Wednesday, March 1, 2023

PAPUA REPORT 2023 FEBRUARI (In Bahasa)

 PAPUA  2023

FEBRUARI 

Oleh: Theo van den Broek

 

[1] PERHATIAN UTAMA

Kapan NILAI PERDAMAIAN menjadi dasar kebijakan pemerintah pusat di Papua?

Pada tanggal 7 Februari 2023 Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) menyandera seorang pilot yang kewarganegaraan Selandia Baru, Philip Mehrtens, sewaktu dia mendarat di airstrip di distrik Paro, Kab Nduga. Ini bukan pertama kali seorang kewarganegaraan asing disandera oleh TPNPB. Hal yang sama terjadi tahun 1996 (Mapenduma – TIM WWF) dan 2001 (Ilaga – dua warga Belgia). Ada beda tindakan awal dari pihak pemerintah sekarang ini dengan tindakan sewaktu kejadian di masa lampau. Dalam kasus Mapenduma maupun Ilaga pada awalnya dipikirkan dulu baik-baik bagaimana kejadian ini perlu ditanggapi dan diselesaikan dengan baik. Sudah tentu ada peranan dan tanggung jawab kepolisian dalam kasus penyanderaan, karena bagaimana pun juga alasannya, penyanderaan adalah suatu tindakan melawan hukum dan melanggar hak dasar seorang.  Dalam kasus Mapenduma pihak kepolisian meminta bantuan standby oleh TNI (markas komando di Wamena) , sedangkan dibuka juga ruang bagi pihak lain, secara khusus pihak gereja, untuk mediasi demi suatu penyelesaian dengan baik dan damai. Dalam kasus Ilaga – saya sendiri langsung terlibat didalamnya - malahan tidak diminta bantuan TNI, namun pihak kepolisian memberikan dukungan yang kuat dan konstruktif pada mediasi oleh perwakilan gereja untuk menyelesaikan masalahnya. Sikap Kapolda itu juga diperkuat oleh kesepakatan yang tercapai oleh kami dengan otoritas tinggi TNI-Polri di pusat pemerintahan Jakarta.  Maka, selama mediasi pihak gereja berjalan, tidak ada gerakan apapun oleh pihak keamanan di wilayah penyanderaan Ilaga dan sekitarnya. Ternyata mediasi dalam kasus Ilaga berhasil dan semuanya dapat diselesaikan dengan damai dan baik, walau prosesnya makan waktu cukup lama (sekitar 6 minggu). Dalam kasus Mapenduma ternyata kegiatan mediasi oleh pihak gereja diganggu berulang kali oleh instansi ketiga, entah siapa, hingga penyelesaian yang sudah direncanakan baik oleh pihak mediator, Palang Merah Internasional dalam kerja sama dengan gereja, akhirnya digagalkan. Akhirnya penyelesaian penyanderaan Mapenduma hanya terjadi setelah ada sejumlah orang yang menjadi korban dan tewas. 

Dalam kasus penyanderaan di Paro pendekatan menjadi lain. Kelihatan bahwa dari awal mula permasalahan di Paro ditangani seluruhnya oleh pihak keamanan, didukung kuat oleh otoritasnya di Jakarta. Pasukan khusus disiapkan TNI dan diberangkatkan ke wilayah Paro (lihat item 2 di bawah); 200 personil Brimob disiapkan Polri dan dikirim ke tempat kejadian (lihat item 2 di bawah). Berita-berita ke publik juga kacau-balau, seakan akan ada penyanderaan bukan saja pilot, namun juga lima penumpang pesawat dan 15 pekerja bangunan Puskesmas di tempat. Ketidakjelasan terus dibiarkan walau sudah jelas bahwa TPNPB memberitahukan secara tegas bahwa mereka membawa pilot saja, yang lain semua dibiarkan di tempat. Sementara waktu warga kampung di wilayah Paro mulai mengungsi karena ketakutan pengoperasian militer di kampungnya. Seratus lebih warga sipil berangkat dan wilayah sekarang tidak dihuni lagi warga sipil. Sebenarnya kurang ada alasan untuk menempatkan sekian banyak aparat di wilayah Paro karena wilayah penyanderaan telah berpindah dan pilot sudah dibawa oleh TPNPB ke wilayah lainnya yang cukup jauh dari tempat kejadian. 

Yang menonjol dalam gerak-gerik sekitar penyanderaan kali ini adalah kekurangan perhatian untuk mempertimbangkan suatu pendekatan alternatif, misalnya mediasi oleh pihak yang lebih mudah dapat membuka suatu komunikasi dengan para pelaku penyanderaan ini. Atau dengan menunda dahulu segala gerakan massal dan pengoperasian aparat. Seakan-akan tidak memikirkan kemungkinan untuk menyelesaikan persoalan ini dengan damai dan tanpa risiko besar bahwa ada korban, termasuk sekian warga yang mengungsi. Hanya dari belakang, sewaktu aparat sudah lengkap dan  menguasai tempat kejadiannya,[1]  dan siap beroperasi, pihak kepolisian meminta suatu tim sipil yang terdiri dari sejumlah tokoh pemerintahan dan masyarakat untuk mencari komunikasi dengan para pelaku penyanderaan. [2]Suatu tugas yang agak sulit karena para pelaku pasti tidak mau membuka tempat persembunyiannya kalau ada risiko besar bahwa lokasi mereka nanti diketahui oleh aparat. Sementara waktu Dewan Gereja Papua juga mengirim surat terbuka dan meminta TPNPB untuk membebaskan pilot. 

Perlu memikirkan suatu pendekatan alternatif. Negosiasi adalah kunci pembebasan pilot Susi Air. Bisa melibatkan lembaga internasional untuk membebaskan sandera tanpa senjata.[3]

Sikap ‘tidak mempertimbangkan suatu alternatif terlebih dahulu’ sangat memprihatinkan. Sikap itu sangat signifikan karena sejalan dan senada dengan sikap yang akhir ini diambil sejumlah tokoh politik dan instansi pemerintah pusat berkaitan dengan situasi di Papua. Contohnya antara lain,  kegagalan ‘jeda kemanusiaan’. Baru ini suatu peluang awal untuk membuka  jalan konstruktif penyelesaian masalah di Papua melalui suatu kesepakatan mengadakan ‘jeda kemanusiaan’ dibuang begitu saja. Memang perlu diakui bahwa proses menuju suatu ‘kesepakatan mengenai jeda kemanusiaan’, sebagaimana dicapai di Jenewa 11 November 2022, ditandai kekurangan prosedur maupun kurang melibatkan pihak yang berkepentingan langsung. Namun kesepakatan antara Komnas HAM, ULMWP dan MRP sedikitnya membuka jalan untuk memulai suatu proses yang konstruktif dan penuh damai menuju suatu dialog yang diharapkan pelbagai pihak di Papua. ‘Jeda kemanusiaan’ yang disepakati menyangkut pemberhentian kekerasan segala pihak di wilayah tertentu – dalam hal ini wilayah konflik Maybrat – hingga perhatian khusus dapat diberikan kepada nasib para pengungsi di wilayah itu. ‘Jeda kemanusiaan ‘ itu maksudnya dijalani selama 2 bulan: 10 Desember 2022 sampai 10 Februari 2023. Ternyata ‘jeda kemanusiaan’ ini sama sekali tidak dilaksanakan. Pihak ULMWP yang menjadi motor utama di Papua pada saat itu mengeluh bahwa mereka sudah berpegang teguh pada isi kesepakatan itu, namun mengalami bahwa pihak lain yang terlibat, secara khusus Komnas HAM (pemerintah pusat), sama sekali tidak bergerak untuk memungkinkan pelaksanaan ‘jeda kemanusiaan’ ini. [4] Lantas Komnas HAM membuka suara sewaktu jadwal ‘jeda kemanusiaan’ sudah mau berakhir dengan menyatakan bahwa kesepakatan itu adalah keputusan dari Tim Komnas HAM yang lama dan melanggar prosedur resmi Komnas HAM. Maka, mereka tidak bergerak.[5] Ditanya kepada Menkopolhukam, Mahfud MD, kenapa belum ada kelompok kerja dibentuk di tingkat nasional demi pelaksanaan ‘jeda kemanusiaan’ itu, ia menjawab bahwa ‘memang tidak dibentuk karena pembicaraan serta kesepakatan ini hanya antar beberapa instansi dan pribadi saja’. Maka, ternyata tidak perlu diambil serius, dan ternyata Komnas HAM dinilai tidak memiliki mandat apa pun dari Pemerintah Indonesia.  Panglima TNI yang baru, sewaktu ditanyakan mengenai ‘jeda kemanusiaan’ itu, menanggapinya dengan menyatakan bahwa tidak ada arti, kekerasan masih jalan terus saja. Hingga beliau tidak mau mengambil pusing mengenai kesepakatan ‘jeda kemanusiaan’.[6] Juga di tingkat Lembaga Perwakilan Rakyat, wakil Ketua DPR RI bidang Politik dan Keamanan, setelah mendengar mengenai penyanderaan, dengan  mudah saja menyatakan bahwa sudah waktu wilayah Papua dinyatakan wilayah ‘darurat sipil’. [lihat item [8] c  di bawah]. Sangat naif dan seakan-akan itu menjadi jalan keluar! 

Semua tanggapan yang begitu tidak konstruktif dan bernada penguasaan melulu menunjukkan bahwa di kalangan penguasa di Jakarta sama sekali tidak ada ‘political will’ untuk memikirkan suatu jalan alternatif demi penyelesaian permasalahan di Papua secara damai dan bermartabat. Kenyataan itu sangat mengecewakan banyak orang, bukan saja di Papua, yang mengharapkan bahwa sudah cukup terbukti pendekatan keamanan yang sampai saat ini diterapkan terus tidak akan menghasilkan apa-apa selain memperparah konflik di Papua. 

Kapan akhirnya pemerintah pusat bersedia untuk mengadakan suatu evaluasi yang benar mengenai seluruh operasi penguasaan (militer) di Papua dengan segala konsekuensinya.[7] Kapan para penguasa mulai bersedia mendengar orang yang sudah mempelajari situasi ini dengan cukup objektif dan menyimpulkan bahwa perlu ada perubahan pendekatan di Papua? Kapan para penguasa dan tokoh politik mulai memasang kata ‘damai’ dalam daftar prioritas mereka dalam kebijakan yang mau ditetapkan? Kapan ‘kesejahteraan masyarakat Papua’ mulai diberikan perhatian yang jujur dan ikhlas, daripada hanya dilontarkan sebagai kata politik yang kosong isinya?  Kapan Komnas HAM bersedia untuk menilai perdamaian lebih penting daripada protokol formalitas pengambilan keputusan? Kapan pemerintah sipil di Papua mulai dibantu pemerintah pusat membenahi diri untuk menjalankan tugas sebenarnya dan menjadi penentu utama kebijakan di Papua? Kapan persoalan penyanderaan mau diselesaikan secara damai dengan mengandalkan peluang-peluang yang ada di tempat? Kapan cita-cita kita, supaya kita semua boleh hidup bersama dalam damai, menjadi cita-cita/prioritas yang lebih penting daripada penguasaan dan ekonomi? (TvdB)

 

[2] KEAMANAN dan OPERASI TNI/POLRI dan TPNPB

[a] gerakan TNI/Polri dan TPNPB

* 30 Januari 2023: di Kab Intan Jaya seorang warga sipil, Saharuddin, ditembak sampai terluka dia Bilogai, dan sekarang dirawat di Rumah Sakit (RS) di Nabire. Pelaku tidak diketahui. Pihak polisi menduga TPNPB melakukannya. TPNPB menuduh TNI-Polri sebagai pelaku. Setahu kami, dari pihak TNI tidak ada berita lanjut. [8]

* 30 Januari 2023: kurang jelas, namun kemungkinan besar ada hubungan dengan berita di atas. TPNPB melapor bahwa seorang warga sipil, orang Papua asli, Mesak Nambagani, ditembak mati oleh TNI-Polri di Bilogai. Warga itu diduga oleh TNI-Polri sebagai anggota TPNPB. TPNPB membalas penembakan oleh TNI-Polri dengan menembak dua anggota TNI-Polri; satu tewas, dan satu dievakuasi untuk dirawat. Berita ini belum ditanggapi oleh pihak TNI-Polri.

* Tiga pendekatan versi Panglima TNI: TNI akan menggunakan tiga strategi pendekatan di Papua (2/2).  TNI tetap melaksanakan operasi dalam rangka tertib sipil dan me-backup tugas-tugas kepolisian, karena memang lebih mengedepankan pada penegakan hukum. Akan memakai 3 strategi: [1]menggunakan ‘soft approach’ melalui pembinaan teritorial dan komunikasi sosial; [2] pendekatan ‘cultural approach’, yakni pendekatan pada tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh kepemudaan; dan [3] menggunakan ‘hard approach’, yakni operasi tegas yang digunakan di daerah dengan tingkat kerawanan tinggi.[9]

* 4 Februari 2023: Setelah membantu menyelesaikan perkelahian antara dua pemuda di pasar, Bapak Lamek Nauseni pulang ke rumah. Beberapa saat lagi di didatangi dua anggota Brimob yang menganiaya Bapak Lamek sampai terluka berat di matanya. Kemudian berobat di Rumah Sakit di Merauke. Pimpinan Brimob mengakui kejadiannya, dan menerangkan bahwa ini akibat mis-komunikasi. Mereka berpikir bahwa bapak itu mengadakan perkelahian di pasar. Akan ditindaklanjuti.[10]

* 7 Februari 2023, seorang pilot Disandera. Setelah mendarat dengan pesawat Pilatus Porter, milik Susi Aira, di lapangan terbang distrik Paro, Kab Nduga, TPNPB menyandera pilot nya, Philips Mehrtens (37), kewarganegaraan Selandia Baru. Setelah itu pesawat dibakar. Lima penumpang yang datang dengan pesawat itu, semua orang asli tempat itu, baik-baik saja. Menurut Kapolda Papua, kejadian ini mungkin ada kaitan dengan ancaman yang TPNPB memberikan kepada 15 pekerja yang sedang membangun Puskesmas distrik Paro ini. Setelah diancam para pekerja sudah mulai jalan meninggalkan tempat itu. Dalam satu dua hari setelah kejadian ini mereka dibantu TNI untuk dievakuasi. [11] Sementara waktu, Jurubicara, Sebby Sambom, mengeluarkan suatu pernyataan yang cukup mengancam. Intinya, Australia, Selandia Baru dan Eropa perlu membantu supaya akhirnya Indonesia bersedia untuk duduk bersama pejuang-pejuang kemerdekaan Papua untuk negosiasi. Pilot ditahan sebagai jaminan bagi TPNPB. Kalau memang tidak ada negosiasi oleh Jakarta, pilot terancam dibunuh. [12]  Pihak pemerintah serta aparatnya mengikuti segala perkembangan dari dekat dan mulai beroperasi untuk mencari tempat keberadaan pilot dan menangkap para pelaku insiden ini. Suatu pasukan khusus disiapkan dan diberangkatkan ke Papua. Jumlahnya dirahasiakan  oleh pimpinan TNI. Dari pihak lain, a.l. Jurubicara Jaringan Damai Papua (JDP)mendesak pemerintah untuk mengambil langkah lainnya, yakni pemerintah sebaiknya memulai proses perdamaian di Tanah Papua.[13] Sedangkan Human Rights Watch di Jakarta, mendesak para pelaku penyanderaan ini untuk melepaskan pilot, karena penyanderaan dengan motif apapun adalah suatu pelanggaran hak orang. Sementara para penghuni wilayah itu mulai mengungsi karena takut menjadi korban dalam pengoperasian militer. 

* Kebijakan Penganggaran operasi keamanan di tanah Papua perlu diaudit. Mengingat besar-besaran pengoperasian militer di Tanah Papua, sudah waktunya untuk meng-audit kebijakan penganggaran. Itulah desakan Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH)di Manokwari. Desakan ini ditujukan kepada Presiden Jokowi dan DPR RI agar tidak dengan mudah mempercayai pernyataan para petinggi TNI dan Polri di Tanah Papua maupun di Jakarta mengenai situasi keamanan di Bumi Cenderawasih yang selalu dikatakan tidak aman karena ulah Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat. Contohnya: dalam insiden penyanderaan pilot Susi Air, TPNPB sama sekali tidak melakukan tindakan yang sama pada 5 penumpang dan/atau 15 pekerja bangunan puskesmas. Pemberitaan pihak petinggi TNI agak menyesatkan para pembaca/pendengar di luar Papua. Menurut Direktur LP3BH keraguan mengenai kebenaran pemberitaan ini sama dengan keraguan sekitar pemberitaan mengenai insiden pembakaran pesawat MAF (6 Jan 2020) atau sekitar insiden kematian tragis Brigjen TNI I Gusti Putu Danny Karya, kepala BIN di Papua, di Beoga (25 April 2020). Tidak pernah ada investigasi mengenai insiden-insiden semacam ini; hanya ‘tuduhan dari awal disematkan kepada TPNPB’, katanya. Sama halnya dalam pembunuhan 4 prajurit di Kisor (21 Sept 2021)  Direktur LP3BH, Yan Christian Warinussy, mengutip dari buku Robin Osborne (terbitan Elsam Jakarta 2001) di mana Osborne mencatat: “…ada akal bulus pasukan Indonesia untuk menggunakan OPM sebagai alat tawar menawar dengan Jakarta, untuk menguasai wilayah demi mendapat kenaikan pangkat atau jatah ekonomi yang lebih luas”.  “Tinjauan kembali terhadap pendekatan militeristik di Tanah Papua dengan segenap usaha penambahan instalasi militer melalui pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) semakin terbaca dengan senantiasa “mengambing hitamkan” TPNPB dan atau OPM sebagai faktor penyebab adanya gangguan keamanan, sehingga membutuhkan kehadiran personil militer dalam jumlah besar diikuti penambahan instalasi kelembagaan militer kian terbaca secara ilmiah dan kian terbuka”, tandas Warinussy. [14]

* 18 Februari 2023: sekali lagi ada kontak senjata antara TPNPB dan TNI-Polri di Distrik Gome maupun distrik Ilaga (Kab Puncak). Sekaligus sebuah rumah dibakar oleh TPNPB di kampung Kago. Menurut berita awal tidak ada korban jiwa atau luka-luka dari kedua belah pihak. [15]

* 20 Februari 2023: TPNPB menyatakan bertanggung jawab atas meninggalnya seorang warga sipil yang diketahui bernama Hamid (42) di Dekai, Kab Yahukimo (20/2). [16]

* 21 Februari 2023: Terdapat berita bahwa dua anggota TNI AL di Merauke menganiaya dua saudara adik-kakak, David dan Albertus Kaize,  di Merauke (21/2). Esok harinya kakaknya, Albertus, meninggal kerana luka-lukanya. Pimpinan TNI AL di Merauke mengakui kejadiannya dan akan menindaklanjuti kejadian ini. [17]

* 22 Februari 2023: seorang pemuda, Nopelian Egupa (19), ditembaki polisi sewaktu mau ditangkap karena diduga terlibat pencurian motor. Dua kaki terluka berat.[18]

* 23 Februari 2023: Bentrokan antara masa dan aparat di Wamena. Karena isyu penculikan anak, masa berprotes dan minta pelaku yang ditahan polisi untuk diserahkan kepada masa. Karena ditolak masa mengamok dan TNI-Polri mulai memakai gas air mata dan menembak terarah. Masa bereaksi dengan membakar kios dan bangunan lainnya. Akibat bentrokan masa dengan aparat: 12 orang tewas (10 OAP dan 2 non-Papua), dan sekitar 17 orang luka berat karena ditembak, hingga perlu perawatan di Rumah Sakit Wamena. [19] karena 10 orang ditembak oleh aparat, Komnas HAM dan pelbagai instansi lainnya mmeminta supaya peristiwa ini diinvestigasi secara teliti dan obyektif.  Menurut informasi dari lapangan, masyarakat mulai membakar kios-kios setelah aparat menembak sejumlah peserta protes lebih dahulu. Baru setelah kerusuhan ini dihentikan, masyarakat membalas dengan membunuh dua orang non-Papua. [20] Sementara lebih banyak pasukan lagi dikerahkan ke Wamena dan Kepala Polisi Resor Jayawijaya,  Hesman Napitupulu, dicopot dari jabatannya. Situasi masih kurang kondusif sehingga banyak warga mulai tinggalkan kota Wamena. 

[b] tambahan korban

* 30 Januari 2023: seorang warga sipil ditembak di Bilogai, Kab Intan jaya, sedang dirawat. Pelaku tidak diketahui. PTNPB membalas karena menuduh  TNI menembak warga sipil itu: menembak 2 prajurit, satu tewas, satu sedang dirawat. Berita belum dikonfirmasi pihak TNI.

* 3 Februari 2023: seorang karyawan bengkel di Bilogai, Kab Intan Jaya, diserang dan dibacok hingga 4 jari putus. Pelaku tidak diketahui. 

* 4 Februari 2023: Lamek Nauseni Wayoken (45) luka berat karena dianiaya oleh dua anggota Brimob di kampung Maam, Kab Merauke. 

* 20 Februari 2023: seorang warga sipil, Hamid (42), dibunuh oleh TPNPB di Dekai, Yahukimo.

* 22 Februari 2023: Albertus Kaize meninggal akibat penganiayaan oleh anggota TNI AL. Adiknya, David luka-luka berat.

* 22 Februari 2923: seorang pemuda ditembak sampai luka berat sewaktu ditangkap polisi di Nabire.

* 23 Februari 2023: bentrokan antara masa dan aparat di Wamena: 8 orang tewas ditembak oleh TNI-Polri dan 2 orang dibunuh oleh masa. 17 luka-luka berat. 

[c] tambahan pasukan

* Panglima TNI akan tambah 800 personil di Papua untuk persiapan pembentukan markas Komando Militer di DOB. [21]

Jenderal Dudung memberangkatkan pasukan khusus untuk menghadapi OPM  di Papua, secara khusus di wilayah Paro-Nduga. Beliau menolak untuk memberitahukan berapa banyak prajurit diberangkatkan (10/2). [22]

* Polri menambah 200 personil Brimob untuk dikerahkan di wilayah  Paro-Nduga.

* Kostrad siapkan Pasukan Elite 330 TNI untuk masuk Papua. Sebanyak 450 prajurit sedang dilatih selama satu minggu dan akan diberangkatkan ke Papua.[23]

Kapolda Sumatera Utara melepaskan 203 Brimob berangkat ke Papua (27/2). 

 

[3] PENGUNGSI-PENGUNGSI DI PAPUA / SUASANA WILAYAH KONFLIK

[a] Ribuan orang mengalami kekurangan pelayanan dasar di Papua: Dalam suatu berita dari World Council of Churches (Jenewa) dicatat: warga-warga biasa saja dari wilayah Nduga, Intan Jaya, Pegunungan Bintang, Maybrat Puncak dan Yahukimo masih menderita terus karena a konflik bersenjata di Papua. Mereka tidak ada pilihan daripada mencari perlindungan di pondok-pondok di hutan, jauh dari pelayanan pendidikan, kesehatan dll. Mereka hidup dalam kondisi yang serba miskin dan dalam kondisi cuaca yang ekstrem buruk terutama d wilayah pegunungan. Para tenaga relawan dari pihak gereja yang berhasil mengunjungi mereka memberitahukan mengenai situasi buruk ini dan mengenai bahaya para pengungsi masih menjadi korban serangan oleh TNI-Polri. [24]

[b] tambah pengungsi lagi: usai penyanderaan seorang pilot (7/2) penduduk distrik Paro meninggalkan kampungnya karena takut pengoperasian militer yang sedang dijalankan di distrik ini. Lantas mereka disusul lagi warga di distrik Yuguru, Geselama, Yenggelo dan Mapenduma di Kabupaten Nduga yang ikut mengungsi, karena di situ  pun pasukan masuk berkaitan dengan penyanderaan. Kebanyakan warga berjalan kaki menuju ibukota Kab Nduga atau Timika. Ketua Sinode Gereja Kemah Injil (KINGMI) di Tanah Papua, Pdt Tilas Moom mengatakan reaksi masyarakat untuk mengungsi ke daerah lain sehingga lintas kabupaten itu berangkat dari trauma masa lalu yang melibatkan konflik bersenjata antara pihak TNI dan Kelompok TPNPB. Para warga takut menjadi korban salah sasaran operasi militer yang digelar aparat keamanan di Nduga. [25]

[c] Data kuantitas pengungsi Papua: Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tidak Kekerasan (Kontras) mencatat bahwa per Desember 2022 ‘sebanyak 60.642 warga sipil mengungsi, dan 732 di antaranya meninggal dunia, akibat konflik bersenjata antara TNI dan Organisasi Papua Merdeka (OPM)’. [26]

 

[4] OTSUS PEMEKARAN

 

 [5] HUKUM – HAM - KEADILAN

[a] Seorang pengacara hukum dianiaya: Lagi-lagi, penganiayaan terjadi di Tanah Papua. Kali ini di Sorong, Steven Peyon, SH, seorang advokat dan pembela hak asasi manusia dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Sorong dianiaya oleh 10-15 orang tak dikenal di jalan depan SD Inpres 46, Malamu, Sorong pada hari Minggu, 29/1 sekitar pukul 19.00 WIT. Diduga bahwa insiden kekerasan ini berkaitan dengan kenyataan bahwa advokat yang bersangkutan membela kliennya dalam proses pengadilan berkaitan dengan pembunuhan 4 prajurit di pos militer Kisor, (Sept 2021). [27]

[b] Empat warga sipil ditangkap di Wamena. Aparat keamanan gabungan menangkap empat warga sipil dari Kab Lanny Jaya di distrik Kimbim, Kab Jayawijaya. Satu dari antaranya dibebaskan hari yang sama (7/2), sedangkan tiga lainnya masih ditahan. Mereka dituduh melakukan tindak pidana memasukkan, memiliki senjata api secara ilegal. Sementara pihak pembelaan hukum menyatakan bahwa penangkapan ini tidak sesuai dengan prosedur, maka mereka perlu dibebaskan dengan segera. Pihak PAHAM (persatuan pengacara hukum) akan menangani kasus ini selanjutnya. [28]

[c] pelaku pembunuhan serta mutilasi di Timika divonis: Empat prajurit TNI yang terlibat dalam pembunuhan disertai mutilasi 4 warga Nduga divonis berbeda-beda (17/2). Dua divonis penjara seumur hidup, satu 20 tahun dan satu 15 tahun. Semua dipecat dari TNI[29]

[d] Dua terdakwa kasus Kisor divonis: Melkisa Ky divonis 20 tahun penjara (3 Feb 2023) sedangkan Abraham Fatemte divonis 15 tahun (14 Februari 2023). Mereka dua dituduh terlibat dalam pembunuhan 4 prajurit di Kisor (2 Sept 2021). Para pembela hukum sangat kecewa dengan kedua vonis itu, karena proses persidangan tidak berhasil membuktikan keterlibatan mereka dua. Ada kesan kuat bahwa kedua orang ini sebenarnya korban penangkapan salah sasaran. Kesimpulan: tidak ada pengadilan yang benar bagi orang Papua![30]

[e] Buron Bupati Mamberamo Tengah ditangkap: setelah melarikan diri ke PNG selama beberapa bulan, akhirnya mantan-Bupati Ricky HAM Pagawak ditangkap di Jayapura (129/2), dan sudah diterbangkan ke KPK di Jakarta untuk diadili karena menjadi tersangka korupsi. 

[f] kasus Luhut Binsar Pandjaitan versus Suara Kritis:  Sudah cukup lama tidak ada berita. Namun sekarang jelas bahwa berkas perkara Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti sudah diserahkan kepada Kejaksaan. Banyak orang berpendapat bahwa kenyataan demikian berisiko besar akan menumpulkan kritik terhadap kekuasaan. “Keputusan Kepolisian Daerah Metro Jaya melimpahkan berkas perkara Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti ke Kejaksaan adalah langkah mundur dalam kehidupan berdemokrasi di negeri ini”, kata pembukaan editorial Koran Tempo (23/2). Selanjutnya: “Haris adalah Direktur Eksekutif Lokataru, sedangkan Fatia merupakan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan korban Tindak Kekerasan (Kontras). Keduanya aktivis prodemokrasi yang memang sehari-hari mewakili publik mempertanyakan kekuasaan dengan mengkritik pemerintah. Menyeret keduanya ke meja hijau adalah upaya nyata membungkam siapa pun yang punya nyali bersuara berbeda dengan penguasa. [31]

 

[6] PENDIDIKAN – KESEHATAN – EKONOMI RAKYAT

[a] Kartu Papua Sehat tidak laku lagi: Mulai 1 Februari 2023 program jaminan kesehatan Papua (Jamkespa) yang selama ini disebut Kartu Papua Sehat (KPS) tidak berlaku lagi. Nasib Orang Asli Papua (OAP), yang selama ini selalu mendapatkan layanan kesehatan gratis, menjadi suram. Kalau mau dilayani ‘gratis’ mereka perlu menjadi anggota Badan Penjaminan Sosial Kesehatan (BPJS). Maka perlu membayar iuran bulanan. Pemberhentian ini adalah sebagai dampak langsung dari pemekaran wilayah (DOB) Papua. Anggaran tahunan (2023) Provinsi Papua (versi lama) tiba-tiba mesti dibagikan rata dengan 3 provinsi pemekaran, maka anggaran tidak ada lagi untuk KPS. Kebijakan baru sudah kelihatan: di RSUP Jayapura sebagai RS terbesar dan yang menjadi RS rujukan utama di Papua, sudah tidak akan melayani pasien KPS. 

Tidak mengherankan sudah ada komentar seperti: “Ini sudah semua akibat Bapa-Bapa pejabat yang gila dengan jabatan dan melahirkan DOB provinsi. Maka masyarakat jadi korban”. (TvdB)

 [b] Tenaga kesehatan tidak di tempat musibah:  ternyata tidak ada petugas kesehatan di puskesmas pada saat ‘muntaber’ (muntah berdarah) menyerang anak-anak di distrik Waan, Kab Merauke. Pertengahan Januari ada banjir melanda pemukiman dan lahan pertanian di wilayah ini. Sejumlah anak diserang ‘muntaber’, malahan ada korban jiwa, namun tidak ada tenaga kesehatan untuk mengobati. Kepala Dinas telah memerintahkan tenaga kesehatan untuk bertugas di sana.[32]

[c] Penderita kaki gajah di Indonesia / Papua:  Kementerian kesehatan menyebutkan jumlah penderita kaki gajah atau filariasis di Indonesia mencapai 8.635 pada tahun 2022. Ada lima provinsi dengan jumlah kasus tertinggi: Papua 3.629 kasus; NTT 1.276 kasus; Papua Barat 620 kasus; Aceh 207 kasus; Jawa Barat 424 kasus. [33]

[d] Beasiswa mahasiswa Papua macet: Tak sedikit mahasiswa-mahasiswi Papua yang dibiayai oleh pemerintah provinsi Papua terancam putus kuliah menyusul pembentukan daerah otonom baru (DOB) di Papua. Inilah dikemukakan Yoel Luiz Mulait, wakil Ketua I MRP, menyikapi pengaduan yang diterima oleh lembaganya. (30/1). MRP meminta pemerintah harus bertanggung jawab atas masa depan anak-anak Papua. Menteri Keuangan memberitahukan bahwa memang Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (SAK), Dana Bagi Hasil (DBH), dan Dana Otonomi Khusus (Otsus) yang selama ini diberikan ke provinsi Papua akan mengalami perubahan karena harus memenuhi kebutuhan dari provinsi baru di Papua.[34] Ternyata Komisi V DPR Papua mengadakan pertemuan dengan Kementerian Dalam Negeri untuk membahas masalah ‘beasiswa Otsus’ untuk 3.800 mahasiswa Papua. Katanya, masih ada kekurangan administrasi…[35]

[e] Kenyataan versus perkataan: Dalam suatu pertemuan dengan para pemimpin tingkat regional di Papua, Mendagri, Tito Karnavian, menekankan bahwa pemerintah regional perlu memberikan prioritas pada pengembangan kualitas para petugas.  Maka, “saya mohon, fokus pada pendidikan para anak di masa depan”, dan peningkatan kapasitas melalui program kesehatan, katanya. Anak-anak seharusnya mengikuti pendidikan formal, sedangkan pendidikan non-formal perlu ditawarkan juga untuk menjawab pada kebutuhan serta potensi setempat. [36]

Anjuran Mendagri memang tepat. Hanya untuk memungkinkannya perlu suatu alokasi anggaran yang lebih cerdas daripada sekarang ini, mengingat serba-kekurangan yang disebutkan dalam beberapa item di atas. Ternyata pemekaran – yang sangat dipaksa a.l. oleh Pak Tito – makin mengurangi adanya anggaran yang sebenarnya dibutuhkan terutama di bidang pendidikan dan kesehatan. Kenyataan kebijakan agak berlawanan dengan perkataan. (TvdB)

[f] Mahasiswa Papua kelaparan di Salatiga: Ternyata 200 mahasiswa yang berasal dari Papua Pegunungan dan sedang studi di Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) di Salatiga, Jawa Tengah, mengalami kelaparan karena beasiswa tahun ini macet total. Syukurlah sementara Walikota Salatiga membantu dengan beras dll. Bukan saja makanan menjadi masalah, namun sejumlah mahasiswa juga terancam dikeluarkan dari tempat kos karena tidak dapat membayar harga sewaan. [37]  Juga UKSW menyediakan bantuan senilai 200 juta. Sementara dicatat bahwa ada suatu kesepakatan kerja sama antara UKSW dan pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pegunungan Bintang (Maret 2021). Dalam kesepakatan itu Pemkab berwajib untuk menyediakan Rp 28,134 miliar. Sampai saat ini hanya Rp 5 miliar dibayar oleh Pemkab Pegunungan Bintang. [38] Penanggungjawab beasiswa di Kab Pegunungan Bintang merasa bahwa seluruh situasi ini dibesar-besarkan oleh media, sedangkan Kab Pegunungan Bintang berupaya keras untuk memperhatikan para mahasiswa yang dibiayai Kabupaten. Ini soal administrasi saja dan akan dibereskan dalam waktu dekat. [39]

[g] 50% tenaga pengajar SD di Papua Selatan tidak berijazah: suatu informasi yang cukup mengagetkan diberikan oleh Rektor Universitas negara Musamus di Merauke, Beatus Tambaip, Beliau menyatakan bahwa ada 7,866 tenaga pengajar Sekolah Dasar di wilayah Papua Selatan. Di Mappi ada 1,480 guru, di Asmat 1,376, di Merauke 3,818, dan di Boven Digoel ada 1,118. “Sekitar 50% dari mereka tidak memiliki ijazah semestinya sebagai pengajar profesional”, kata Beatus. [40]

[h] Tidak ada tenaga kesehatan di Beoga: Asosiasi Mahasiswa Damal mendesak pemerintah lokal di Kab Puncak untuk memperhatikan kebutuhan pelayanan kesehatan di wilayahnya (8/2). Sejak awal Januari – ada insiden kekerasan – tidak ada lagi tenaga kesehatan di Beoga, Kab Puncak. Maka, banyak orang yang sakit tidak dapat ditolong. Mereka mesti ke Timika, namun tidak ada uang untuk itu; apalagi untuk ke Ilaga, ibukota Kab Puncak perlu memakai pesawat, penerbangan selama sekitar 30 menit.[41]

 

[7] LINGKUNGAN – DEFORESTASI - AGROBUSINESS

 

[8] MENUJU “PAPUA TANAH DAMAI”

[a] Gagalnya jeda kemanusiaan: Rencana menjalankan suatu ‘jeda kemanusiaan’ sebagaimana disepakati pada 11 November di Jenewa oleh Komnas HAM, ULMWP dan Majelis Rakyat Papua (MRP) ternyata gagal total. Dengan demikian kita sekali lagi mengalami suatu ‘langkah mundur’ dalam proses perdamaian di Tanah Papua. Masing-masing organisasi memberikan alasan kenapa ‘jeda kemanusiaan’ tidak dapat dilaksanakan (lihat refleksi awal laporan ini).

Walau demikian alangkah baiknya kita bersama tetap mencari jalan untuk menciptakan suatu suasana yang memungkinkan bahwa akhirnya suatu dialog tanpa senjata dapat dijalankan. Seandainya kita betul mau menuju suatu jalan perdamaian yang bermartabat, banyak hal yang perlu dipulihkan kembali, karena beberapa tahun terakhir ditandai suatu kemunduran sangat signifikan, berupa kebebasan penungkapan pendapat dan berkumpul, berupa militarisasi Papua secara sangat tidak proporsional, berupa kebijakan sosial politik sepihak oleh pemerintah pusat (Otsus II dan DOB), berupa kelumpuhan pemerintah daerah, berupa polarisasi sosial-politik di itngkat masyarakat, dsb. Sudah waktu kita bersama betul berjuang untuk memulihkan situasi ini menjadi demokratis kembali dan terbuka untuk menempuh jalan perdamaian yang memungkinkan kita semua dapat hidup bersama dalam suatu harmoni dan penerimaan satu sama yang lain. (TvdB)

[b] Mengingat Papua Tanah Damai: Pada 5 Februari bangsa Papua memperingati masuknya Injil di Papua dan sekaligus memperingati pernyataan Papua Tanah Damai. Hari itu dihayati sebagai suatu ‘hari pengharapan’, pengungkapan harapan akan Papua yang bersyukur kepada Allah Penciptanya dan Kehidupan Bersama yang ditandai damai dan saling mengakui martabatnya. Semua sadar bahwa keadaan dewasa ini kurang baik, dan saatnya untuk dengan lebih kuat lagi mencari jalan menuju perwujudan Papua Tanah Damai dalam kehidupan sehari-hari. Untuk mencapai itu segala pihak yang terkait diharapkan menunjukkan suatu ‘political will’ yang sejati untuk keluar dari lingkaran kekerasan dan kesediaan membuka diri demi suatu solusi konflik secara bermartabat. Semoga! [42]

[c] Papua menjadi daerah darurat sipil? Wakil Ketua DPR bidang Politik dan Keamanan, Lodewijk Paulus mengatakan perlu ada darurat sipil di Papua. “Kita harapkan begini ya, harus dipahami bahwa Papua ini sekarang status darurat sipil. Maka yang di depan adalah penguasa darurat sipil, gubernur, yang di depannya otomatis penegak hukum”, kata Lodewijk (10/2). Pernyataannya setelah pembakaran pesawat Susi Air di wilayah Paro, Kab Nduga. Usulan ini cukup berbahaya karena akan memberikan leluasaan kuasa kepada Presiden dan Gubernur setempat disertai peranan besar aparat. Segala macam kebebasan akan dibatasi dan tindakan sewenang-wenang oleh para penguasa akan menjadi suatu kenyataan sehari-hari. Tidak mengherankan bahwa ada kritik pedas atas usulan ini. Koordinator Kontras, Fatia Maulidiyanti menilai pernyataan Lodewijk sangat berbahaya. Sebab, kata dia, hal itu dapat memperburuk situasi kemanusiaan di Papua karena bisa membuat kekerasan semakin menjadi oleh aparat keamanan. Pelanggaran hak asasi manusia akan ada di depan pintu. “Oleh sebab itu, sudah sepatutnya pejabat negara untuk tidak reaktif menyikapi situasi konflik yang sedang terjadi”, kata Fatia (11/2). Sementara dari pihak Presiden menilai bahwa Papua belum perlu dinyatakan ‘daerah darurat sipil’. [43]

 

[9] GERAKAN PEMERINTAH PAPUA

[a] ternyata ada Pelaksana Harian (PLH) Gubernur Papua, yakni, Muhammad Ridwan Rumasukun.  

[b] Pemerintah Pusat mengontrol pembangunan di Papua: Ada berita bahwa Wakil Presiden, Ma’ruf Amin, akan mengunjungi Papua selama satu bulan. Mulai  pertengahan kedua Maret, setelah HUT-nya yang ke-80 (11/3). Beliau adalah Ketua Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) yang bertanggung jawab atas program pembangunan di Papua. Sementara juga ditekankan bahwa mengingat besarnya anggaran menipis, perlu suatu kerja sama yang lebih nyata dan jelas. Dicatat juga bahwa Paulus Waterpauw, penjabat Gubernur provinsi Papua Barat, diangkat menjadi Pemimpin Asosiasi para gubernur di Papua.  [44]

[10] TRENDS/GERAKAN POLITIK DI PUSAT INDONESIA DAN INTERNASIONAL

Nasional

[a] MPR RI membahas pengembangan Papua: Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) bersama forum khusus, yakni,‘MPR untuk Papua’ yang dipimpin Jorrys Raweyai, dan Menkopolhukam, Mahfud Md, membahas strategi pembangunan di Papua. Mereka menyadari bahwa salah satu unsur adalah peningkatan kualitas Aparat Sipil Negara (ASN) dan para pengajar. Juga normalisasi keadaan keamanan di Papua menjadi topik pembahasan. Disamping itu perlu ada tindakan-tindakan nyata untuk mengefektifkan Otsus sampai dapat dialami sebagai suatu hal yang positif. Tindakan itu menyangkut antara lain pendidikan dan pelayanan kesehatan yang gratis. Rupanya ini masih suatu pembahasan awal; maka, perlu ditindaklanjuti.[45]

[b] “Negera Hukum” di mana? Pertanyaan demikian memang muncul karena alasan yang sangat kuat. Sekali lagi ada skandal ‘berfungsinya sistem hukum’ di Indonesia. Beberapa bulan lalu seorang hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dicopot oleh DPR RI. Hakim itu pernah dipilih dan ditempatkan oleh DPR di Mahkamah Konstitusi. Namun karena beliau sebagai hakim di MK menolak salah satu produk hukum DPR RI ini (soal Omnibus Law/UU Cipta Kerja), dia dicopot oleh DPR dan diganti dengan seorang hakim lainnya. Tindakan demikian dapat kritik banyak, karena menunjukkan bahwa DPR RI tidak mengutamakan objektivitas hukum independen namun menuntut supaya ‘hakim utusan mereka’ membenarkan segala produk DPR entah yang salah entah yang benar. Akhirnya tindakan DPR RI ini dibawa ke MK untuk dinilai sahnya tidak. Dalam keputusan MK ternyata tindakan ini dinilai tidak tepat dan tidak boleh terjadi. Itu jelas dalam pembacaan keputusan. Namun yang diterbitkan untuk umum adalah salinan keputusan yang ternyata mengubah beberapa kata awal teks keputusan itu, hingga berubah isi intinya. Yakni, versi asli -yang dibaca- menekankan bahwa tindakan DPR RI memang tidak dapat dibenarkan, sedangkan dalam versi publik kata-kata awal ‘dengan demikian’ diubah, menjadi ‘ke depan’ tindakan seperti dicopot hakim seperti yang baru ini dinyatakan salah’. Maka, tidak kena lagi tindakan mencopot yang sudah. Pemalsuan salinan ini menjadi sorotan publik luas dan sementara waktu 9 hakim MK dilaporkan ke polisi terlibat dalam pemalsuan keputusan ini. Di mana “negera hukum” Indonesia? [46]

[c] Kebebasan beragama semakin tergerus: Itulah kesimpulan Setara Institute yang mencatat bahwa selama 2022 ada kenaikan pelanggaran terhadap kebebasan beragama. Pada tahun 2022 terdapat 175 peristiwa kebebasan beragama yang diikuti 333 tindakan pelanggaran. Sedangkan selama 2021 terjadi 171 peristiwa yang dibarengi 318 tindakan pelanggaran. Pelaku pelanggaran terhadap kebebasan beragama ini bukan hanya masyarakat sipil dan organisasi keagamaan, tapi juga pemerintah daerah, kepolisian, Satuan Polisi Pamong Praha, lembaga pendidikan, serta forum koordinasi pemerintah daerah. Jenis pelanggaran mereka beragam, dari tindakan dan/atau kebijakan yang diskriminatif, pelarangan usaha, penolakan pendirian tempat ibadah, menetapkan tersangka dengan tuduhan penodaan agama, pelarangan beribadah, hingga perusakan tempat ibadah. Kasus penodaan agama naik dari 10 kasus 2021 menjadi 19 kasus 2022. Pelanggaran terbanyak terjadi di Jawa Timur. [47]

[d] Bamsoet : sepakat Gubernur ditunjuk langsung oleh pemerintah pusatBukan berita yang serba baru, namun mungkin menunjukkan tren politik di pusat pemerintahan. Belum lama ini Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet), mengemukakan bahwa sebaiknya pemilu 2024 ditunda saja dan memperpanjang saja berjalannya pemerintahan Jokowi. Kali ini Bamsoet, walau klaim bahwa beliau bicara sebagai pribadi orang saja, tanpa melibatkan MPR atau DPR, menyatakan kesepakatannya supaya Gubernur tidak dipilih masyarakat namun ditunjuk saja. Sudah cukup Bupati dan Walikota dipilih langsung, namun Gubernur ditunjuk supaya lebih menjamin berfungsinya sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat. [48]

[e] Setiap provinsi  di Indonesia perlu ada Kodam: Sesuai dengan kebijakan Menteri Pertahanan, Prabowo, kepala staf TNI, Brigjen Dudung Abdurahman menyatakan bahwa dalam setiap provinsi di Indonesia akan diadakan suatu Komando Daerah Militer (Kodam). Maka, dalam setiap provinsi baru di Papua akan dibangun Kodam (10/2).  [49]

Dari pihak kelompok HAM, perencanaan demikian dinilai kurang tepat. Sebaiknya diadakan suatu evaluasi yang berbobot mengenai pendekatan militaristik di Papua, karena pendekatan demikian tidak pernah menyelesaikan permasalahan kemanusiaan. Penguasaan militer di Papua dewasa ini justru dilihat sebagai suatu faktor memperburuk situasi di Papua, termasuk munculnya sekian ribu orang pengungsi di Papua. Orang meninggalkan kampung halamannya karena pengoperasian militer. Ada keprihatinan besar bahwa penambahan pasukan militer dan penambahan komando daerah militer di provinsi-provinsi baru akan ada kontra-produktif. Dan bahayanya bahwa mengurangi pertangungjawaban oleh pihak aparat. [50]

Pembentukan Kodam baru berisiko menarik tentara pada urusan-urusan sipil. Ini menimbulkan mudarat karena sama saja mengembalikan Dwifungsi TNI. Dengan kata lain, kita kembali kepada situasi Orde Baru, dan de facto agenda reformasi TNI ditiadakan. [51]

[11] SERBA -SERBI

[a] Kecelakaan putusnya jembatan gantung: Akhir bulan lalu (30/1) terjadi kecelakaan berupa putusnya salah satu jembatan gantung di atas sungai Digoel. Jembatan putus sewaktu dilalui kebersamaan 4 anggota aparat keamanan. Semua jatuh dalam sungai dan dibawa arus kuat sungai itu. Jenazah satu anggota TNI, Ferdian Dwi Sukma, sudah ditemukan dan dievakuasi, sedang nasib 3 anggota Polri belum jelas hingga masih dicari. Ternyata jembatan yang sudah cukup tua dan tidak dapat tahan beratnya 4 orang yang melewatinya sekaligus. [52]

[b] Pentahbisan Uskup pertama orang asli Papua: Pada tanggal 2 Feb 2023, Mgr. Yanuarius Theofilus Matopai You ditahbiskan menjadi Uskup Keuskupan Jayapura, Beliau adalah Uskup asli orang Papua yang pertama. Kejadian ini dirayakan secara masal oleh masyarakat Papua. Dalam suatu seremoni pentahbisan yang sangat diwarnai ciri-ciri khas orang Papua pengangkatan Mgr Yanuarius disambut dengan sangat gembira. Suatu pesta besar diadakan di stadion yang letaknya disamping Gereja Katedral di Jayapura. Dalam kata sambutannya Mgr Yanuarius menyatakan bahwa satu prioritas kebijakannya adalah perdamaian di Tanah Papua. Dia mengajak semua untuk mengambil bagian dalam perjuangan damai itu, dan untuk menjaga supaya kelestarian eksistensi orang Papua dijamin terus a.l. dengan tidak menjual tanah adat. Tanah adalah jaminan kehidupan kita sekarang dan untuk cucu-cucu kita, maka perlu dijaga baik-baik. [53]

Kami mengucapkan selamat bertugas kepada Mgr Yanuarius dan semoga prioritas kebijakan perdamaian di Tanah Papua akan membawa hasil yang manis untuk kita semua! (TvdB)

[c] Penghargaan buat wartawan senior Victor Mambor: Ada saat kesedihan berat Pa Victor sewaktu sebuah bom meledak disamping rumahnya (23/1). Ada saat menggembirakan hatinya sewaktu diberitahukan bahwa Yayasan Pantau memutuskan untuk memberikan penghargaan “Oktovianus Pogau” kepadanya. Penghargaan ini diberikan kepada wartawan yang menunjukkan suatu keberanian dan ketekunan yang hebat. Andreas Harsono dari Yayasan Pantau menyatakan: “ keputusan Victor Mambor untuk kembali ke tanah kelahirannya dan membela hak orang asli Papua, lewat jurnalisme serta tabah hadapi intimidasi demi intimidasi membuat para jury sepakat untuk memberikan penghargaan ‘Oktovianus Pogau’ kepada Bapak Viktor Mambor. Proficiat Pa Victor!

[d] Truk-truk terjebak jalan rusak: Ratusan sopir truk selama 4 bulan terjebak jalan trans Papua yang rusak parah, jalur Jayapura-Wamena. Ternyata sejak November 2022 truk mulai mengalami kesulitan di jalan trans di tengah hutan. Sekarang ratusan sopir ada di tempat kesusahan itu.[54]

[e] Gempa bumi di sekitar Jayapura: Sejak awal Januari (2/1) wilayah sekitar Jayapura diganggu gempa bumi. Puluhan kali ada goyangkan dari kecil sampai besar dengan kekuatan 4 dan 5 lebih di atas skala Richter. Lebih-lebih yang akhir ini (8-9/2 ke atas) mengakibatkan banyak penderitaan, dari retak-retak yang membahayakan sampai menghanyutkan gedung masuk laut dan sekurang-kurangnya 4 orang tewas. 300 orang mencari pelayanan medis di tenda darurat. Kiri-kanan juga ada tanah longsor yang merusak dan mengancam para penghuni setempat. [55]

 

Jayapura, 28 Februari 2023



[8] Koran JUBI, edisi 1-2 Feb 2023, hlm. 3, berjudul ”1 warga sipil Intan Jaya ditembak orang tak dikenal”

[9] Koran JUBI, edisi 3-4 Feb 2023, hlm. 1 dan 18, Tiga pendekatan penanganan keamanan Papua versi Panglima TNI dan https://kabar24.bisnis,com/read/20230203/15/1624361/separatisme-di-papua-panglima-yudo-tni-angkat-senjata   

[10] Koran JUBI, edisi24-25 Feb 2023, hlm 1-2 dan 18.

[12] WPNLA Jurubicara, Sebby Sambom di Facebook.  www.freepapuamovement.org, Press Statement Australia, 9 February 2023 – dan – https://www.abc.net.au/news/2023-02-15/papua-independence-fighters-release-images-of-new-zealand-pilot/101974414

[18] Koran JUBI, edisi 24-25 Februari 2023, hlm. 18

[32] Koran JUBI, edisi 1-2 Feb 2023, hlm. 4, Nakes tidak di tempat tugas saat muntaber menyerang anak-anak di Distrik Waan, Merauke.

[33] Koran JUBI, edisi 1-2 Feb 2023, hlm 4, Penderita kaki gajah Indonesia 8.635 orang, terbanyak di Papua

[47] https://koran.tempo.co/read/nasional/480005/kala-kebebasan-beragama-semakin-tergerus

[49] Kompas.com – Februari 10, 2023 

[50] Kompas.com – Februari 12, 2023

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.