatif/positif. Syukurlah kalau trend ini akan berkelanjutan! Yang masih relatif tinggi dalam rata-rata infeksi per hari maupun kematian adalah wilayah Merauke, salah satu venue untuk PON XX.. 

 

 

 

Jayapura, 31 Agustus 2021

*****



[8] 10 organisasi ini terdiri dari: BersihkanIndonesia LBHI, Walhi Eksekutif Nasional, Pusaka Bentara Rakyat, Walhi Papua, LBH Papua, KontraS, Jatam, Greenpeace Indonesia dan Trend Asia.

[21] JUBI, edisi 18-19 Agustus 2021, hlm. 26.

[24] https://www.kompas.com/properti/read/2021/08/15/120000521/sarat-masalah-perizinan-perkebunan-kelapa-sawit-di-papua-dan papua?page=all    

[41] https://jubi.co.id/apolo-safanpo-kembali-terpilih-jadi-rektor-uncen-papua/amp/ 

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.