Thursday, February 2, 2023

PAPUA 2023 Januari report (In Bahasa)

 PAPUA  2023

Januari 

 

Oleh: Theo van den Broek

 

 

[1] CATATAN AKHIR TAHUN 2022 (TvdB)

Masuk tahun 2023, kami dapat mencatat bahwa dengan perkembangan selama 3 ½ tahun terakhir ini, kita sudah mengalami suatu langkah mundur yang sangat besar dalam proses penyelesaian konflik di Papua ini. Kesadaran itu juga berarti bahwa kita semua perlu mengakui bersama bahwa pendekatan keamanan yang sampai sekarang ini diunggulkan pemerintah Indonesia telah gagal total, dilihat dari sudut penyelesaian konflik di Papua. Pengakuan demikian adalah langkah pertama menuju suatu ‘keterbukaan menuju penyelesaian konflik’. Maka, hal pertama yang kita butuhkan tahun ini, adalah: kesediaan – political will - untuk banting stir!  

penyelesaian konflik di Papua bertahap dua

Menuju suatu dialog dan/atau menuju penyelesaian konflik di Papua, kita akan menghadapi dua tahap yang agak berbeda, namun yang saling melengkapi, yakni:

[a] Tahap pertama: Bagaimana menghilangkan dampak negatif perkembangan selama 3 ½ tahun terakhir ini? dan

[b] Tahap kedua: Bagaimana kembali pada jalur yang benar, yakni suatu dialog berdasarkan suatu uraian benar akar-akar utama konflik di Papua? 

Hasil tahap pertama sebenarnya merupakan persiapan medan, tanah menjadi subur untuk memasuki tahap kedua.  

 

[1]Tahap pertama: memulihkan hak-hak dasar, kepercayaan dan harapan

Untuk menyiapkan medan yang memungkinkan suatu dialog di kemudian hari, kita semua dipanggil untuk turut memulihkan terlebih dahulu suasana yang suram  dewasa ini hingga menjadi lebih terang. Dalam proses pemulihan ini sejumlah aspek perlu diberikan perhatian sangat serius sbb:

       Menahan diri sampai pemberhentian segala bentuk kekerasan bersifat kontak senjata; perwujudan suatu ‘jeda kemanusiaan’ dalam arti luas

       Pemberhentian proses militarisasi wilayah Papua; penarikan banyak pasukan dari Papua

       Memulihkan kembali hak konstitusional kebebasan pengungkapan pendapat sepenuh-penuhnya

       Menghentikan segala bentuk stigmatisasi’; stop segala kampanye misinformasi yang menyesatkan

       Menciptakan ruang untuk luasnya informasi yang tepat dan benar; 

       Membuka Papua untuk para wartawan (nasional maupun internasional) dan bagi Rapporteur Khusus PBB

       Memberlakukan semua orang sama di depan hukum; dari ‘negara penguasaan’ di Papua, Pemerintah Indonesia perlu beralih kembali pada ‘negara hukum’

       Melindungi para aktivis yang memperjuangkan HAM dan pengindahan martabat setiap manusia

       Menunda pelaksanaan rencana DOB; dan memulihkan Otonomi di Papua hingga OTSUS dapat memiliki suatu arti yang positif buat masyarakat adat Papua

       Mengendalikan masuknya jumlah besar migran

 

[2] Tahap kedua: memasuki medan sensitif:  ‘saling mengakui’

Sekali keluar dari ‘suasana jalan buntu’ melalui proses menangani secara tuntas faktor-faktor yang disebut di atas, kita akan memiliki ruang secukupnya untuk memberikan perhatian penuh pada dialog serta substansinya. Dalam konteks substansi dialog itu, sudah tentu, hal pertama yang perlu dijawab dalam tahap kedua ini, adalah: akar-akar konflik di Papua sebenarnya apa? Menjawab pertanyaan itu kita akan menyadari kita bersama bahwa salah satu kesulitan terbesar kita adalah bahwa sampai saat ini kita tidak memiliki suatu konsensus mengenai substansi konflik itu. 

       ***Bertanya kepada pemerintah Indonesiamana akar permasalahan di Papua, jawabannya akan berkisar masalah ekonomi, kesejahteraan dan jati diri orang/bangsa Papua.

       ***Bertanya pada LIPI (sekarang BRIN), mana akar permasalahan di Papua, mereka akan tunjuk pada penelitian di mana ditemukan bahwa ada empat akar utama: [a] diskriminasi/marginalisasi, [b] pola pembangunan yang kurang tepat, [c] sejarah dan status politik, dan [d] pelanggaran HAM

       ***Bertanya pada Orang Asli Papua: mana akar permasalahan di Papua, jawabannya adalah sekitar sejarah pengintegrasiannya ke dalam republik Indonesia, sejarah penyangkalan hak dasarnya sebagai bangsa dari dulu sampai saat ini.  

Sudah tentu, memulai suatu dialog tanpa suatu pemahaman bersama mengenai akar-akar konflik, hanya dapat menghasilkan suatu suasana main-main saja, dan tidak akan berakhir dengan suatu solusi yang dapat dibanggakan. Suatu konsensus pemahaman bersama mutlak dibutuhkan kalau kita mau berdialog secara benar. Sampai hari ini masih sangat sulit untuk mencapai konsensus ini. Aspek yang paling mengganggu adalah aspek politik yang dasariah yang terungkap dalam catatan orang asli Papua dan yang sudah tercatat juga dalam pemahaman LIPI dimana sejarah dan status politik dicatat dengan sangat jelas.

 

Semoga tahun 2023 akan mengantar kita pada dialog yang sejati itu.

 

[2] KEAMANAN dan OPERASI TNI/POLRI dan TPNPB

[a] gerakan TNI/Polri dan TPNPB

 *TPNPB menguasai wilayah Maybrat: TPNPB mengklaim menguasai Ibu Kota Kab Maybrat Kumurkek sejak beberapa hari sebelum Natal, akhir December 2022; Kapolda menyatakan bahwa ini ‘bohong saja’. Lantas: tercatat gerakan aparat serta pemerintah di provinsi Papua Barat Daya. Antara lain Kapolda memerintahkan untuk menangkap para pelaku hidup atau mati. [1]  Sedangkan penjabat Gubernur, Paulus Waterpauw, menantang Kapolda dan Panglima untuk menangkap komandan TPNPB, Arnoldus Kocu. [2] Sudah tentu dengan segala perkembangan itu, wilayah Maybrat sekali lagi sangat terganggu ketenangan nya.

* TPNPB beraksi di Intan Jaya: TPNPB mengklaim bahwa mereka menembak mati seorang anggota TNI di Intan Jaya (4/1); mereka juga memberikan peringatan lagi kepada semua pendatang di wilayah itu untuk keluar, karena juga akan menjadi sasaran serangannya. Penembakan ini kurang dikonfirmasi pihak resmi kalangan TNI, setahu kami.

* TPNPB beraksi di Pegunungan Bintang: TPNPB kontak senjata dengan pihak keamanan di Pegunungan Bintang (7/1). Dalam prosesnya tiga anggota polisi mengalami luka tembak. Mereka dirawat di RSUD Oksibil. Dalam aksi lanjutan mereka juga menembak pada pesawat yang sedang mendarat di Oksibil (9/1). Alasan penembakan: perusahaan penerbangan ini, Dimonim Air, mengangkut anggota TNI-Polri. Trigana Air telah memutuskan untuk menghentikan penerbangan ke Pegunungan Bintang. Kemudian anggota-anggota TPNPB membakar sekolah SMK Negeri 1 (9/1). Ternyata belum cukup; juga gedung Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dibakar (11/1), dan pipa air bersih yang mengalir ke kota Oksibil diputuskan (12/1). Tidak ada korban. Sementara waktu sejumlah penduduk non-Papua memilih mengungsi. 

TNI-Polri sekarang diperintahkan untuk mengejar dan tangkap para pelaku. Dalam suatu pernyataan resmi Damrem 172/PWY menjelaskan bahwa Sebby Sambom, Jurubicara TPNPB yang berdomisili di PNG, adalah dalang segala aksi TPNPB di Pegunungan Bintang sekarang ini. Maka, beliau meminta Interpol dan Badan Nasional Pencegahan Teroris (BNPT) untuk menangkap Sebby Sambom. [3]

* Provinsi Papua ada 9 Daerah Rawan: menurut Kapolda di provinsi Papua (susunan lama) ada 9 daerah rawan. Kota Jayapura dan Kab Jayapura termasuk, karena kerusuhan sekitar penangkapan Gubernur Papua, Lukas Enembe. Selanjutnya disebutkan: Kab Pegunungan Bintang, Intan Jaya, Puncak, Yahukimo, Nduga, Paniai, Dogiyai. Berhubungan dengan situasi demikian, beliau telah mencapai kesepakatan dengan Kapolri supaya 1.000 Brimob akan disiapkan untuk ditugaskan di Papua. [4]  Pernyataan Kapolda juga mendorong Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI untuk meminta Polri, TNI dan BIN melakukan keamanan maksimal di Papua. [5]

Ternyata DPR tetap hanya mendengar suara Polri, TNI, dan BIN sebelum menawarkan saran penyelesaian permasalahan di Papua. Sebagai wakil rakyat justru diharapkan bahwa mereka mendengar suara rakyat secara khusus dan pertama-tama, sebelum mengutarakan opini serta saran. Baru akan ada kemungkinan adanya saran yang berbunyi lainnya dan stigmatisasi Papua tidak begitu saja dilestarikan. Dan cara sekarang ini DPR tidak menyumbang apa-apa demi penyelesaian konflik di Papua. Mereka sebenarnya wakil siapa? (TvdB)

*Darurat Militer di Kab Maybrat Papua Barat; Suatu laporan dari lapangan: Ada pengerahan besar-besaran dan operasi militer di Kab Maybrat dengan jumlah kapasitas yang melampaui. Desember sudah banyak militer ditempatkan di situ, apalagi mereka menempati sekolah SD YPPK dan gereja Katolik di Faan Kahrio; Januari lagi sekitar 400 personil. Tiga distrik diduduki: Distrik Aifat Timur Tengah: kampung Faan Kahrio, Kamat dan Assem;, Distrik Aifat Timur: kampung Aisa; dan Distrik Aifat Selatan: kampung Kisor, Sory dan Tahsimara. Tanggal 18-19 Jan, aparat gabungan TNI-Polri mengadakan operasi penyisiran dari rumah ke rumah masyarakat. Banyak masyarakat sudah mengungsi. Dari warga-warga yang masih tinggal selama 2 tahun terakhir ini salah satu, Aberham Fatem, ditangkap dan dibawa, nasibnya kurang diketahui.

* Polisi lagi mudah menembak:  dalam update bulan Desember kami menyinggung dua kasus penembakan oleh polisi yang berujung kematian dua orang. Dalam peristiwa penembakan di Mappi (14/12) satu orang dan dalam peristiwa penembakan di Yahukimo (19/12) satu orang. Dari belakang para pemantau hukum meminta kesediaan Komnas HAM untuk memeriksa dua kasus ini, karena terduga bahwa polisi terlalu mudah menembak saja, maka melanggar peraturan. 

Bulan ini, lagi ada dua korban penembakan oleh polisi. Salah satu sewaktu masa pendukung mengadakan aksi protes terhadap penangkapan Lukas Enembe (10/1), dan satu dalam peristiwa penembakan di Dogiyai (21/1). Secara khusus penembakan di Dogiyai, yang berujung seorang tewas, Yulianus Tebai, dan satu lain terluka secara kritis, Vinsen Dogomo, sangat memprihatinkan. Penembakan ini terjadi di luar operasi dinas di kampung Tugomani, perbatasan Dogiyai-Nabire, dan dengan alasan yang kurang dapat dipertanggungjawabkan. Dilaporkan ke Komnas HAM (30/1).[6] Yang bersangkutan sudah dipecat dari kepolisian. Sedangkan masyarakat lokal bereaksi dengan membakar sejumlah kios di Bomomani, sementara sejumlah masyarakat pendatang (sekitar 150) mengungsi, meninggal Bomomani dan menuju ke Nabire. [7]

* seorang tukang ojek tewas ditembak: seorang tukang ojek, Damri, ditembak oleh penumpangnya dan tewas saat melintasi Jembatan Ilame, Gome, Kab Puncak (23/1). [8]

* seorang anggota TNI tewas dibacok: Seorang anggota TNI dibacok hingga tewas di Pasar Sinak, kampung Gigobak, Kab Puncak (24/1). Pelakunya tidak diketahui.[9]

[b] tambahan korban

* 4 Januari 2023: satu anggota TNI ditembak di Intan Jaya; diklaim oleh TPNPB namun belum ada konfirmasi dari TNI, setahu kami

* 7 Januari 2023: 3 anggota polisi terluka ditembak oleh TPNPB di Pegunungan Bintang

* 10 Januari 2023: salah satu pendukung Gubernur Papua ditembak mati oleh polisi di Sentani sewaktu aksi protes terhadap penangkapan Gubernur 

* 21 Januari 2023: seorang warga sipil, Yulianus Tebai (31), dan satu terluka berat, Vinsen Dogomo, ditembak oleh polisi di Dogiyai

* 23 Januari 2023: seorang tukang ojek, Damri (57), ditembak di Gome, Kab Puncak

* 24 Januari 2023: seorang anggota TNI, Serka J, tewas dibacok; pelaku tidak diketahui.

[c] tambahan pasukan

* Pengamanan Bandara: 230 personal Korps Baret Jingga yang baru tiba di Sentani (3/1) akan ditempatkan di 12 bandara dan lapangan terbang yang tersebar di beberapa kabupaten, di antaranya, Intan Jaya, Nduga, Yahukimo, Pegunungan Bintang, hingga Puncak.[10]

* Penambahan personil Brimob: setelah berunding dengan Kapolda Papua, Mabes Polri siapkan 1.000 personil untuk dikirim ke Papua. [11]

 

[3] PENGUNGSI-PENGUNGSI DI PAPUA / SUASANA WILAYAH KONFLIK

[a] Anak pengungsi tewas akibat kekurangan gizi: Sudah tentu, di tempat pengungsian para penghuni mengalami serba kekurangan. Ada cerita mengenai sejumlah anak yang meninggal. Menurut Pater Bernard Baru OSA, pimpinan SKPKC Ordo Augustin, yang memantau perkembangan di sekitar wilayah Sorong, selama ini 12 anak meninggal di tempat pengungsian. Masyarakat mengungsi sejak September 2021 karena serangan TPNPB pada pos militer di Kisor. Menurut pater Bernard angka itu mungkin perlu ditambah karena informasi mengenai situasi  pengungsian masih belum lengkap. Sejumlah anak meninggal karena para ibu yang menyusui bayinya tidak dapat memakan secukupnya untuk menyediakan susu yang bergizi bagus. Semua anak-anak ini memang tidak memilih untuk dilahirkan di tempat pengungsian; keadaan terpaksa yang sering berujung kematian.  Situasi gizi buruk, dibantah oleh kepala Dinas Persandian dan Statistik Maybrat, Manfred Mate. Dia menyatakan bahwa pemerintah sudah memberikan makanan dan minuman, hanya mungkin belum mencukupi. Bukan gizi menjadi masalah, namun pelayanan kesehatan. Walau  demikian seorang dokter di wilayah pengungsian lainnya, yakni di Pegunungan Bintang, dokter Ober Nega Naa, distrik Ok Aom, membenarkan catatan dari pater Bernard karena di Pegunungan Bintang juga sangat jelas bahwa ada situasi yang sangat memprihatinkan. “Mereka sangat kekurangan nutrisi”, komentarnya.

Menurut Studi Status Gizi Indonesia, yang diterbitkan Kementerian Kesehatan, 34,5 % anak balita di wilayah Maybrat mengalami ‘stunting’ (gangguan pertumbuhan), sedangkan untuk Pegunungan Bintang malahan tercatat 55,4 %. Dokter Obet menyatakan bahwa banyak wilayah tidak dapat dilayani karena ‘tidak terjamin keamanan’, maka tidak dapat diakses. Beliau juga yakin bahwa soal gizi di tempat pengungsian bukan saja menyangkut anak-anak, namun juga para orang dewasa. Cerita-cerita mengenai kekurangan gizi makin banyak dan bantuan pemerintah sangat tidak mencukupi. Situasi demikian tetap akan berlaku selama konflik bersenjata di wilayah pengungsian tidak dihentikan. Ternyata perhatian pada para pengungsi di Papua masih dibawa segala standar yang selayaknya, maka Komnas HAM diminta memberikan perhatian dengan lebih serius dan dengan segera. [12]

[b] Pengungsi dari Pegunungan Bintang: Sebagai akibat serangan bertubi-tubi oleh TPNPB di wilayah Pegunungan Bintang, sejumlah pendatang sekarang memilih untuk mengungsi. Untuk sebagian mereka menuju ke Jayapura. Jumlahnya sudah mencapai lebih daripada 100 orang. [13]

 

[4] OTSUS PEMEKARAN

[a] Tim proklamasi DOB Papua Barat Daya kecewa: Penjabat Gubernur Papua barat Daya telah mengumumkan 22 nama pelaksana tugas (Plt) pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Pengumuman ini diprotes sekelompok orang. Alasannya: “Kami tim deklarator pemekaran provinsi Papua Barat Daya menolak 22 Plt Pimpinan OPD. Kami sama sekali belum mendapat bagian dan mandat jatah. Padahal, kami yang pertama kali yang mendeklarasikan, menggagas dan mengkonsep Provinsi Papua Barat Daya tapi kami belum dapat jatah. Kami merasa tidak dihargai sama sekali”, tegasnya juru bicara tim deklarator PBD, Yanto. Lanjut Yanto, seharusnya dalam penetapan 22 PLT Pimpinan OPD, 15 dikasih ke tim dan 5 lainnya merupakan hak prerogatif Penjabat Gubernur untuk menunjuk. [14]

Berita ini menarik karena dengan sangat jelas membuktikan bahwa usulan DOB lazimnya berasal dari segelintir orang yang mencari kedudukan, bukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kenyataan demikian sangat mengganggu kita semua. (TvdB)

[b] masyarakat lokal menolak menyediakan tanah untuk DOB: puluhan penghuni desa Wouma (kota Wamena) memalang jalan di kepertigaan Wouma, Welesi dan Assolokobal yang menghubungi Wamena dengan Kurima. Alasannya: mereka memprotes rencana masyarakat Welesi untuk menyediakan 72 ha tanah demi pembangunan fasilitas Provinsi baru, Papua Pegunungan. Mereka merasa tidak dilibatkan dalam pembahasan rencana itu. Akan ditindaklanjuti.[15]

 

[5] HUKUM – HAM - KEADILAN

[a] KPK nekad menjadikan Lukas Enembe tahanan: setelah Gubernur Papua, Lukas Enembe, muncul di depan umum akhir tahun lalu untuk meresmikan sejumlah bangunan, KPK tidak melihat bahwa ada alasan lagi untuk Lukas tidak dapat dijadikan tahanan di Jakarta. Ternyata cukup sehat untuk mengadakan kegiatan di Jayapura, maka, juga cukup sehat untuk menghadapi KPK di Jakarta. Berkaitan dengan pengobatannya, KPK malahan menawarkan bahwa Lukas dapat diobati di luar negeri asal menjadi tahanan KPK terlebih dahulu. [16]  Kemudian tawaran itu dilengkapi dengan menangkap Lukas Enembe sewaktu beliau menikmati makanan siang di salah satu restaurant di Kota Raja, kota Jayapura (10/1). Setelah ditangkap langsung diterbangkan ke Jakarta dan diantar ke Rumah Sakit demi pemeriksaan awal kesehatannya. Penangkapan yang tak terduga ini menimbulkan reaksi dari para pendukung sampai ada insiden berhadapan dengan polisi di Kota Raja maupun di Sentani (Bandara). Selama insiden-insiden ini 9 terluka dan 19 aktivis ditangkap (satu dari antaranya sudah meninggal karena dikenakan  tembakan) dan 18 masih ditahan oleh polisi untuk interogasi lanjut. Insiden tewas seorang aktivis masih mau investigasi (Polisi, Komnas HAM). Sementara sekolah-sekolah di Jayapura selama 2 hari ditutup. Suatu demo besar diumumkan akan jadi hari Jumaat (13/1) dan selama seminggu selanjutnya. Akhirnya kurang terlaksana.[17]  Di Jakarta, KPK melanjutkan proses pemeriksaan, bukan saja secara langsung dengan LE, namun juga dengan memanggil sejumlah saksi-saksi untuk diinterogasi. Pemeriksaan LE masih berulang kali dihentikan karena soal kelemahannya secara fisik (sakit). Sementara waktu sejumlah kelompok tetap menuntut supaya LE dibebaskan saja. [18]

[b] Yang salah ditangkap dituntut seumur hidupDalam persidangan baru ini (9/1) perkara Melkyas Ky dituntut seumur hidup. Melkyas adalah salah satu tersangka penyerangan pada pos TNI di Kisor (2 Sept 2021) yang menewaskan 4 prajurit TNI. Enam tersangka lainnya dalam kasus ini disidangkan secara terpisah dan dituntut 20 tahun. Sudah lama, para pembela hak meminta supaya Melkyas dibebaskan tanpa syarat karena mereka yakin bahwa sebenarnya Melkyas adalah korban ‘salah tangkap’ aparat keamanan. Juga selama persidangan tidak terdapat bukti keterlibatannya. [19]

[c] Tim PPHAM merampungkan rekomendasi-rekomendasi: Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu (PPHAM) telah merampungkan rekomendasi-rekomendasi. Salah satu poin rekomendasi yang tertuang dalam laporan Tim PPHAM adalah mendorong negara mengakui adanya kasus pelanggaran HAM Berat di masa lalu. Rekomendasi lainnya adalah Presiden Joko Widodo meminta maaf atas nama negara terhadap kejahatan kemanusiaan tersebut.[20]

[d] Jokowi mengakui pelanggaran HAM berat di Indonesia: Dalam suatu pidato khusus Jokowi mengakui secara publik bahwa memang ada sejumlah pelanggaran HAM Berat di Indonesia. Beliau menyebutkan: Peristiwa 1965-1966, Penembakan Misterius 1982-1985, Peristiwa Talangsari Lampung 1989, Peristiwa Rumah Geudong dan Pos Sattis di Aceh 1998, Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998, Peristiwa Kerusuhan Mei 1998, Peristiwa Trisakti Semanggi 1 & 2 1998-1999, Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999, Peristiwa Simpang KAA di Aceh 1999, Peristiwa Wasior di Papua 2001-2002, Peristiwa Wamena di Papua 2003, dan Peristiwa Jambo Keupok Aceh 2003. 

Selanjutnya beliau mengungkapkan penyesalannya atas kejadian-kejadian itu.  Pengakuan ini disambut dengan gembira oleh banyak orang, dan dinilai sudah merupakan suatu langkah maju yang signifikan. Walau demikian, dari banyak pihak juga masih diharapkan bahwa sikap terhadap segala pelanggaran HAM tidak terbatas pada kata penyesalan ini, namun juga disusul juga dengan suatu ‘permintaan maaf’ yang lebih eksplisit. Selanjutnya diharapkan bahwa akan ada tindakan-tindakan efektif demi suatu penyelesaian semua kasus itu dengan lebih baik dan demi pencegahan terjadinya berulang pelanggaran HAM di masa mendatang. Penyelesaian secara ‘non yuridis’ tidak mencukupi. [21]

[e] situasi penegakan HAM masih suram: Pemerintah dianggap belum berkomitmen terhadap penegakan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia. Human Rights Watch (HRW) untuk Indonesia mencatat, sepanjang 2022, seabrek persoalan HAM belum bisa diselesaikan pemerintah. Dalam laporan HRW disebutkan bahwa pemerintah masih banyak melanggar hak-hak masyarakat sipil dan mengekang kebebasan berpendapat. Pemerintah pun belum bisa menjamin kebebasan beragama, etnis, gender, dan orientasi seksual. Selain itu disorot soal impunitas TNI dan Polri yang tetap langgeng, terutama dalam kasus pelanggaran HAM di Papua dan Papua Barat. [22]

[f] Papua ingat kasus Paniai: Dalam kerangka catatan di atas, di Papua masyarakat teringat akan nasibnya kasus Paniai 2014. Dalam proses pengadilan HAM di Makasar (Des 2022) terdakwa tunggal kasus Paniai Berdarah divonis bebas. Padahal menurut keterangan 57 saksi, penyelidikan Polda Papua, dan rekomendasi Komnas HAM, setidaknya ada empat pihak yang harus diminta pertanggungjawaban karena pelaku rantai komando yang melibatkan Kopassus, TNI, dan Polri. Persidangan HAM gagal untuk membuktikan siapa pelaku sebenarnya! “Nyawa Orang Papua tidak ada nilai di mata Indonesia”. [23]

[g] Viktor Yeimo masih disidangkan: Kasus Viktor Yeimo (VY) masih tetap disidangkan. VY hadir pada sidang tgl 12 Jan 2023 walau masih dalam keadaan sakit. Dalam sesi itu hakim memutuskan bahwa VY ditahan lagi di penjara di Abepura, walau masih sakit. Para pendukung VY jelas tidak setuju dengan keputusan demikian. Apalagi keyakinan mereka bahwa seluruh tahanan VY sebenarnya suatu kriminalisasi, karena orang tidak bersalah. Namun demikian VY selalu diantar ke persidangan oleh suatu kekuatan aparat yang tidak proporsional, betul berlebihan seakan-akan mengantar seorang teroris. Maka, tgl 17 Januari diadakan suatu aksi damai, berbentuk ‘demo bisu’ di depan Pengadilan Negeri Jayapura. Dalam aksi itu mereka menuntut pembebasan VY tanpa syarat atau intimidasi. 

[h] Proses hukum kasus pembunuhan disertai mutilasi di Timika: Menurut sejumlah lembaga hukum proses hukum terdakwa dalam kasus penembakan disertai mutilasi warga sipil di Timika berjalan serampangan dan terkesan melindungi pelaku TNI: menuntut kembali tanggung jawab negara. Kesimpulan ini berlandaskan tiga alasan: [1] tidak akuntabel dan transparan nya proses pengadilan, [2] pelaku yang berlatar belakang Mayor didakwa secara tidak cermat oleh orditurat, dan [3] jauh dari harapan keluarga para korban.[24] Kritik para ahli hukum tadi juga dibenarkan sewaktu (19/1) Mayor Helmanto Dakhi hanya dituntut 4 tahun penjara saja. [25]  Syukurlah, hakim ketua ternyata juga sadar bahwa ada sejumlah hal yang tidak beres sekitar tuntutan 4 tahun itu, maka beliau memvonis Mayor Dakhi penjara seumur hidup (24/1).

 

[i] Tekanan  pada jurnalis makin besar, khusus di Papua: Menurut Aliansi Jurnalis Independen (AJI) selama 2022 terdapat 61 kasus serangan pada jurnalis; korban 97 jurnalis dan 14 media. Selama 2022 jumlah serangan meningkat dari 43 kasus tahun 2021. [26]

Tren peningkatan intimidasi/serangan demikian baru ini lagi dibuktikan dengan eksplosi suatu bom disamping rumah seorang senior jurnalis di Papua, Viktor Mambor (23/1). [27]  Papua menghadapi masalah nyata dalam kebebasan pers dan sipil. Dugaan aksi teror terhadap jurnalis berulang kali terjadi sepanjang dua tahun terakhir di Bumi Cenderawasih. Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KONTRAS), Rivanlee Anadar, mengatakan kasus pelanggaran kebebasan pers di Papua tidak bisa dilepaskan dari masifnya pelanggaran kebebasan sipil. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mencatat dalam dua dekade terakhir, sekitar 144 kasus terhadap jurnalis terjadi di Bumi Cenderawasih. [28]

[j] Duka warga sipil dalam konflik Papua: Koran Tempo (25/1) mencatat:  Dalam empat tahun terakhir, Adam Wijaya – bukan nama sebenarnya – tidak berani menetap di satu tempat. Ia selalu berpindah-pindah, dari kabupaten satu ke kabupaten lain, di tanah Papua. “Saya sedang dicari-cari aparat keamanan”, kata Adam ketika menceritakan pengalamannya (24/1). Adam adalah aktivis kemanusiaan di sebuah yayasan. Ia menangani  - sejak 2018 – pengungsi di kabupaten Nduga. Aktivitas Adam dan kawan-kawannya ternyata menjadi sorotan aparat keamanan. Ia pun dipanggil dan diperiksa oleh komando daerah militer. “Kami disuruh menutup sekolah darurat”, katanya. Tidak hanya itu, Yayasannya juga diusir dari Nduga. Adam dan teman-temannya tak kuasa menolak. Mereka pergi dan meninggalkan para pengungsi. Sejak pergi dari Nduga, Adam merasa seperti buron. Ia kerap dikuntit oleh orang -orang tak dikenal. Tidak jarang Adam mendapat intimidasi dari petugas keamanan. Padahal ia hanya membantu para pengungsi. Situasi yang dialami Adam lazim dihadapi oleh para aktivis di Papua. Tak sedikit dari mereka yang dijebloskan ke penjara karena getol menyuarakan kebebasan sipil. Misalnya. Aktivis Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Victor Yeimo. Ia dipidanakan atas tuduhan makar. Sepanjang 2019 juga tercatat sejumlah aktivis KNPB dan mahasiswa yang dipenjara dengan status tahanan politik. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid,  mencatat bahwa sedikitnya terdapat 14 tahanan politik yang menjadi korban belenggu kebebasan berekspresi. Usman juga menyebutkan data dari AJI yang menemukan 114 kasus kekerasan menimpa jurnalis pada periode 2000-2021. “Penyebabnya tentu karena peran negara yang membiarkan kekerasan terhadap kalangan masyarakat sipil, termasuk aktivis, tokoh agama, dan jurnalis”, ujar Usman. Menurutnya tak ada satu pun teror terhadap aktivis dan jurnalis di Papua yang diungkap oleh kepolisian. Penegak hukum tak pernah mengungkap kasus-kasus tersebut. Tak terkecuali serangkaian serangan digital dalam bentuk doxing yang dihadapi beberapa aktivis Papua. [29]

[k] Tambahan jumlah pejabat yang korup di PapuaDua pejabat lagi ditambah pada jumlah pejabat di Papua yang resmi dinyatakan korup. Pelaksana tugas Bupati Mimika, Johannes Rettob, dinyatakan tersangka dalam kasus korupsi pembelian helicopter & pesawat (26/1). [30] Sedangkan mantan Sekretaris Daerah Kab Mappi, Ricky Bolang, divonis 6,5 tahun penjara di Merauke (27/1). [31]

 

[6] PENDIDIKAN – KESEHATAN – EKONOMI RAKYAT

[a] Pengobatan ARV untuk 7,941 patients HIV/AIDS di Papua: menurut Kepala Seksi HIV/AIDS, Dinas Kesehatan Provinsi Papua, Rindang Marahaba, 7,941 HIV/AIDS patients menerima pelayan Antiretroviral (AVR). Angka ini relatif kecil, mengingat bahwa total pasien HIV/AIDS sudah sampai 50.011 (20,441 HIV-positif dan 29,570 AIDS). Rindang sadar akan kenyataan itu dan akan mendorong pusat-pusat kesehatan di wilayah untuk lebih aktif menyediakan pelayanan ARV. [32]

[b] 600 ribu lebih anak Papua tidak sekolah: Dari data statistik yang resmi dapat disimpulkan bahwa sekurang-kurangnya 600 ribu anak Papua tidak dapat mengikuti pendidikan di sekolah. Hal ini dikemukakan dr Agus Sumule yang makin aktif mengangkat persoalan pelayanan pendidikan di Papua. Kenyataan ini sangat berkontras dengan upaya sekian banyak ‘elit’ yang berebut jabatan, apalagi dalam tiga Provinsi baru. Dalam rebutan itu bukan motivasi pelayanan atau kompetensi diperhitungkan, namun kekuatan keuangan para perebutan. [33]  

[c] Mahasiswa di Amerika Serikat menunggu beasiswa : sejumlah 54 mahasiswa penerima beasiswa Papua yang berstudi di Amerika Serikat belum menerima kiriman biaya hidup. Orang tua sekarang mendesak pemerintah provinsi Papua untuk membereskan hal ini. [34]

[d] Kemiskinan di Papua: Menurut statistik Indonesia, bulan September 2022, 26,80% dari warga di Papua hidup dalam kemiskinan. Ini berarti 936,320 warga; dibandingkan dengan statistik bulan Maret 2022 jumlah orang miskin naik dengan 14.200 orang. [35]

[d] Aktivitas Belajar Mengajar macet: dinamika pendidikan di kawasan pedalaman dan pinggiran kota di Kab Jayawijaya, provinsi Papua Pegunungan, makin suram. Contoh nyata terlihat di Sekolah dasar Negeri (SD N) Logotpaga, distrik Asologaima, tak ada kepala sekolah dan guru bertugas selama jangka waktu tertentu. Bahkan menurut Nies Tabuni, ketua yayasan Dunia Nies Papua, salah satu guru yang ditugaskan sebagai kepala sekolah di SD N Logotpapa tak pernah ada di tempat tugas. Sejak tahun 2019 tak ada aktivitas belajar mengajar di ruang kelas. Tokoh peduli pendidikan Papua ini mengingatkan pihak Dinas Pendidikan Kab Jayawijaya segera memeriksa kinerja guru-guru dan kepala sekolah yang suka tinggalkan tempat tugas. [36]

 

[7] LINGKUNGAN – DEFORESTASI - AGROBUSINESS

[a] Harapan palsu bagi masyarakat adat: Koalisi Masyarakat Sipil menilai tantangan bagi masyarakat adat bakal semakin berat. Janji pemerintah untuk memberikan pengakuan terhadap masyarakat hukum adat, termasuk atas wilayah yang menjadi haknya, tak kunjung terwujud. “Ditambah lagi dengan adanya peraturan perundangan-undangan baru yang justru mengancam masyarakat adat”, kata Deputi Sekretaris Jenderal Aliansi masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Erasmus Cahyadi. Perpu Cipta Kerja sebagai pengganti UU Cipta Kerja, misalnya, mengatur pembentukan Bank Tanah yang objek tanah sasarannya dinilai per irisan dengan tanah objek reformasi agraria, sehingga berpotensi mempertajam konflik. Sedangkan keberpihakan pemerintah terhadap masyarakat adat dalam reformasi agraria justru diragukan. “Kebijakan-kebijakan tersebut dalam banyak hal justru tidak suportif terhadap masyarakat adat”, kata Erasmus. “Konflik seperti perampasan wilayah adat, kekerasan. Hingga kriminalisasi masyarakat adat terus terjadi,” katanya. Semuanya masih sangat jauh dari pernyataan Jokowi dalam acara pencanangan hutan adat di Istana Negara, 30 Desember 2016, sbb: “Pengakuan hutan adat bukan hanya berarti kita sedang mengakui hak-hak tradisional masyarakat hukum adat yang dilindungi oleh Undang-Undang Dasar 1945. Pengakuan hutan adat, pengakuan hak-hak tradisional masyarakat hukum adat, berarti adalah pengakuan nilai-nilai asli Indonesia, pengakuan jati diri asli bangsa Indonesia”. [37]

[8] MENUJU “PAPUA TANAH DAMAI”

[a] Gagalnya ‘jeda kemanusiaan’ gaya Komnas HAM: Dalam laporan November kami sudah mencatat ‘kesepakatan’ yang tercapai antara Komnas HAM dan MRP bersama ULMWP supaya diadakan suatu ‘jeda kemanusiaan’ di Papua (Jenewa, 11 Nov 2022). Bobot kesepakatan itu sebenarnya dari awal mula diragukan mengingat bahwa TPNPB dan TNI tidak turut menandatangani kesepakatan itu. Mereka tidak hadir dalam proses pembahasan kesepakatan itu. Dari belakang juga jelas bahwa yang disepakati antara tiga pihak tadi, Komnas HAM, MRP dan ULMWP, cukup terbatas baik geografis maupun sasarannya. Yakni, suatu ‘jeda kemanusiaan’ yang terbatas pada daerah konflik wilayah Maybrat, Papua Barat, saja yang akan berlaku selama hanya 2 bulan saja [10 Desember 2022 sampai 10 Februari 2023]. Dan juga terbatas tujuannya, yakni, membuka kesempatan luas untuk bantuan kepada para pengungsi di wilayah itu, dan mengantarkan mereka kembali ke kampungnya di mana saja itu bisa. Tambah lagi, ada kesulitan praktis bahwa di lapangan kesepakatan ini sama sekali belum disiapkan. Maka, dari awal mula efektif nya ‘jeda kemanusiaan’ ini sangat diragukan. De facto, perlu dicatat juga bahwa selama periode akhir Desember sampai saat ini justru di wilayah Maybrat keadaan menjadi jauh lebih parah [lihat catatan di bawah item [2] di atas]. Dalam pemberitaan umum juga pelaksanaan ‘jeda kemanusiaan’ ini hampir tidak diangkat. Maka, amanlah untuk menyimpulkan bahwa sekurang-kurangnya sampai saat ini ‘jeda kemanusiaan’ ini belum efektif atau berhasil meningkatkan aman situasinya; apalagi menjadi langkah efektif menuju suatu keterbukaan akan perubahan pendekatan kekerasan diganti dengan pendekatan yang lebih bermartabat. Kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia di Papua terus terjadi meski dalam periode ‘jeda kemanusiaan’. Konflik tidak mereda. Kegagalan memang untuk sebagian besar karena kesepakatan awal tidak melibatkan para pihak yang paling menentukan, dan tidak didukung pihak pemerintah. [38] Kalau kita mau bahwa proses meredakan konflik ini mulai berjalan dengan lebih efektif, ternyata suatu sikap ‘political will’ dari segala pihak sangat dibutuhkan. ‘Political will’ itu kurang kelihatan, a.l. juga karena sebenarnya Komnas HAM tidak diberikan suatu mandat yang resmi dari Presiden. Kita masih menunggu inisiatif dari pihak pemerintah yang lebih meyakinkan. Dalam konteks itu juga signifikan apa yang dikatakan Menkopolhukam, Mahfud, sewaktu Tempo meminta keterangannya mengenai ‘pelaksanaan jeda kemanusiaan’. Beliau mengatakan pemerintah belum akan membentuk tim pengarah pelaksana jeda kemanusiaan. “Itu pembicaraan Komnas HAM dan perwakilan yang mengklaim sebagai wakil rakyat Papua”, kata Mahfud. Agak meremehkan! (TvdB) 

 

[9] GERAKAN PEMERINTAH PAPUA

[a] Papua tanpa pemimpin: Pada tanggal 10 Januari, Gubernur, Lukas Enembe, sudah ditangkap dan diantar ke Jakarta untuk ditahan. Dengan demikian Papua sementara waktu tidak ada pimpinan provinsinya. Kursi wakil Gubernur sudah setahun kosong. Pasti seorang penjabat akan diangkat dalam waktu tidak terlalu lama. Menteri dalam Negeri akan mengaturnya. [39]

[b] Pegawai hanya dibayar kalau di tempat tugas: Penjabat Bupati Intan Jaya mengambil suatu keputusan yang cukup menarik. Semua Aparat Sipil Negara (ASN) hanya dapat mengambil gajinya di Bank Papua di ibu kota Sugapa. Dengan demikian beliau berupaya supaya semua ASN kembali ke tempat tugas dan tidak lain berkeliaran di kota-kota lain di Papua. [40]

 

[10] TRENDS/GERAKAN POLITIK DI PUSAT INDONESIA DAN INTERNASIONAL

Nasional

[a] Operasi Cartenz Damai diperpanjang: Operasi Cartenz Damai dimulai  Jan 2022. Pada saat itu mengganti Operasi NemangkawiOperasi Cartenz Damai dimaksudkan untuk lebih memprioritaskan aksi pencegahan dan persuasif. Sekarang  Operasi Cartenz Damai diperpanjang sampai 30 Juni 2023. Operasi ini melibatkan 1,925 personnel polisi dan dibantu 101 personnel militer. [41]

[b] pembatasan gerakan masyarakat berkaitan dengan Covid dicabut: Sejak awal 2023 segala peraturan pembatasan gerak-gerik masyarakat karena ancaman Covid-19 dicabut resmi di Indonesia. Walau demikian dianjurkan supaya tetap waspada. [42]

[c] Pemerintah nekad memberlakukan UU Cipta Kerja - melanggar hukum: Pada akhir tahun 2022, Presiden menerbitkan suatu Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang bertujuan mengefektifkan UU Cipta Kerja. Dengan menerbitkan ‘perppu’ ini, Presiden sebenarnya melanggar keputusan Mahkamah Konstitusi yang sudah menyatakan bahwa UU Cita Kerja (Omnibus Law) ‘konstitusional bersyarat’. [43] Apalagi banyak hal yang disebutkan dan mau diberlakukan sebenarnya beda isinya dengan apa yang dicatat dalam UU Cipta Kerja. [44] Pemberlakuan ‘Perppu’ ini ditekankan oleh Presiden untuk menghadapi ancaman krisis ekonomi ‘karena perang Ukraina-Rusia’. Alasan demikian juga dinilai para kritisi sebagai ‘artifisial melulu’. Banyak pihak berprotes dan mohon kepada DPR RI untuk menolak Perppu ini.[45]  Tidak mengherankan juga bahwa para buruh memilih lagi untuk ‘turun ke jalan’ demi protes massal.

Yang menarik, lagi lucu serta memalukan, adalah sikap yang ditunjukkan Menkopolhukam, Mahfud Md, yang dari satu segi mendukung perppu dengan menyatakan bahwa terbitan Perppu ini dengan sendirinya mengugurkan ‘konstitutional bersyarat UU Cipta Kerja’. Dari segi lain, dalam pertemuan lainnya, dia menyatakan bahwa ‘kalau dia tak jadi menteri’  dia pasti juga memberikan kritik pada perppu itu. Atau: dengan kata lain menurut Mahfud, kalau sudah berkedudukan sebagai menteri tidak bisa kritis lagi; lucu ya, karena kami sebagai warga biasa sebenarnya mengharapkan bahwa para menteri berupaya sekemampuannya untuk membantu Presiden mengambil tindakan yang tepat.[46] (TvdB)

[d] upaya PDIP mendesak pemakaian pemilu dengan ‘sistem proporsional tertutup’: PDIP ingin supaya nanti pemilihan umum dijalankan dengan ‘sistem proporsional tertutup’ (artinya: kita diminta memilih ‘partai’ dan ‘bukan nama calon’). Upaya ini melawan peraturan yang sedang berlaku, yakni pemilu dengan ‘sistem proporsional terbuka’. Delapan pimpinan partai lainnya sudah langsung berkumpul (8/1) untuk membahas upaya PDIP ini, hingga menolaknya secara bulat. [47]

internasional:

[e] High Commissioner yang baru untuk Komisi HAM PBB: Volker Turk, warga berasal dari Austria, diangkat sebagai High Commissioner untuk HAM di PBB. Sejak 3 bulan, beliau mengganti Michele Bachelet, yang selama masa jabatannya berulang kali memberikan perhatian pada situasi HAM di Indonesia. Mr. Volker menyadari bahwa beliau menghadapi suatu penugasan yang sangat berat, mengingat bahwa ‘penghargaan akan HAM’ di banyak tempat mengalami suatu langkah mundur selama tahun-tahun akhir ini. Beliau akan berupaya kuat supaya segala sikap masa bodoh (indifference) terhadap penderitaan banyak orang dihilangkan, dan kita bersama kembali kepada inti “Pernyataan Universal HAM” yang disepakati 75 tahun yang lalu. [48]            

   

[11] SERBA -SERBI

[a] masyarakat menolak pembangunan pos polisi: Masyarakat kecamatan Baya Biru, Kab Paniai, menolak pos polisi di wilayahnya. “Sudah lama kami hidup di sini dengan aman dan senang tanpa pos polisi. Kami takut kehadiran polisi akan membuat wilayah kita tidak tenang”, alasan masyarakatnya. Baya Biru terletak dalam wilayah ‘pertambangan emas ilegal’ yang paling luas, yang sudah lama tidak diberikan perhatian oleh pemerintah Pania. Masyarakat juga masih merasa trauma besar karena 6 penduduk pernah ditembak oleh Brigade Polisi pada tahun 2014. Salah satu mati dan lima terluka serius. Maka, “kami sudah tentu polisi ada kepentingan pada pertambangan emas. Mereka tidak membangun pos polisi untuk melindungi komunitas Baya Biru”, kata Noak Tagi.  [49]

[b] UMP 2023 untuk Papua: Upah Minum Provinsi (UMP) 2023 yang ditetapkan untuk provinsi Papua (provinsi lama) ternyata yang tinggi kedua di Indonesia. Yang paling tinggi adalah DKI Jakarta dengan UMP Rp. 4.901.798. sedangkan untuk provinsi Papua UMP Rp. 3.864.696.  Untuk provinsi Papua Barat (provinsi lama) ditetapkan UMP Rp. 3.282.000. [50]

[c] Dua konsultan Indonesia di Sekretariat MSG: Ada indikasi bahwa mulai bulan Maret 2023, dua konsultan dari Indonesia akan berkarya di Sekretariat Melanesian Spearhead Group (MSG) di Port Villa, Vanuatu. Rencana demikian dikritik keras oleh pihak United Liberation Movement West Papua (ULMWO), termasuk oleh Benny Wenda. ULMWP rencana beraksi protes kalau memang jadi.[51]

[d] Perdagangan senjata: seorang pilot yang berasal dari Papua, Anton Gobai, ditangkap di provinsi Sarangani, Filipina Selatan, karena membawa senjata yang ternyata ditujukan pada TPNPB di Papua (7/1). [52] Lantas di Boven Digoel beberapa orang ditangkap dengan tuduhan terlibat dalam perdagangan senjata di sekitar perbatasan dengan Papua Niugini. 

 

CATATAN MENARIK

Kaderisasi tanpa penanaman nilai kerendahan hati, 

hanya akan melahirkan iblis yang semakin cerdas.

 [Saul de Paulo]

 

Jayapura, 31 Januari 2023



No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.